Surat Redaksi
Enek Pagebluk, Ojo Metu Nek Dipangan Betoro Kolo

oleh 216 Dilihat
oleh
(Ilustrasi Pagebluk, Editor : Syafik)

Peristiwa pandemi corona yang terjadi saat ini dalam budaya Jawa disebut pagebluk. Ketika pagebluk terjadi pada masa lampau saat masyarakat jawa masih memegang teguh tradisinya, begitu mudah petinggi negara waktu itu memaksa orang untuk berdiam diri di rumah. Pendekatan bahasa mistis, menjadi senjata komunikasi utama. Memunculkan sosok betoro kolo, lampor, dan tokoh tokoh menyeramkan lainya ternyata efektif. Pernyataan -pernyataan mistis sudah cukup membuat masyarakat  berdiam diri di rumah, “Enek pagebluk, ojo metu ko ngomah, ndak dipangan betoro kolo, buto ijo, kolor ijo, atau tokoh-tokoh menakutkan lainya”.

Kondisi Masyarakat memang telah  berubah. Masyarakat yang berada pada fase transisi kalau tidak bisa dibilang “magak”.  Yakni Rasionalitas belum tuntas,sementara tradisional sudah kadung ditinggalkan. Akhirnya ketika disodori dalil keilmuan yang dirinya belum sampai pada ilmunya, sudah ditolak. Buktinya bermunculan status -status di media sosial yang bukan dari ahli medis soal corona dan itu tidak sepenuhnya benar.

Imbauan dari Pemerintah Pusat, Provinsi hingga Kabupaten /Kota, tidak mendapatkan perhatian serius oleh sebagian besar masyarakat. Seolah mereka tidak terpengaruh dengan informasi dan berita soal corona, meski puluhan orang dinyatakan meninggal baik di Indonesia maupun di dunia karena virus membahayakan ini.

Per Senin 23-3-2020, Pukul 11.00 WIB saja, secara global di Dunia, jumlah yang sudah terinfeksi virus yang muncul pertama kali di Kota Wuhan, Propinsi Hubei Cina ini, sudah mencapai 292.142 orang, dan yang meninggal 12.784 orang, sementara di Indonesia sendiri 514 orang sudah terkonfirmasi terinfeksi virus corona ini, dan sudah ada 48 orang meninggal. Dan ini menyebar di 17 Propinsi di Indonesia.

(Infografis Update Covid-19 Per Senin 23 Maret 2020 Pukul 11.00 WIB. Sumber : https://covid19.kemkes.go.id/. diakses pada 23-3-2020, pukul 15.00 WIB)

Imbauan Pemerintah untuk menghindari kerumunan, dibalas dengan tetap ramainya pusat perbelanjaan. Salah satu contohnya  di Kota Bojonegoro. Parkir sepeda motor dan mobil penuh. Pasar kota dan desa pun penuh sesak masih seperti biasa.

Baca Juga :   Zona Merah, Sholat Ied dengan Protokol Kesehatan Ketat

Pemerintah Pusat hampir tiap hari memberikan update perkembangan kasus corona di Indonesia. Pun Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro, mengeluarkan instruksi, surat edaran dan mekanisme pemerintahan yang dimiliki. Namun perayaan peringatan keagamaan tetap saja dilaksanakan, resepsi pernikahan tidak ditunda. Tentu dengan berbagai alasan untuk tetap melaksanakan. Misalnya sudah dipersiapkan sebelum adanya virus corona, undangan sudah terlanjur menyebar. Meski berita penderita covid-19 di Kota Solo yang ikut membantu memasak pada acara pernikahan yang berdampak banyak orang tertular atas virus jahat, beredar di media nasional.

Pemerintah pun tetap bersabar mencoba memahami keadaan masyarakat. Dengan terus melakukan sosialisasi, bahkan Kapolri Jenderal Idham Aziz sudah mengeluarkan maklumat. Namun belum juga membuat masyarakat untuk mengurangi bepergian ke keramaian. Pun juga mengadakan acara keramaian.

(Maklumat Kapolri Dalam Menghadapi Virus Corona. Tanggal 19-3-2020)

Sebagai informasi bagaimana Negara Italia harus menyesal karena masyarakatnya mengabaikan imbauan pemerintah yang berseliweran  di media sosial. Jelas sekali bahwa Negara berpenduduk sekitar 61 juta jiwa itu sudah ratusan warganya meninggal karena virus ini. Namun seolah menjadi angin lalu oleh masyarakatnya. Negara yang tersohor dengan menara Pizza dan juga Liga Italia, itu pun kini tak berdaya diamuk virus corona.

Pun di media sosial, perdebatan bukan pada  bagaimana saling mengingatkan soal bahaya virus corona. Juga bagaimana pencegahannya. Namun masih saja suasana Pemilihan Presiden terbawa dalam status yang ditampilkan. Hiruk pikik suasana politik tahun 2019 lalu masih menyeret-nyeret dua masa ketika itu.

Baca Juga :   Sehari, Positif Corona 10 Orang di Bojonegoro

Pemerintah Pusat masih bersabar dengan tetap tidak mau lockdown. Meski ini, masih jadi perdebatan dan tarik ulur. Dua pilihan, pilih ekonomi lumpuh atau masyarakatnya sakit tak berdaya tertular virus corona. Kondisi ini ditunjukkan dengan beberapa kota/kabupaten sudah bersiap-siap  mengunci rapat daerahnya dari orang untuk tidak keluar masuk. Ini sebagai salah satu cara menahan laju penuluaran virus corona.

Pilihan lain, yaitu social distancing (berinteraksi dengan jaga jarak) yang untuk sementara masih diberlakukan, meski cara ini tidak tahu akan bertahan sampai kapan. Tapi tentu ini jadi pekerjaan aparat dan petugas untuk lebih ekstra kerjanya untuk mendatangi satu per satu kerumunan warganya. Lockdown, social distanting, atau menutup diri (isolasi) di rumah masing-masing sebagaimana yang diberlakukan di sejumlah daerah. Dari mulai DKI Jakarta, yang meliburkan anak-anak sekolah hingga miniml tiga pekan. Pun diikuti daerah lain, termasuk Bojonegoro.

(Imbauan Bupati Bojonegoro di Instagram @anna_muan32)

Ok, kita kini tengah berada di fase, dimana jika grafik persebaran virus corona, cenderung meningkat. Tetapi tentu bukan itu, kemauan kita. Maksudnya, bagaimana kita dan juga para pemangku kebijakan berupaya memerangi dan menekan persebaran virus laten itu, tidak terus menerus menggerogoti dan membunuh masyarakat. Tentu kita semua bisa saling bersinergi.

Kini  ada  muncul jargon: “Bela Negara adalah tetap tinggal di rumah”. Jargon itu maknanya sama dengan cara orang-orang dahulu. Yaitu, Enek Pagebluk, Ojo Metu Nek Dipangan Betoro Kolo (ada penyakit jangan keluar rumah, nanti dimakan betoro kolo (tokoh jahat) yang kita artikan sebagai penyakit.

Tentu ini, menarik, di tengah perdebatan juga kebingungan dalam masyarakat. Ada cara sederhana yang ditawarkan. Ayukk, kita berfikir realistis, jaga kesehatan dan tetap tinggal di rumah.

Penulis : Syafik

Editor : Sujatmiko

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *