“Kami mengapresiasi kinerja Bupati Bojonegoro..Kami mengapresiasi kinerja bagian kesra ..kami memberikan apresiasi kepala bagian ULP…Kami mengapresiasi Dinas PMD…Kami Mengapresiasi Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga…Kami mengapresiasi…Kami mengapresiasi….” kata Mitrotin membaca rekomendasi DPRD atas LKPJ Bupati Bojonegoro tahun 2021. Dan kata apresiasi menggema di Ruang Rapat Paripurna Gedung Wakil rakyat Bojonegoro Rabu 23-3-2022, lebih dari 25 kali.
Apresiasi sah sah saja sebagai bagian dari penilaian tetapi harus disesuaikan dengan kondisi obyektifnya dan indikator dasarnya. Pijakannya tentu adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD) yang diturunkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Di dalam dokumen tersebut indikator-indikator target, output, outcomenya jelas. Selanjutnya dibandingkan hasil kinejanya dalam tahun yang sama.

Misal untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dalam Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojoengoro tahun 2018 – 2023, IPM Kabupaten Bojonegoro ditahun 2021, target yang ditetapkan adalah 70,30 – 71,10, ternyata IPM Kabupaten Bojonegoro di bawah target yakni 69,59. Tentu ini bukan hal yang layak untuk diapresiasi.
Contoh lain adalah soal Persentase Kemiskinan dari target yang ditetapkan 12,30 – 11,96, ternyata angkanya diatas target tersebut yakni 13,27. Angka seharusnya semakin menurun bukan semakin meningkat. Apa ini layak mendapatkan apresiasi?
Indikator pembangunan yang lain adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), data BPS menyebutkan angka TPT Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 ternyata 4,28, angka ini jauh dari angka yang ditargetkan dalam RPJMD tahun 2021 yakni 3,15 – 3,10. Apa ini juga layak diapresiasi?

Selanjutnya dari pertumbuhan ekonomi, indikatornya menunjukan angka yang kurang memuaskan, pasalnya tidak memenuhi target yang ditetapkan dalam RPJMD. Angka Pertumbuhan Ekonomi Bojonegoro dengan migas yang ditargetkan sebesar 11,73 – 12,17, namun capaianya malah dibawah nol, yakni -5,45, pun dengan Pertumbuhan ekonomi tanpa migas, dari target 5,85 – 5,93 namun kenyataanya hanya di angka 3,55. Apa alasan yang bisa dijadikan dasar untuk apresiasi?
Salah satu apresiasi yang rasional dan obyektif adalah soal Indeks Desa Membangun (IDM) dengan 103 Desa Mandiri, 254 Desa Maju, 62 Desa Berkembang dan Tidak ada Desa Tertinggal dan Desa Sangat Tertinggal. Capaian ini sesuai dengan target RPJMD Kabupaten Bojonegoro.

Rekomendasi DPRD akhirnya terkesan “subyektif” tanpa data kuantitatif dalam menilai kinerja Pemkab Bojonegoro di tahun 2021 ini. Menjadikan rekomendasi tersebut normatif dan yang pasti tidak aplikatif. Beruntung misalnya ada rekomendasi yang akan dilaksanakan oleh eksekutif dalam hal ini Bupati Bojonegoro.
Apresiasi yang tidak obyektif hanya akan membungkus “borok”. Dan itu membuat semakin parah, pun membahayakan. Apalagi ini menyangkut hajat hidup rakyat Bojonegoro, ini soal nasib satu juta lebih manusia. Ini soal uang triliunan milik rakyat Bojonegoro yang semestinya dikelola untuk kepentingan rakyat Bojonegoro.
RPJMD adalah pijakan utama untuk mengukur kegagalan atau keberhasilan dan itu adalah kesepakatan bersama dari Pemkab dan DPRD. Sehingga kedua pihak semestinya dapat saling terbuka untuk masyarakat Bojonegoro, bukan malah bersepakat untuk menutup hal-hal yang tak tercapai dalam pembangunan dengan kata Apresiasi.
RPJMD seolah disembunyikan dibalik baju mewah para petinggi Bojonegoro agar yang tampak adalah tampilan keberhasilan yang tidak berdasar pijakan hukumnya, untuk membodohi rakyat Bojonegoro.
Bisa jadi kebanyakan rakyat di Bojonegoro saat ini, Tak tahu atau tak peduli dengan “borok” itu. Namun “borok” yang semakin parah akan menyadarkan rakyat, bahwa mereka telah dibohongi, dan bisa jadi mereka lebih memlilih tidak percaya kepada para petinggi kabupaten terkaya kedua di Jawa Timur ini. Faham!
Penullis : Syafik
Editor : Sujatmiko