Surat Redaksi
Tiga Tahun Anna-Wawan, Berharap Rukun bukan Retak

oleh
(infografis Tiga Tahun Anna -Wawan. Editor : Syafik)

Stiker Anna-Wawan,  yang warnanya mulai buram masih tertempel di sebuah warung di Kecamatan Sugihwaras, Bojonegoro. Tak jauh dari warung kopi, terpasang spanduk kampanye Anna-Wawan yang dibuat penutup tembok, sebagai pelingdung para pelanggan warung dari terpaan angin.

Tiga tahun sudah dua manusia ini dipertemukan dalam arena politik untuk memimpin menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro sejak dilantik 24 –September-2018 silam. Tapi seiring waktu, bukannya  jabat tangan erat, jusru  muncul kabar keretakan keduanya. Bahkan hubungan renggang keduanya kian santer dan menyeruak di permukaan tahun 2021 ini. Saling sindir, kadang juga dengan bahasa hiperbola muncul di pelbagai forum. Terakhir misalnya, muncul lewat media sosial.

Meski hubungan keduanya tak rukun,  beruntung dua pejabat publik ini, tetap menjaga dan terjaga akan statusnya, sebagai bupati dan wakil bupati. Tapi hiruk pikuk dan aura di persimpangan jalan tetap dirasakan dari luar Pendopo Kabupaten Bojonegoro. Dan mendekati hari ulang tahun pelantikan ketiganya, permasalahan ini semakin meruncing dengan dilaporkanya Bupati Bojonegoro Anna Muawanah oleh Wakil Bupati nya Budi Irawanto ke Kepolisian Resort (Polres) Bojonegoro atas dugaan pelanggaran Undang-undang ITE dan Pencemaran nama baik.

Sebenarnya, soal ketidakharmonisan hubungan bupati dan wakil bupati tidak hanya terjadi di Bojonegoro saja, dan bukan pula di tahun-tahun ini saja. Pengunduran Dicky Candra dari jabatan Wakil Bupati Garut menjadi lembaran pertama munculnya persoalan hubungan bupati dan wakil bupati. Contoh kasus lain adalah mundurnya Wakil Bupati Kubu Raya, Kalimantan Barat, Sujiwo. Alasanya karena selama menjabat wakil bupati dirinya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan APBD oleh Bupati Kabupaten Kubu Raya Muda Mehendrawan.

“Selama 3 tahun ini, sudah 3 kali pembahasan APBD. Sebanyak 2 APBD murni dan 1 APBD Perubahan. Sekalipun saya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasanya,” kata Jiwo, sapaan akrabnya di kediaman pribadinya, Sabtu 20-Juni-2020. (https://regional.kompas.com/read/2020/06/20/22320781/ini-alasan-wakil-bupati-kubu-raya-ajukan-pengunduran-diri?page=all)

(Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro di Gedung Grahadi Surabaya, 24 September 2018. Foto : Dokumen Humas Pemkab Bojonegoro)

Atau baru-baru ini adalah retaknya hubungan Bupati Bandung Dadang Supriatna dan Wakilnya Sahrul Gunawan. Ini ditunjukan oleh Wakil Bupati Bandung Sahrul Gunawan melalui Media Sosial Instagram pribadinya @sahrulgunawanoffical. Dalam Insta Story nya, Senin 26-Juli-2021, sebagai Wakil Bupati, Sahrul merasa tidak pernah diberi peran. Kuat dugaan, postingannya itu ditujukan untuk Dadang Supriatna, duet maut Bedasnya  yang kini menjabat sebagai Bupati Bandung.”Politik permukaan = Seolah-olah memberi peran pada seseorang padahal tidak sama sekali,” tulis Sahrul Gunawan. (https://rri.co.id/bandung/bandung-raya/1130651/hubungan-bupati-dan-wakil-bupati-bandung-mulai-tidak-harmonis?utm_source=news_populer_widget&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign)

Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otoda) Kementrian Dalam Negeri mencatat sebanyak 75 persen pasangan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota ataupun Gubernur dan Wakil Gubernur) di Indonesia hubungan kerjanya tidak harmonis sehingga mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah tersebut.

https://www.beritasatu.com/nasional/311941/sekitar-75-persen-hubungan-kerja-pasangan-kepala-daerah-tidak-harmonis

Ketidakharmonisan hubungan bupati dan wakil bupati atau lebih umum kepala daerah dan wakil kepala daerah bersumber dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal 4 ayat (3) yang menyebutkan “Wakil kepala daerah adalah pembantu kepala daerah” terkait tugasnya diatur dalam pasal 26 ayat 1 tersebut dapat diperhatikan lemahnya posisi wakil adalah: Pertama,jabatan wakil kepala daerah sifatnya membantu  dan menyukseskan kepala daerah dalam memimpin daerah, melaksanakan tugas tertentu, menggantikan kepala daerah bila berhalangan.

Namun pada pasal tersebut hilang esensi bahwa keberadaan wakil kepala daerah merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dipilih berpasangan secara langsung oleh rakyat dan bersama memimpin menyelenggarakan pemerintahan daerah.

Kedua, tugas dan wewenang wakil bersifat umum, kekuasaan penuh ada di kepala daerah dan akhirnya ini memunculkan kegamangan wakil dalam bertindak. Harusnya kepala daerah membina hubungan dengan wakil dan memberikan peluang kepada wakil sesuai dengan kontrak politik yang dibuat ketika mereka berangkat menjadi satu pasangan calon kepala daerah. Ketiga, tidak terdapat indikator yang mengungkapkan wakil kepala daerah dianggap bekerja efektif atau tidak efektif bekerja.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersama Bupati Bojonegoro Anna Muawanah sert Wakil Bupati Bojonegoro Budi Irawanto, dalam sebuah acara di Dusun Jepang, Desa/Kecamatan Margomulyo. Bojonegoro, beberapa waktu lalu.Foto/dok. Humas Pemkab Bojonegoro

Jadi jika dicermati dari Pasal 26ayat (1) UU 32 Tahun 2004 junto UU N0.12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah mengatur posisi wakil kepala daerah sangatlah terbatas dan bergantung pada kebaikan hati kepala daerah. Tugas-tugas yang diberikan memposisikannya tak lebih sebagai pelengkap saja. Hanya membantu tugas kepala daerah. Tentang bagaimana tata cara teknis membantunya, tak diatur

Dalam undang-undang maupun peraturan lainnya. Di luar tugas membantu, wakil kepala daerah juga dapat menjadi pengganti kepala daerah bilamana atasannya tersebut berhalangan menjalankan tugas, baik sementara maupun tetap. Maka kondisi itu memunculkan hubungan yang tak harmonis dalam perjalanan keduanya memimpin pemerintahan.

(TINJAUAN YURIDIS NORMATIF HUBUNGAN KEWENANGAN KEPALA DAERAH DENGAN WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH, Catur Wido Haruni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, JURNAL HUMANITY, ISSN 0216-8995)

Namun ada juga bupati yang berbaik hati dengan melimpahkan sebagian kewenanganya kepada wakil bupati dan itu dituangkan dalam Peraturan Bupati atau Keputusan Bupati. Bupati Banyuwangi Kala itu Azwar Anas mengeluarkan Keputusan Bupati nomor 188/462/KEP/429.011/2013 tahun 2013.

Bupati Azwar Anas salah satunya memberikan kewenangan pada Wakil Bupati untuk menanda tangani nota kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Sementara (KUA-PPAS), dan masih ada  39 kewenangan bupati yang diserahkan kepada Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko.

(Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro Anna Muawanah dan Budi Irawanto. Foto : Humas Pemkab Bojonegoro)

Atau seperti yang dilakukan oleh Bupati Sambas melalui Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Sambas nomor 2 tahun 2017. Bupati Sambas memberikan kewenangan kepada wakil bupati untuk menanda tangani keputusan bupati pada beberapa bidang pemerintahan. Terdapat 17 kewenangan bupati yang dilimpahkan kepada wakil bupati.

Jadi semestinya meski undang-undang tentang pemerintahan daerah tidak mengatur dengan tegas tentang kewenangan wakil bupati,  namun bupati yang dipilih satu paket dalam pemilhan kepala daerah dapat berbesar hati untuk melimpahkan beberapa kewenanganya kepada wakil bupati. Tujuanya agar hubungan kedua pemimpin ini tetap harmonis hingga masa akhir jabatan.

Masih belum terlambat untuk kembali merajut tali silaturahmi Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro. Tentu agar suasana Kabupaten Bojonegoro adem dan pembangunan dapat dilaksanakan lebih produktif dan lebih energik. Semua untuk kepentingan rakyat Bojonegoro, seperti janji mereka saat kampanye.

Suara dari pinggir, bukan retak yang kita inginkan tapi rukun dan menyejukkan. Rindu mereka berjalan bersama untuk membangun Bojonegoro.

Penulis : Syafik

Editor : Sujatmiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *