Bojonegoro Incar Peringkat Dua Produksi Padi Jawa Timur, Mungkinkah?

oleh 178 Dilihat
oleh
(Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro Wiwit Panen di Desa Sidodadi, Sukosewu, Senin 30-6-2025. Foto:https://baghumas.bojonegorokab.go.id/berita/baca/518)

Damarinfo.com – Bojonegoro punya lahan, Ngawi punya hasil. Itulah ironi yang selama ini mewarnai perbandingan dua kabupaten tetangga di barat Jawa Timur dalam soal produksi padi. Selama bertahun-tahun, Kabupaten Ngawi tak tergoyahkan sebagai penghasil padi nomor dua di Jawa Timur, tepat di bawah Kabupaten Lamongan. Sementara itu, Bojonegoro hanya bertahan di peringkat ketiga—padahal punya luas panen yang lebih besar.

Kini, arah baru mulai dibentangkan. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro di bawah kepemimpinan Bupati Setyo Wahono dan Wakil Bupati Nurul Azizah menargetkan satu hal penting: menyalip Ngawi, dan mengamankan posisi sebagai produsen padi kedua terbesar di Jawa Timur.

Luas Panen Unggul, Tapi Produksi Kalah

Jika ditilik dari data BPS Jawa Timur tahun 2024, posisi Bojonegoro memang menunjukkan potensi:

  • Luas Panen Bojonegoro: 131.220,56 ha

  • Luas Panen Ngawi: 123.075,68 ha
    Selisih: +8.144,88 ha untuk Bojonegoro

Namun dari sisi hasil:

  • Produksi Padi Bojonegoro: 710.527,18 ton

  • Produksi Padi Ngawi: 765.703,53 ton

Artinya, meskipun lahan Bojonegoro lebih luas, namun hasil panennya tetap lebih rendah. Pola ini bukan hal baru—telah berlangsung konsisten sejak 2019.

Baca Juga :   Bojonegoro, Tiga Besar Kabupaten Penghasil Beras di Jawa Timur

Tren Produksi Padi 2018–2024: Bojonegoro vs Ngawi

1. Luas Panen (Ha)

Sepanjang 2018–2024, Bojonegoro selalu unggul luas panen dibanding Ngawi:

Tahun Bojonegoro Ngawi Selisih
2018 134.770 121.761 +13.009
2020 135.635 125.908 +9.727
2024 131.221 123.076 +8.145

Kesimpulan: Bojonegoro konsisten memiliki lahan panen lebih luas setiap tahunnya.

2. Produktivitas (kuintal/Ha)

Tapi di sisi produktivitas, Ngawi selalu unggul jauh:

Tahun Bojonegoro Ngawi Selisih
2018 55,84 61,33 -5,49
2020 53,74 66,54 -12,8
2024 54,15 62,21 -8,06

Kesimpulan: Selisih produktivitas mencapai 5–13 kuintal/ha, berdampak besar terhadap total produksi.

3. Produksi Padi (Ton)

Ngawi secara konsisten menghasilkan padi lebih banyak, kecuali di tahun 2018:

Tahun Bojonegoro Ngawi Kabupaten Unggul
2018 752.513 746.763 Bojonegoro
2019–2024 692.073 – 710.527 755.939 – 837.773 Ngawi

Kesimpulan: Keunggulan luas lahan Bojonegoro belum mampu menyaingi produktivitas Ngawi.

Tantangan Bojonegoro: Produktivitas, Bukan Luasan

Dari semua data di atas, satu hal jelas: Bojonegoro tidak kekurangan lahan. Yang menjadi pekerjaan rumah besar adalah produktivitas—bagaimana menghasilkan lebih banyak padi dari setiap hektare sawah.

Selisih produksi padi antara Bojonegoro dan Ngawi dalam satu tahun bisa mencapai 50–100 ribu ton, meski Bojonegoro punya lahan lebih luas. Itu berarti potensi besar sedang terbuang percuma.

Baca Juga :   Bojonegoro di Puncak: Penguasa Produksi Padi Jawa Timur Awal Tahun 2025

Solusi: Naikkan Hasil, Bukan Tambah Lahan

Jika ingin menyalip Ngawi, Bojonegoro tak perlu membuka sawah baru. Yang dibutuhkan adalah:

  • Modernisasi teknologi pertanian

  • Penggunaan varietas unggul dan benih adaptif

  • Perbaikan irigasi dan manajemen air

  • Peningkatan SDM petani dan penyuluh

  • Reformasi distribusi pupuk dan input pertanian

Dengan langkah ini, selisih produktivitas 8–10 kuintal per hektare bisa dipangkas. Bila setara saja dengan produktivitas Ngawi, Bojonegoro bisa melampaui 775 ribu ton per tahun.

Arah Baru untuk Padi Bojonegoro

Langkah Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang menargetkan posisi kedua dalam produksi padi adalah ambisi yang rasional, berbasis data. Dengan keunggulan lahan dan dukungan kebijakan, produktivitas bisa ditingkatkan melalui inovasi dan pendampingan.

Karena pada akhirnya, pertanian bukan sekadar soal luas tanah, tapi seberapa cerdas dan efisien kita mengolahnya. Jika Bojonegoro berhasil menjawab tantangan itu, bukan hanya Ngawi yang akan terkejar—tapi juga ketahanan pangan lokal yang makin kokoh.

Penulis : Syafik

Sumber data : BPS Jawa Timur