Bojonegoro,damarinfo.com- “Sepanjang sesuai norma perundang-undangan, ga masalah.”
Ini kata seorang warga Bojonegoro menanggapi ramainya pemberitaan soal Perjalanan Dinas atau bisa disebut Kunjungan Kerja (Kunker) pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro. Soal Kunker ini ada tiga hal yang ramai diperbincangkan oleh sebagian warga Bojonegoro. Yakni soal frekwensi, soal waktu disaat pandemi, dan soal biaya kunker.
Soal frekwensi kunjungan kerja tentu menjadi sorotan karena jumlah hari kunker jauh lebih banyak dari jumlah hari para wakil rakyat yang terhormat ini di Bojonegoro. Tengok saja jadwal kunker DPRD untuk bulan November 2021 ini, dari 30 hari di bulan ini, 21 hari digunakan untuk berdinas ke luar kota (hari minggu juga dihitung lho), jadi hanya sembilan hari di Bojonegoro.
Berikutnya, soal ketatnya perjalanan luar daerah dari Pemerintah Pusat karena pandemi covid-19, dengan seringnya bepergian ke luar daerah tentu bukan contoh yang baik kepada masyarakat. Pasalnya masyarakat “dipaksa” untuk membatasi kegiatan di luar rumah apalagi keluar daerah.
Soal anggaran, tentu menjadi tidak elok jika anggaran miliaran harus digunakan untuk kunker, sementara masyarakat kecil, para pedagang kaki lima, warung kopi, para sopir angkutan umum mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi ini. Coba kita lihat untuk ketua DPRD saja, pada tahun 2020 biaya kunkernya mencapai Rp. 600 juta lebih.

Secara hukum kunker adalah bagian dari kegiatan yang sah bagi pimpinan dan anggota DPRD. Misalnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 tahun 2017, tentang Hak Keuangan dan Administrasi Pimpinan dan Anggota DPRD. Tertulis dengan jelas pada pasal 20 tentang Belanja Penunjang Kegiatan DPRD, khususnya ayat 1 huruf a. Poin 2, sebagai salah satu kegaiatan untuk mendukung kelancaran fungsi DPRD. Pun dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bojonegoro nomor 9 tahun 2017 dan sudah ada petunjuk pelaksanaanya dalam Peraturan Bupati (Perbup) Bojonegoro nomor 56 tahun 2017 yang sudah diubah dua kali dan terakhir Perbup Bojonegoro nomor 10 tahun 2021.
Pemerintah pun membatasi perjalanan ke luar daerah untuk masyarakat dan tentu harus dipahami juga oleh para pejabat. Tujuanya adalah untuk menekan penyebaran virus covid-19. Pembatasan pun dilakukan dengan memberikan persyaratan yang ketat. Namun nyatanya tidak menyurutkan “gairah” para wakil rakyat untuk bepergian keluar daerah. Alih-alih kunjungan kerja, sebegitu pentingkah perjalanan ke luar daerah sehingga tidak bisa ditunda? Jika terkait dengan kebijakan daerah lain, sebenarnya dengan mudah dapat diketahui melalui internet, atau kalaupun perlu konsultasi dapat dilakukan dengan dalam jaringan (daring). Sebuah teladan yang nyatanya tidak baik bagi masyarakat yang dipaksa harus berdiam dirumah demi keselamatan bersama.
Berikutnya soal anggaran, besaranya biaya perjalanan pun sudah diatur dengan peraturan presiden nomor 33 tahun 2020, pun Peraturan Bupati Bojonegoro pun sudah menjelaskan besaran ini melalui Perbup nomor 25 tahun 2020 tentang standart biaya umum, yang didalamnya juga mengatur soal besaran biaya komponen perjalan dinas.

Jadi memang dari sisi norma hukum bisa jadi tidak ada yang dilanggar sepanjang sesuai dengan peraturan tersebut. Tapi tentunya sebagai wakil rakyat punya empati atas kondisi rakyat yang diwakilinya, yang pada saat ini tertekan secara ekonomi akibat pandemi. Semestinya dapat menekan “nafsu” bepergian ke luar daerah, ya sebagai bukti simpati para anggota dewan tersebut kepada rakyat yang diwakilinya. Dan anggaran yang sudah terlanjur masuk dalam APBD dapat dialihkan untuk membantu memulihkan perekonomian masyarakat.
Padahal dari sisi pendapatan diluar hasil dari kunker, Pimpinan dan Anggota DPRD Bojonegoro sudah banyak sekali yakni antara 30 – 60 juta per bulan. Namun sepertinya pendapatan sebesar itu dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Atau untuk mengembalikan modal politik yang sudah dikeluarkan, dan tentu untuk tabungan persiapan pemilihan berikutnya.
Bisa jadi berdasarkan norma, Kunjungan Kerja tidak bermasalah, namun berdasar etika perlu dipertanyakan.
Penulis : Syafik