Siti Hajar : Pengorbanan Perempuan Untuk Peradaban Dunia

oleh -
oleh

“Hai Ibrahim! Ke mana kau akan pergi. Meninggalkan kami di lembah ini dimana tidak ada seorang pun di sini menemani kami, juga tidak ada apa pun untuk kami makan?”

Siti Hajar R.A. atau dalam Arab kuno diartikan sebagai bunga dari tanah Mesir–mengulangi pertanyaan itu berkali-kali. Tetapi Nabi Ibrahim A.S tidak menoleh pada istrinya. Lalu istrinya bertanya lagi, “Apakah Allah memerintahkan engkau untuk melakukannya?” Nabi Ibrahim A.S. bersabda, “Ya.” Istrinya lalu berkata, “Maka Dia tidak akan meninggalkan kita.”

Petikan percakapan terakhir suami istri yang diceritakan oleh Ibnu Abbas, adalah bukti pengorbanan seorang perempuan atas keimanan dan ketaatan kepada Tuhanya. Hidup tanpa suami dan harus mengurus bayinya, di daerah yang tidak mungkin untuk dijadikan tempat untuk hidup. Yakni sebuah gurun pasir tandus, tanpa penghuni, tanpa air tanpa tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber makanan.

Ini adalah pengorbanan berikutnya, setelah sebelumnya Siti Hajar harus patuh untuk mengikuti perintah suaminya atas perintah Tuhan agar Ibrahim A.S, suaminya membawa Siti Hajar bersama bayinya ke tanah tandus yang tidak ada apapun untuk  sumber kehidupan.

Baca Juga :   Saat Malaikat "Cemburu" pada Nabi Ibrahim

Namun berbekal iman kepada Tuhannya, Istri kedua Ibrahim ini, menjalani kehidupan di dekat tempat berdirnya Ka’bah. Saat perbekalan dan air sudah habis, Siti Hajar pun merasakan kebingungan, kekhawatiran, kegalauan, kesusahan bercampur jadi satu, terlebih melihat bayi yang bernama Ismail itu.

Tanpa tahu apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan asupan makanan untuk hidup, Siti Hajar bergerak seraya terus berdoa kepada Tuhannya. Berlari dari satu bukit yang bernama Shafa dan Marwa, yang sudah pasti tidak akan mendapatkan apapun dengan kondisi gurun pasir yang terik itu. Dan Berharap ada kafilah yang lewat untuk dimintai pertolongan.

Baru di ujung lelahnya Tuhan mengutus malaikat untuk menyediakan air sebagai sumber kehidupan utama. Air saja tentu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan bayi yang harus disusui nya. Namun air yang selanjutnya disebut zam zam itulah yang menarik para Kafilah untuk datang dan bertukar kebutuhan hidup dengan Siti Hajar dan Ismail.

Saat kehidupanya sudah mulai tertata, ismail pun tumbuh menjadi anak yang sehat dan tampan, Suaminya Ibrahim datang lagi ke daerah yang saat ini dikenal dengan Mekah. Kecintaan Siti Hajar sebagai Ibu, harus diuji lagi. Saat Ibrahim meyakini mendapatkan perintah dari Tuhannya untuk mengorbankan Ismail dengan cara menyembelih.

Baca Juga :   Pandemi Corona, Polres Bojonegoro Minta Warga Tak Takbir Keliling

Pilihanya tentu merelakan anaknya disembelih oleh Ayahnya sendiri sebagai bukti cinta dan taatnya pada Tuhan atau tidak mematuhi perintah Tuhanya.

Sebuah pilihan yang amat sangat berat bagi seorang ibu, dan Siti Hajar merelakan Ibrahim untuk menyembelih putranya sendiri.

Pengorbanan Siti Hajar sebagai bukti kepatuhan dan kecintaanya kepada Tuhan diberikan ganjaran oleh Tuhan yakni para nabi sesudah Ibrahim adalah dari garis keturan Ibrahami baik dari Siti Hajar maupun dari Siti Sarah.

Dan Nabi adalah pembawa peradaban dari Tuhan untuk disampaikan dan dilaksanakan oleh manusia di dunia.

Salah satu keturunan Nabi Ismail adalah Nabi terakhir yakni Muhammad yang merupakan keturuan ke 60.

Dan Muhammad disebut oleh Michael H Hart dalam bukunya “The 100” sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia.

Selamat Hari Raya Idul Adha

Penulis : Syafik

Editor : Sujatmiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *