“.Menanti kejujuran, harapkan kepastian,. Hanya itu yang sanggup aku lakukan..” mungkin lagu dari Gong 2000 ini tepat untuk menggambarkan suasana hati Anwar Sholeh saat ini.
Bagaimana tidak, laporan pertama Anwar Sholeh tentang dugaan perbedaan nama ijazah S1 dari Anna Muawanah dengan ijazah jenjang di bawahnya yakni MA, MTs dan MI, sudah berusia lebih dari satu tahun.
Namun hingga kini belum ada kepastian dari pihak kepolisian.
Bandingkan saja dengan kasus laporan Budi Irawanto tentang dugaan pencemaran nama baik, yang berusia lebih muda atau hanya hitungan bulan sudah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyelidikan (SP3).
“Ini soal keadilan dan kebenaran,” begitu tegasnya Anwar Sholeh menyampaikan alasan dirinya melaporkan perkara ini. Anwar Sholeh pun rajin bertanya kepada kepolisian minimal sebulan sekali tentang perkembangan laporannya ke Penyidik Kepolisian Resort (Polres) Bojonegoro. dan pihak kepolisian juga rajin menjawab dengan mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP).
Namun nyatanya laporan pertama tertanggal 1 Maret 2021 hingga Akhir Maret 2022 pun belum menunjukan titik terang dan belum ada kepastian.
“Perjuangan” begitu Anwar Sholeh menyebutnya, untuk mendapatkan kepastian hukum dari laporannya tidak main-main. Buktinya dia berkirim surat kepada para petinggi negeri ini dari Kapolda, Kapolri, Kompolnas hingga ke Presiden dan banyak instansi negara mendapat tembusannya.
Tidak hanya itu, Anwar Sholeh bahkan mendatangi langsung Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri di Jakarta, untuk menyampaikan pengaduan secara langsung.
Para pihak pun sebenarnya merespon surat aduan Anwar Sholeh. Kompolnas misalnya sudah membalas dengan surat bernomor B-24488B/Kompolnas/I/2022 yang isinya Kompolnas telah meminta klarifikasi kepada Kapolda Jawa Timur dan untuk ditindaklanjuti dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Namun kasus ini belum juga mendapatkan kepastian dari hasil penyelidikannya.
“Seharusnya pijakannya kan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 12 Tahun 2009.” Begitu Anwar Sholeh memberikan penegasan soal batas waktu penyelidikan perkara yang dilaporkannya itu. Pada pasal 31 ayat 2 disebutkan batas waktu penyelesaian perkara dihitung sejak diterimanya Surat Perintah Penyidikan meliputi:
- 120 hari untuk penyidikan perkara sangat sulit
- 90 hari untuk penyidikan perkara sulit
- 60 hari untuk penyidikan perkara sedang
- 30 hari untuk penyidikan perkara mudah.
Kalau yang dilaporkan itu adalah masuk kriteria perkara yang sangat sulit pun, batas waktunya hanya 120 hari ya meski penyidik bisa mengajukan perpanjangan waktu. Tapi kalau dihitung berarti sudah ada tiga kali pengajuan perpanjangan penyelidikan.
Namun sayangnya, Perkap nomor 12 tahun 2009 ini telah dicabut dan digantikan dengan Perkap nomor 14 tahun 2012. Perkap ini pun sudah dicabut diganti dengan Peraturan Kapolri (Perkap) nomor 6 tahun 2019 tentang penyidikan tindak pidana. Dalam Perkap yang baru ini tidak menyebutkan batas waktu penyelidikan dan penyidikan. Perkap yang baru hanya mewajibkan penyelidik menyebutkan waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penyelidikan (pasal 15 ayat 2 huruf f). (https://www.peraturanpolri.com/2015/12/peraturan-kapolri-nomor-14-tahun-2012.html)
Namun meski demikian apakah penyelidikan dalam waktu satu tahun lebih tidak bisa memberi kepastian ?
Pemahaman Anwar Sholeh, perkara yang dilaporkan sebenarnya tidak sulit-sulit amat. Kuncinya kan tinggal menanyakan kepada terlapor,
“Punya penetapan pengadilan untuk perubahan nama apa tidak?”
Kalau punya penetapan pengadilan selesai lah perkara nya., Artinya perubahan namanya memang sesuai peraturan perundang-undangan, penyidik tinggal membuat Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2Lid).
Kalau tidak punya penetapan pengadilan tentang perubahan nama, berarti ada dugaan tindakan pidana dalam peristiwa yang dilaporkan. Tentu semua harus melalui gelar perkara (Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2 Perkap nomor 6 tahun 2019)
Namun ternyata pemahaman Anwar Sholeh ini berbeda dengan pemahaman hukum dari para penegak hukum di Polres Bojonegoro. Ada bukti yang masih harus dilengkapi, meski Anwar Sholeh telah menyerahkan banyak bukti dokumen, meski penyidik telah memeriksa belasan saksi.
Akibatnya sampai dua kali puasa Ramadan ternyata tidak kunjung ada kepastian atas perkara yang dilaporkannya.
“Sebenarnya susahnya dimana ya perkara ini?” sebuah pertanyaan yang Anwar Sholeh belum juga mengetahui jawabannya.
Namun Anwar Sholeh masih tetap optimis bahwa Aparat Kepolisian akan profesional dan jujur dalam melakukan penyelidikan laporanannya meski yang dilaporkan saat ini menjadi Bupati Bojonegoro.
Namun setidaknya kepastian hukum dari pelapor dan terlapor menjadi pertimbangan dalam menangani laporan masyarakat. Karena Kepastian Hukum adalah salah asas penegakan hukum.
Jika lebih jauh bisa ditilik pada Undang-undang Dasar (UUD) tahun 1945 pasal 28D ayat 1
“ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakukan yang sama di muka hukum”
Anwar Sholeh (masih) menunggu kejujuran dan harapkan kepastian..
Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko