“Wis mboh kono, sak karep karepe negoro (Sudah terserah kehendak Negara),” kata salah satu wali murid setelah tahu bahwa pembelajaran harus kembali dilakukan secara dalam jaringan (daring).
Padahal sebelumnya sudah ada rencana proses belajar mengajar dengan tatap muka, bahkan para wali murid sudah menanda tangani surat pernyataan bermeterai.
Kalimat bernada kesal ini merespon kondisi proses belajar mengajar pekan-pekan ini. Setidaknya setelah pandemic Covid-19 yang belum berakhir. Setidaknya setelah merebak Maret 2020 lalu dan hingga Januari 2021 ini, yang belum ada Nampak berakhir. Bahkan justru virus yang awalnya merebak dari Kota Wuhan, Cina ini, terus berkembang dan mengganas.
Proses belajar-mengajar, sebagaimana disebutkan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim, melalui kanal youtube nya Jum’at 20-Nopember-2020, menyatakan, bahwa pembelajaran tatap muka pada semeseter genap tahun ajaran 2020/2021, bisa dilakukan (tidak wajib), berdasar pada keputusan empat menteri. Yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan. Syaranya : 1. Ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan (toilet bersih, tempat cuci tangan pakai sabun atau handsanitizer, disinfektan), 2. Mampu mengakses fasilitas kesehatan, 3. Kesiapan menerapkan wajib masker, 4. Memiliki Thermogun, 5.Memiliki Pemetaan Warga Sekolah/Madrasah 6. Mendapatkan persetujuan dari komite sekolah atau perwakilan wali murid.
Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri ini juga memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dan Kantor Wilayah dan Kantor Kementerian di Kabupaten untuk memberikan izin pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Namun keputusan tersebut akhirnya dibatalkan pada awal Januari 2021, alasanya yakni penyebaran covid-19 semakin tinggi pada bulan Desember 2020.
Rupanya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Dinas Pendidikan dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Bojonegoro, lebih memilih untuk membatalkan pembelajaran tatap muka dengan alasan penyebaran covid-19.
Dinas Pendidikan mengelurakan Surat Edara bernomor 421/2665/412.201/2020 yang berisi penundaan pelaksanaan pembelajaran tatap muka sekolah di lingkungan Dinas Pendidikan. Penundaan pembelajaran tatap muka dilaksanakan sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Begitu juga Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro melalui surat yang dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Pencegahan Penyebaran Covid-19 pada Madrasah Semester Genap Tahun Pelajaran 2020/2021,juga menunda pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Pada surat yang ditandatangi Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Abdul Wahid ini, memberikan batasan waktu penundaan yakni tanggal 4-16 Januari 2021, Meski tetap akan dievaluasi pelaksanaannya.
Untuk lembaga pendidikan, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan bisa jadi tidak masalah, apapun sistem pembelajaran yang dipakai dan bisa memahami keputusan pemerintah. Namun untuk orang tua/wali murid yang mengetahui perkembangan anak setiap hari, pembelajaran daring lebih banyak madhorotnya daripada manfaatnya.
Tidak adanya kegiatan pembelajaran secara langsung menjadikan anak mencari alternatif kegiatan dan yang paling banyak adalah bermain smart phone, apakah itu tik tok, youtube, game atau aplikasi media sosial yang lain. Dan waktunya banyak dihabiskan untuk bergelut dengan smart phone dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dan ini membuat orang tua sangat khawatir dengan perkembangan anak-anak mereka.
Dampak negatif ini diakui oleh Menteri Pendidikan dalam siaran pers nya pada tanggal 20 Nopmber 2020 lalu, yakni
- Ancaman Putus sekolah, karena anak harus membantu orang tua ditengah krisis covid-19 dan orang tua tidak dapat melihat peranan sekolah dalam proses belajar mengajar jika pembelajaran tidak dilaksanakan dengan tatap muka
- Kendala Tumbuh Kembang. Di antaranya adalah adanya kesenjangan capaian belajar pasalnya perbedaan akses dan proses pembelajaran, khususnya dari aspek sosio ekonomi. Ketidak optimalan Pertumbuhan disebabkan turunya keikutsertaan dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sehingga kehilangan tumbuh kembang yang optimal di usia emas. Dan hilangnya pembelajaran secara berekepanjangan beresiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik kognitif maupun perkembangan karakter
- Tekanan Psikologis dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Anak stres diakibatkan kurangnya interaksi dengan guru, teman dan lingkungan luar ditambah sulitnya pembelajaran jarak jauh. Karena tidak sekolah banyak kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak tidak terdeteksi oleh guru.
Sekolah atau Madrasah sebenarnya pada posisi yang sulit, pasalnya desakan dari orang tua yang sudah kualahan mengendalikan putra-putri mereka dirumah agar melaksanakan pembelajaran tatap muka, sementara kebijakan pemerintah melarang pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Sementara kewenangan pembelajaran tatap muka yang diberikan oleh SKB tiga menteri kepada pemerintah daerah, sekolah dan orang tua, pertama kali akan menyasar sekolah/madrasah jika ada satu atau dua peserta didik atau tenaga pendidik yang terkonfirmasi positif covid-19. Sekolah/Madrasah menjadi sasaran pertanggung jawaban atas peristiwa tersebut. Semua akan mengarahkan jarinya kepada sekolahan/madrasah, baik pemerintah maupun orang tua.
Memang sebuah pilihan yang sulit bagi semua pihak, menjaga anak agar tidak terular virus corona adalah tindakan yang harus dilaksanakan, sementara pendidikan jarak jauh memberikan banyak dampak negatif bagi perkembangan peserta didik baik koginitif maupu perkembangan karakter. Namun tidak ada pihak yang berani mengambil keputusan dengan segala resiko yang diakibatkanya.
Pemerintah Pusat melemparkan tanggung jawabnya kepada pemerintah daerah. Alasannya pemerintah daerah lah yang mengetahui kondisi di daerahnya. Padahal soal data penyebaran covid-19 pemerintah pusat juga mengetahuinya. Pun pemerintah daerah lebih memilih aman, daripada disalahkan jika terjadi penyebaran covid-19 saat pembelajaran tatap muka dilaksanakan. Mengikuti pemerintah sekolahan/madrasah memutuskan untuk tidak melaksanakan pembelajaran tatap muka. Akhirnya anak dan orang tua yang harus menerima akibat dari ketidak beranian pemerintah dalam mengambil keputusan dalam kondisi yang sulit ini.
Bolehlah para penentu kebijakan ini berdebat dengan argumennya masing-masing. Dari pusat, wilayah dan daerah. Toh akhirnya, dua jalan yang tetap dipilih. Sekolah dengan tatap muka atau lewat daring. Akhirnya, ya.. tetap sekolah tetapi dari rumah.
Penulis : Syafik