“Sering kali, orang yang pandai mengambil hati selalu menang, sementara orang yang berusaha menjadi diri sendiri malah tidak disukai. Mungkin itu sebabnya orang-orang selalu lebih memilih menjadi penjilat ketimbang orang jujur “
Lexie Xu (Penulis dari Pontianak, Indonesia 1977)
Jika kita melintas di jalan-jalan terutama jalan poros kabupaten di Bojonegoro kita akan mendapati baliho berukuran besar yang bertuliskan
“Terima Kasih Ibu Pembangunan Bojonegoro, DR. HJ. Anna Mu’awanah, M.H. Bupati Bojonegoro. Membangun Sampai Ke Pelosok Bojonegoro, Membangun Bojonegoro, Bu’e Wong Bojonegoro”
Dalam Baliho yang salah satunya dipasang di sebrang Balai Desa Kemamang Kecamatan Balen ini, terpampang foto Bupati Bojonegoro dan juga tercetak tulisan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, artinya yang membuat dan memasang adalah Pemkab Bojonegoro.
Bupati Bojonegoro Anna Muawanah adalah representasi dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro itu sendiri, coba kita lihat balliho atau banner-banner yang lain. Misalnya ucapan selamat Idul Fitri, ada foto Bupati Bojonegoro dengan tulisan Pemkab Bojonegoro mengucapkan selamat idul fitri. Artinya bahwa Bupati Bojonegoro Anna Muawanah Mengucapkan Selamat Idul Fitiri kepada masyarakat Bojonegoro.
Nah kembali soal Baliho ucapan terima kasih ibu pembangunan diatas, bahwa pesan yang disampaikan bisa dibaca “Bupati Bojonegoro Anna Muawanah mengucapkan terima kasih kepada dirinya sendiri” tentu menjadi “saru” kalau tidak mau disebut tidak pantas. Pasalnya tidak lazim seseorang mengucapkan terimakasih untuk dirinya sendiri.
Jika kita pernah mendengar guyonan “timbang ra enek sing ngelem, yo tak lem dewe (daripada tidak ada yang memuji, ya saya puji diri saya sendiri)” maka bisa jadi seperti itulah yang bisa kita pahami dari Baliho ucapan terima kasih ini. Tentu hal seperti kurang elok kalau tidak mau disebut memalukan.
Kalau pembuatan baliho diatas, atas perintah Bupati Anna Muawanah dengan tujuan pencitraan, maka hasilnya bisa jadi kontradiksi dengan tujuan yang diharapkan. Pasalnya harapannya mendapatkan simpati dari masyarakat, tapi hasilnya menjadi antipati.
Namun kalau ini dilakukan oleh bawahan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah untuk mendapatkan simpati kalau tidak mau disebut cari muka atau menjilat, maka tindakan bawahannya ini bias berakibat menjatuhkan kehormatan Bupati Bojonegoro itu sendiri karena pujian yang tidak pada tempatnya.
Berikutnya hal yang kurang tepat dari baliho itu, adalah sebutan Ibu Pembangunan. Mengapa? karena sejauh ini belum ada penghargaan dari Presiden yang memberikan penghargaan kepada Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah sebagai Ibu Pembangunan dalam bentuk Satya Lencana Pembangunan.
Jika kita mencari melalui mesin pencarian google tentang penghargaan Bupati Bojonegoro sebagai Ibu Pembangunan, maka kita akan mendapatkan bahwa Bupati Bojonegoro Anna Muawanah mendapatkan penghargaan sebagai Ibu Pembangunan Infrastruktur dari Media “Memorandum” (https://memorandum.co.id/bupati-anna-muawanah-raih-penghargaan-sebagai-ibu-pembangunan-insfrastruktur-dari-memorandum/)
Pemkab Bojonegoro sebagai lembaga pemerintah tentu kebijakan atau programnya harus selalu ada dasar hukum. Dalam tatanan hukum atau peraturan di Indonesia gelar atau sebutan sebagai Ibu Pembangunan atau Bapak Pembangunan, sudah ada mekanismenya. Yakni Undang-undang nomor 20 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah nomor 35 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan
Bahkan Presiden Soeharto yang pernah menjadi orang terkuat di negeri ini, baru bersedia mendapatkan gelar Bapak Pembangunan setelah ada Keputusan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) nomor V/MPR/1983. Dan Prosesnya sangat panjang, memubutuhkan waktu 16 tahun sejak Presiden Soeharto bekuasa (1967-1983). (https://damarinfo.com/proses-penetapan-soeharto-sebagai-bapak-pembangunan-tak-semudah-yang-dibayangkan/).
Berikutnya akan menjadi pertanyaan ketika Bupati Anna Mu’awanah dalam 4 tahun sudah mendapat sebutan sebagai Ibu Pembangunan? Apa yang menjadi tolok ukurnya? Jika ukurannya panjang jalan yang dibangun, apakah itu sudah cukup untuk mendapatkan gelar terhormat tersebut. Bagiamana dengan sektor-sektor yang lain, soal kemiskinan, soal pendidikan, soal perekonomian, Sektor Pertanian dan sektor pembangunan yang lain.
Jadi alangkah baiknya jika bawahan Bupati Bojonegoro ingin mencari muka atau menjilat dengan memberikan gelar, buatlah seperti yang dilakukan oleh Ali Murtopo saat memberikan gelar Bapak Pembangunan kepada Presiden Soeharto.
Misalnya mendorong kelompok-kelompok masyarakat yang tidak ada kaitannya langsung dengan Pemkab Bojoengoro untuk membuat baliho, banner atau media promosi lainya yang berisi ucapan terima kasih kepada Bupati Anna Mu’awanah.
Manfaatkan media sosial untuk membuat ucapan terima kasih tersebut, gerakkan seluruh jaringan agar ucapan terima kasih tersebut viral. Selanjutnya tinggal mengusulkan kepada Presiden RI untuk mendapatkan Tanda Kehormatan Satya Lencana Pembangunan, nah baru setelah itu, ada dasar untuk menyebut Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah sebagai ibu Pembangunan.
Jadi buatlah upaya yang legal, rasional dan terhormat untuk memberikan gelar atau sebutan untuk Bupati Anna Mu’awanah, toh Pemkab Bojonegoro punya anggaran yang besar yang bisa digunakan untuk itu.
Memberi pujian pada seseorang adalah hal yang wajar sebagai bagian dari pengharggan atas jasa-jasanya, tetapi jika memberi pujian berlebihan dan tidak pada tempatnya akan berakhir memalukan atau bahkan bisa menjerumuskan orang yang dipuji.
Penulis : Syafik