Bulan Agustus 2020 mungkin tanpa hirup pikuk karnaval dan genderang marcing band yang berbaris di jalan. Mungkin juga tak ada gegap gempita memeriahkan 17 Agustus sebagai Hari Ulang Tahun Kemeredekaan Republik Indonesia ke 75 di tahun 2020 ini.
Maklum momentum tujuhbelasan tahun ini, Negeri ini tengah dirundung pelbagai masalah akibat pandemi virus corona. Tentu saja pebagai acara atraktif dan bergelora, berbeda jauh dari sebelumnya. Yang biasanya di kampung-kampung ramai oleh gempita warna merah putih. Anak-anak kecil, remaja dan Ibu-ibu ikut lomba meniup balon, makan kerupuk, hingga tangkap belut di comberan, yang ditunggu-tunggu, bisa jadi tak ada di tahun 2020 ini.
Yang diperbolehkan, hanya menghias dan mempercantik kampung dan jalan-jalan protokol kota dengan asesoris simbul 17-an Agustus. Warna merah putih yang diberupakan bendera, umbul-umbul atau bentuk lain, menghiasi wajah kota. Namun aturan larangan mengumpulkan massa, berdesak-desakan memang tak dianjurkan bahkan dilarang. Maklum, protokol kesehatan atas virus corona diperketat. Ini juga sebagai upaya pemerintah melindungi masyarakat agar tidak tertular virus jahat ini. Jadinya, ikuti saja apa imbauan pemerintah atas kondisi Negeri yang tengah dirundung duka akibat pandemi corona.
Lihat saja, penularan virus corona kian menjadi-jadi dan para pasiennya telah di depan mata kita. Sejumlah rumah sakit rujukan kini, sebagian besar telah merawat pasien virus corona. Tentu keadaan ini secara nalar tak pernah terfikirkan, jika pandemi berdampak seperti ini. Banyak orang meninggal, pun juga sejumlah dokter dan para medis meregang nyawa tertular virus corona. Data di Ikatan Dokter Indonesia (IDI) ada 72 dokter meninggal tertular virus ini, terhitung, (Kompas Minggu 2 Agustus 2020). Tentu kita tetap harus waspada atas merebaknya wabah ini.
Di Kabupaten Bojonegoro misalnya, jumlah yang terpapar positif virus sebanyak 246 orang, dimana 27 di antaranya meninggal, data Minggu 2 Agustus 2020. Yang juga membuat sedih, dari 28 kecamatan di Bojonegoro, hanya menyisakan dua kecamatan yang warganya belum tertular virus corona. Yaitu Kecamatan Margomulyo dan Kecamatan Kedewan—dua daerah yang lokasinya berjauhan dari pusat Pemerintahan Kabupaten Bojonegoro.
Sementara data secara nasional sebaran virus corona jumlahnya juga terus bertambah. Untuk jumlah terapar poitif virus corona total sebanyak 111.455 orang, dirawat sebanyak 103,246 orang, sembuh sebanyak 68.975 orang, dan meninggal dunia sebanyak 5.236 orang. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Timur, jumlah positif sebanyak 22.04, sembuh sebanyak 15.068 orang dan meninggal dunia mencapai 1.719 orang, terhitung Minggu 2-Agustus 2020.
Pandemi corona yang dimulai Maret hingga Agustus 2020 ini, menjadikan pelbagai sektor lamban bergerak. Tak ada pembelajaran di sekolah-sekolah. Yang ada para murid diminta belajar di rumah. Pasalnya tak ada proses belajar mengajar dengan cara tatap muka. Proses belajar mengajar hanya lewat daring (belajar lewat jaringan internet). Belakangan ini, tempat-tempat umum, warung kopi dan sebagainya, laris dijadikan mangkal anak-anak. Mereka membawa gatget. Kalau ditanya, dijawab: Mengerjakan tugas sekolah. Padahal, tak sedikit yang main game online. Duh..
Sektor industri, sejumlah daerah merasakan dampak pandemi corona ini. Di Kabupaten Bojonegoro, beberapa bulan lalu, ada produk makanan lokal buatan Kecamatan Balen, yaitu keripik singkong yang sudah ekspor ke sejumlah Negara. Seperti ke Cina, Amerika dan juga ke negara di Timur Tengah. Namun, sejak pandemi corona mendera, ekspor keripik lokal disetop, mulai Maret 2020 silam. Tetapi, sejak satu bulan ini, produk keripik singkong sudah mulai diserap di pasaran lokal.
Kondisi lengang dan sepi juga mudah kita ditemukan di fasilitas publik. Misalnya di Stasiun Kota Bojonegoro atau di Terminal Rajekwesi. Sejak pandemi mendera, bus jurusan Bojonegoro-Surabaya yang jika normal ada sekitar 90 unit bus beroperasi—tiga bulan silam April hingga Juni—sepi tak operasi. Para kenek dan sopir bus, banyak nganggur di rumah. Padahal sebagian dari mereka adalah tulang punggung ekonomi keluarga. Sedih memang.
Pandemi corona juga membuat sejumlah proyek pemerintah untuk sementara terhenti. Setidaknya selama tiga bulan, terhitung mulai April hingga Juni silam. Sedangkan anggaran yang disediakan untuk penanggulangan virus corona di Bojonegoro cukup besar. Menurut Kepala Bagian Humas Pemkab Bojonegoro, Masirin, jumlah anggaran sebesar Rp 957 miliar (dikutip Medcom.id 2 Juli-2020).
Dan sejak diberlakukan New Normal, dimulai Pemerintah Pusat di Jakarta, pada awal Juni 2020 lalu, pelan-pelan ada dinamika. Pegawai di pemerintahan mulai dikenakan masuk dan bekerja. Proyek pemerintah, seperti pembangunan jalan, jembatan atau fasilitas umum lainnya juga bergerak. Di terminal bus Rajekwesi Bojonegoro, yang lengang dan sepi, sejak awal Juni lalu, sudah ada bus yang melayani trayek Bojonegoro-Surabaya. Orang yang awalnya was-was keluar rumah takut tertulir virus yang dibawa dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina ini, kini telah banyak berkerumun. Belanja di pasar atau beraktivitas lainnya di tempat umum.
Dorongan untuk tampil beraktivitas juga dilakukan oleh para pekerja seni (seniman) di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Mereka nekat menggelar aksi demo dan meminta Pemerintah Blora memberikan izin agar diperbolehkan manggung lagi. Praktisnya, dorongan orang untuk beraktivitas tampil di publik kian kuat.
Program new normal, sebagai pintu masuk beraktivitas kembali, memang jadi kontradiktif. Larangan tak boleh berkerumun, atau semacam kewajiban tetapi boleh dilanggar. Sanksinya jika melanggar, yaitu berisiko tertular virus corona. Makanya dengan digulirkannya program new normal ini, tinggal dikembalikan ke individu. Mau sehat mesti mengikuti aturan dan menerapkan protokol kesehatan. Silahkan, pilih sehat atau tertular virus.
Kini, di tengah momentum 17 Agustus HUT Kemerdekaan RI ke 75 dengan jargon Indonesia Maju, jadi evaluasi sekaligus proyeksi. Kemana arah ke depannya setelah ada pandemi virus corona ini. Ibarat kata bijak, mundur selangkah untuk bergerak maju.
Penulis : Sujatmiko