Sahkah Penyusunan Raperda Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan di Bojonegoro?

oleh 137 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by chatgpt)

Bojonegoro, damarinfo.com – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan kembali mencuat di DPRD Kabupaten Bojonegoro. Namun, muncul pertanyaan krusial: benarkah raperda yang kini dibahas adalah naskah lama yang pernah disahkan pada 2022, namun ditolak oleh Gubernur Jawa Timur?

Fakta ini diungkapkan oleh salah satu anggota Panitia Khusus (Pansus) Dana Abadi Pendidikan DPRD Bojonegoro. Lasuri Ia menyebut, “Raperdanya sama dengan yang dulu pernah disahkan, jadi naskah akademiknya juga sama.

Padahal, penolakan Gubernur saat itu didasarkan pada tiga alasan utama:

  1. Belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) tentang tata cara pembentukan dan pengelolaan Dana Abadi Daerah (DAD).
  2. Belum tersedia kode rekening khusus untuk dana abadi dalam aplikasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD).
  3. Tidak adanya regulasi sebagai dasar hukum nasional bagi pembentukan Dana Abadi Daerah.

Payung Hukum Baru: Apakah Sudah Diakomodasi?

Sejak 4 Januari 2024, Pemerintah Pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024, disusul Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64 Tahun 2024 yang secara khusus mengatur Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Dana Abadi Daerah (DAD).

Dalam regulasi ini, proses pembentukan DAD harus mengikuti tiga tahapan utama yang dijabarkan secara rinci dalam Pasal 5 hingga Pasal 11:

Baca Juga :   Kajian Sor Keres Seri-8 Bupati Bojonegoro Jelaskan Soal Dana Abadi Pendidikan

🔹 1. Tahap Persiapan (Pasal 7)

  • Menyusun Rancangan Perda yang minimal memuat sumber dana, pengelola, dan mekanisme pelaporan.
  • Menyusun KUA-PPAS yang mencantumkan alokasi dana DAD.
  • Menyiapkan Unit Pengelola DAD (UPD) dan infrastrukturnya.
  • Dana awal dapat berasal dari SiLPA atau sumber sah lainnya.

🔹 2. Tahap Penilaian (Pasal 8–10)

  • Pemda mengirim surat permohonan pembentukan DAD kepada Menteri Keuangan.
  • Disertai lampiran: kerangka acuan, rencana kerja, rancangan perda, dokumen UPD.
  • Menteri menilai usulan, dibantu pertimbangan dari Menteri Dalam Negeri.
  • Jika disetujui, daerah dapat melanjutkan ke tahap penetapan.

🔹 3. Tahap Penetapan (Pasal 11)

  • Penetapan Perda Dana Abadi.
  • Pengalokasian DAD sebagai pengeluaran pembiayaan dalam APBD.

Syarat awal bagi daerah yang ingin membentuk DAD juga ditegaskan dalam Pasal 6:

  • Harus memiliki kapasitas fiskal tinggi atau sangat tinggi.
  • Telah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) untuk pelayanan dasar publik.
  • Tidak sedang dalam status otonomi khusus, kecuali ada pengecualian.
(Infografis, sumber : PMK 64 tahun 2024)

Namun hingga kini, naskah akademik yang digunakan dalam pembahasan Raperda Dana Abadi Bojonegoro masih merujuk pada dokumen lama yang belum merujuk pada PP nomor 1 tahun 2024 dan  PMK Nomor 64 Tahun 2024 ini.

Baca Juga :   Partai Demokrat Bojonegoro Dorong Dana Abadi juga untuk Pondok Pesantren

Pernyataan Sekda: Sudah Sesuai?

Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Bojonegoro, Joko Lukito, menyebut bahwa dokumen telah diperbarui.

“Seingat saya, sudah disesuaikan dengan ketentuan terkini,” ujar Joko Lukito.

Ia juga menambahkan bahwa dalam Forum Group Discussion (FGD) yang akan digelar pada Rabu, 16 April 2025, seluruh aspek—baik dasar hukum maupun substansi Raperda—akan dikupas secara terbuka.

Sah atau Tidak Sah?

Pertanyaan kritis pun muncul: Apakah sah menyusun Perda Dana Abadi Pendidikan Berkelanjutan dengan naskah akademik yang belum sepenuhnya mengikuti regulasi terbaru?

Terlebih, proses resmi berupa permohonan ke Menteri Keuangan serta penilaian lintas kementerian sebagaimana diatur dalam Pasal 8 hingga Pasal 10 PMK 64/2024, tampaknya belum dijalankan.

Situasi ini memunculkan kekhawatiran soal legalitas dan kelanjutan pelaksanaan Perda. Apalagi, jumlah dana yang direncanakan konon mencapai triliunan rupiah, menjadikan keabsahan hukum seluruh proses menjadi krusial.

Antara Semangat dan Ketergesaan

Semangat membentuk Dana Abadi Pendidikan tentu patut diapresiasi. Namun jika landasan hukumnya belum kokoh, maka ketergesaan hanya akan melahirkan kebijakan yang rawan gugatan.

Dalam konteks tata kelola keuangan daerah yang sehat, transparansi, akurasi dokumen, dan kepatuhan terhadap regulasi pusat adalah harga mati.

Penulis : Syafik

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *