Sunan Bonang Wali yang Membujang hingga Akhir Hayatnya

oleh 2664 Dilihat
oleh
(Suasana Komplek Makam Sunan Bonang Kutoarjo Tuban, Kamis, 17-2-2022. Foto Rozi)

Damarinfo.com –Komplek Makam Sunan Bonang di Kutoarjo Kecamatan Kota Tuban Kabupaten Tuban tampak lebih sepi dari biasanya, pada Kamis 17-Februari-2022, siang. Hanya ada beberap rombongan yang mengitari dinding bangunan joglo tempat Sunan Bonang bersemayam. “Kalau hari Sabtu-Minggu biasanya ramai mas,” kata penjual mie ayam di depan Masjid Agung Tuban yang berlokasi di timur kompleks makam tersebut.

Sunan Bonang atau nama kecilnya Mahdum Ibrahim dipercaya oleh sebagian umat Islam sebagai Waliyulloh yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Putra dari Raden Rahmat atau lebih dikenal sebagai Sunan Ampel ini, ternyata hingga akhir hanyatnya tidak beristri atau membujang. Setidaknya tidak ada catatan sejarah tentang istri maupun anak-anak dari Sunan Bonang. Seperti dalam Buku Atlas Walisongo karangan Almarhum Agus Sunyoto.

Mengutip dari buku B.J.O. Schrieke dalam Het Book van Bonang (1916), Agus Suyoto menuliskan dalam bukunya bahwa Sunan Bonang atau Mahdum Ibrahim diperkirakan lahir sekitar tahun 1465 Masehi dan tidak bisa lebih awal dari itu. Mahdum Ibrahim lahir dari pasangan Raden Rahmad (Sunan Ample) dan Nyai Ageng Manila putri Aryo Tedjo Bupati Tuban. Dan Silsilahnya diyakini bersambung hingga ke Nabi Muhammad melalui Siti Fatimah dan Ali bin Abi Thalib.

(Masjid Sunan Bonang Tahun 1941-1953. sumber : ktlv)

Dalam hal keilmuan, Sunan Bonang belajar pengetahuan dan ilmu agama dari ayahandanya sendiri, yaitu Sunan Ampel. Ia belajar bersama santri-santri Sunan Ampel yang lain seperti Sunan Giri, Raden Patah, dan Raden Kusen. Selain dari Sunan Ampel, Sunan Bonang juga menuntut ilmu kepada Syaikh Maulana Ishak, yaitu sewaktu bersama-sama dengan Raden Paku Sunan Giri ke Malaka dalam
perjalanan haji ke Tanah Suci

Baca Juga :   Koresponden Damarinfo Beri Pelatihan Menulis ke Siswa SD di Tuban

Menurut Babad Daha- Kediri, usaha dakwah awal yang dilakukan Pangeran Mahdum Ibrahim ( Sunan Bonang) di pedalaman Kediri adalah dengan pendekatan yang cenderung bersifat kekerasan. Sebagai akibat pendekatan dakwahnya yang keras itu, dalam Babad Daha- Kediri dikisahkan bagaimana Sunan Bonang menghadapi resistensi dari penduduk Kediri berupa konfl ik—dalam bentuk perdebatan maupun pertarungan fisik.

Rupanya, setelah kurang berhasil melakukan dakwah di Kediri, menurut naskah Hikayat Hasanuddin, Sunan Bonang pergi ke Demak atas panggilan “Pangeran Ratu” untuk menjadi imam Masjid Demak. Yang dimaksud “Pangeran Ratu”, kiranya adalah sebutan bagi Raden Patah, yaitu kakak ipar Sunan Bonang.

Sebutan Sunan Bonang diberikan kepada Pangeran Mahdum Ibrahim putra Sunan Ampel ini, kiranya berkaitan dengan kediaman barunya di Desa Bonang di Demak. Sebagai imam yang tinggal di Bonang, masuk akal jika Pangeran Mahdum Ibrahim kemudian disebut dengan gelar hormat Sunan Bonang yang bermakna guru suci yang berkediaman di Bonang.

Demikianlah, setelah meninggalkan jabatan imam Masjid Demak, Sunan Bonang dikisahkan tinggal di Lasem. Menurut naskah Carita Lasem, pada tahun 1402 Saka (1480 M), Sunan Bonang tinggal di bagian belakang dalem Kadipaten Lasem, kediaman kakak kandungnya, Nyai Gede Maloka, janda dari mendiang Pangeran Wiranagara, Adipati Lasem.

Baca Juga :   Polisi Tuban Tangkap Pencuri Kotak Amal Masjid

Dalam berdakwah, Raden Mahdum Ibrahim dikenal sering menggunakan wahana kesenian dan kebudayaan untuk menarik simpati masyarakat. Salah satunya dengan perangkat gamelan Jawa yang disebut bonang.

(Gerbang Makam Sunan Bonang Tahun 1941 – 1953. Sumber :ktlv)

Dalam proses reformasi seni pertunjukan wayang, Sunan Bonang dikenalsebagai dalang yang membabar ajaran rohani lewat pergelaran wayang. Menurut Primbon milik Prof. K.H.R. Mohammad Adnan, Sunan Bonang diketahui selain meneliti pengembangan ilmu pengetahuan juga telah menyempurnakan susunan gamelan atau menggubah irama lagu-lagu (kanjeng susuhunan bonang hadamel susuluking ngelmi, kaliyan hamewahi ricikanipun hing gangsa, hutawi hamewahi lagunipun hing gending).

Sunan Bonang yang dikenal menguasai pertunjukan wayang dan memiliki pengetahuan mendalam tentang kesenian dan kesusastraan Jawa, juga diketahui telah menggubah sejumlah tembang tengahan macapat. Salah satu dari gubahan Sunan Bonang dalam tembang macapat yang termasyhur adalah Kidung Bonang yang disampaikan dalam pupuh Durma.

Menurut catatan Sadjarah Dalem, Sunan Bonang dikisahkan hidup tidak menikah atau membujang sampai wafatnya. Penjelasan ini sama dengan Carita Lasem yang menggambarkan Sunan Bonang sejak tinggal di Lasem sampai tinggal di Tuban tidak memiliki seorang ist ri. Dalam Babad Tanah Jawi pun tidak disebut adanya istri dan putra dari Sunan Bonang

Penulis : Syafik
Sumber : Buku Atlas Walisongo Karya Profesor Agus Sunyoto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *