Kabupaten Bojonegoro bisa jadi boleh berbangga dengan keberadaannnya sekarang ini. Di tengah carut-marutnya pertumbuhan ekonomi global, kabupaten yang pernah masuk lima besar kategori daerah miskin di Jawa Timur ini, masih kuat dan tidak limbung.
Ya, sebagaimana ditegaskan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah bahwa saat ini pertumbuhan ekonomi seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur mengalami penurunan.
“Namun, bagi Kabupaten Bojonegoro, penurunan terjadi tidak begitu signifikan yaitu di angka 0,40 persen atau berada di uturan kedua se-Jawa Timur,” tegas bupati perempuan pertama di Kabupaten Bojonegoro ini, dalam Pembukan Musrenbag Kabupaten Bojonegoro pada 31 Maret 2021 lalu.
Soal penurunan ekonomi, secara statistik kita tentu bisa melihat data. Tetapi, memang jika ditelaah mendalam, banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Dan Bojonegoro-cukup beruntung, karena mendapat banyak keuntungan dengan hadirnya proyek minyak dan gas bumi. Dan tentu fakta ini tidak terbantahkan. Karena dalam kurun waktu, 10 tahun terakhir ini, duit melimpah sehingga Bojonegoro masih dianggap aman untuk urusan anggaran.
Salah satu faktor turunnya ekonomi, yaitu pandemi virus Covid-19. Dan tentu saja dampak pandemi ini telah menekan perekonomian dunia, Indonesia dan tentu saja termasuk Kabupaten Bojonegoro. Mahluk yang tak kasat mata itu telah mengakibatkan resesi dunia. Akibatnya kehidupan ekonomi penduduk dunai mengalami kesulitan. salah satu ukuran yang dipakai adalah Pertumbuhan Ekonomi, istilah yang dipakai untuk pertumbuhan ekonomi negatif adalah kontraksi.
Pandemi yang sudah satu tahun berjalan ini, menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 terkontraksi sebesar 2,07 persen. Kondisi jawa timur tidak lebih baik dari kondisi perekonomian nasional dengan kontraksi sebesar 2,39 persen. Namun Kabupaten Bojonegoro mencatat kontraksi jauh lebih rendah dari Jawa Timur dan nasional, pertumbuhan ekonomi Bojonegoro hanya terkontraksi sebesar 0,4 persen. Nilai ini menjadi terendah kedua setelah Kabupaten Sampang, Madura yang hanya terkontraksi sebesar 0,29 persen. Artinya Bojonegoro lebih beruntung dari kabupaten/kota lain. Meski sempat oleng tapi tidak sampai roboh dan tetap kokoh. Meski demikian, masa pandemi belum tahu kapan akan berakhir ini.
Hampir semua sektor menjadi penyumbang terjadinya kontraksi ekonomi di Bojonegoro. Dari 17 kelompok sektor dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas harga konstan 2010 menurut lapangan usaha, sektor Jasa Usaha Lainya menjadi penyumbang terjadinya kontraksi dengan pertumbuhan -16 persen. Sementara sektor yang mampu menahan laju kontraksi di Bojonegoro adalah sektor jasa Kesehatan dan kegiatan sosial lainya dengan pertumbuhan positif yakni 10,1 persen.
Sama dengan di Bojonegoro, di Jawa Timur yang menjadi penyumbang terjadinya kontraksi adalah sektor jasa lainya dengan nilai pertumbuhan -13,80 persen. untuk sektor yang menahan laju pertumbuhan ekonomi ke arah negatif adalah sektor informasi dan telekomunikasi dengan nilai pertumbuhan sebesar 9,83 persen. disusul dari sektor kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 8,70 persen.
Namun sayangnya, tingginya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bojonegoro tidak mampu membuat kabupaten di ujung barat provinsi jawa timur ini melesat. Setidaknya ini bisa dilihat dari indikator-indikator pembangunan yang lain. Pergerakan Kabupaten Bojonegoro lambat sehingga masih masuk kelompok kabupaten dengan indikator pembangunan yang sedang bahkan terendah.
Sebut saja Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tahun 2020 Kabupaten Bojonegoro masih masuk dalam 15 Kabupaten di Jawa Timur dengan IPM terendah. Dengan IPM 69,04. Bojonegoro masih dicatat oleh Badan Pusat Statistik dalam Buku Bojonegoro dalam Angka tahun 2021, masuk dalam kategori 15 Kabupaten termiskin di Jawa Timur, yakni pada urutan ke 11 dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 161 ribu penduduk. Tapi masih melebihi Lamongan dan Tuban. Lamongan penduduk miskinnya sebanyak 164 ribu, sementara tuban lebih banyak lagi yakni 187 ribu penduduk.
Tentu pembangunan bukan adegan sulapnya Deddy Corbuzier dengan mengucap sim salabim kain berubah menjadi baju. Ada proses panjang yang menjadikan Bojonegoro pada titik ini. dibutuhkan strategi pembangunan yang jitu, agar besarnya anggaran dapat mempercepat Bojonegoro untuk meninggalkan kelompok kabupaten jumlah penduduk miskin terbanyak, IPM terendah dan banyak indikator lain yang menempatkan Bojonegoro pada posisi yang belum baik.
Tapi minimal pada saat pandemi pertumbuhan ekonomi kita juara dua di Jawa Timur. Kondisi ini dapat dijadikan pemicu untuk membuat kebijakan yang berpihak pada pembangunan bukan pada pemenuhan hajat hidup kelompok.
Selamat untuk Bojonegoro menjadi juara dua.
Penulis : Syafik