“Terakhir dalam rangka pengayaan pembahasan LPJ 2021 ini, fraksi kami berharap mendapatkan salinan dari LHP BPK RI tahun 2021” Begitulah poin terakhir dari Padangan Umum (PU) Fraksi PAN NRIS Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro menanggapi Nota Pengantar Laporan Pertanggung Jawaban APBD Kabupaten Bojonegoro tahun 2021.
Bahkan fraksi di DPRD Bojonegoropun tidak mendapatkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bojoengoro tahun 2021. Padahal esensi dari dari Laporan Pertanggung Jawaban Pelaksanaan APBD adalah hasil pemeriksaan yang termuat dalam LHP BPK.
Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD menjadi kewajiban dari kepala daerah kepada DPRD, dengan menyerahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggung jawaban Pelaksanaan APBD dengan melampirkan Laplaporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK. (UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pasal 320 tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD ayat 1-6).
Tentu ini memprihatinkan, sebuah dokumen publik sebagai bagian dari bentuk pertanggung jawaban Pemerintahan Daerah Kepala Daerah kepada rakyatnya tidak disampaikan bahkan kepada Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan representasi Rakyat Bojonegoro. Apalagi akan disampaikan secara terbuka kepada rakyat Bojonegoro, sebagai pemilik sah anggaran.

Para wakil Rakyat Bojonegoro sendiri, sepertinya pasrah dengan tidak diberikan salinan LHP BPK itu, tak ada perjuangan untuk mendapatkan haknya (UU 23 tahun 2014 Tentan Pemerintahan Daerah Pasal 153 tentang fungsi pengawasan ayat 2), bahkan untuk berpura-pura berjuang pun tidak. Ya misalnya berpura-pura “interupsi” saat paripurna pun tak terdengar, atau berpura-pura “walk out” atau yang lain.
Tentu boleh lah kita menduga, sesuatu yang ditutup-tutupi pasti ada yang disembunyikan oleh dua lembaga negara yang dibiayai oleh Rakyat Bojonegoro ini. Padahal dana itu milik rakyat dan dipertanggung jawabkan kepada rakyat.
Dan pastinya tidak ada pembangunan yang sempurna, sehingga perlu ada evaluasi sehingga pada tahun berikutnya bisa lebih baik dan bermanfaat untuk Rakyat Bojonegoro.
Coba tengok catatan BPK tentang Laporan Keunganan Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2021 ada lima catatan, yang semestinya perlu mendapatkan pendalaman dari para Anggota DPRD Bojonegoro. (siaran pers BPK tanggal 26 April 2022) Diantaranya :
- Pembayaran Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional belum sepenuhnya berdasarkan data mutakhir;
- Kelebihan pembayaran belanja Bantuan Operasional Sekolah (BOS), mengakibatkan kelebihan pembayaran belanja barang dan belanja modal BOS;
- Data penerima bantuan bosial tambahan Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) tidak sesuai dengan dokumen kependudukan, mengakibatkan data usulan atas penerima manfaat Belanja Bantuan Sosial Tambahan BLT DD belum akurat dan valid serta penyalurannya berpotensi tidak tepat sasaran;
- Kekurangan volume dan mutu atas pelaksanaan paket pekerjaan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan sehingga terdapat kelebihan pembayaran kepada rekanan pelaksana;
- Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) belum jelas rencana kelanjutannya, mengakibatkan saldo KDP per 31 Desember 2021 belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya dan berpotensi pemborosan keuangan daerah.
Terlihat jelas ada permasalahan dalam pelaksanaan APBD Kabupaten Bojonegoro tahun 2021, yang perlu mendapatkan perhatian dari anggota DPRD Bojonegoro.
Tanpa LHP BPK yang merupakan lembaga resmi negara dalam pengawasan keuangan negara, bagaimana mungkin akan melakukan pembahasan? Pasalnya yang dibahas adalah LHP BPK tersebut, lalu tanpa LHP BPK apa yang mau dibahas?(UU 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 153 tentang fungsi pengawasan ayat 3),
Apakah ini bukan sandiwara namanya, jika yang menjadi pokok pembahasan tidak dimiliki oleh DPRD, hal ini pun sudah tidak sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014.
Sayangnya sandiwara ini tidak dikemas dengan menarik, sehingga terlihat sebagai sandiwara. Tentu ini mengecewakan pemirsanya.
Penulis : Syafik