Damarinfo.com – Ekonomi Kabupaten Bojonegoro sedang menghadapi ancaman serius akibat penurunan produksi minyak dan gas (migas), yang selama ini menjadi tumpuan utama pertumbuhan ekonomi daerah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bojonegoro, pada tahun 2023, laju pertumbuhan ekonomi daerah hanya mencapai 2,47%, jauh di bawah rata-rata tahun sebelumnya.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bojonegoro Kiki Ferdiana menyampaikan Ekonomi Bojonegoro sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan dan penggalian. Produksi Minyak dan Gas (Migas) dipengaruhi oleh faktor alam, tahun ini produksi migas yang merupakan share terbesar ekonomi Bojonegoro mengalami penurunan, sehingga menarik pertumbuhan ekonomi sektor-sektor lain menjadi tumbuh sebesar 2,47 persen.
“Jika dilihat pertumbuhan ekonomi non Migas ekonomi Bojonegoro tumbuh 5,17 persen, bisa dibandingkan dengan Kabupaten/Kota yang tidak memiliki Migas” Kata Kiki Ferdiana.

Ketergantungan Ekonomi pada Migas
Selama bertahun-tahun, perekonomian Bojonegoro terlalu bergantung pada sektor migas. Ketika sektor ini melemah, efek domino terlihat di berbagai sektor lainnya, yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi terhambat.
Namun, pertumbuhan ekonomi non-migas justru menunjukkan angka yang lebih stabil, dengan laju pertumbuhan sebesar 5,17% pada 2023. Sektor-sektor seperti pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan informasi-komunikasi berhasil menahan laju perlambatan ekonomi daerah.
Tantangan Sektor Non-Migas
Meski sektor non-migas tumbuh stabil, kontribusi terhadap PDRB masih rendah dibandingkan sektor migas. Pertanian, yang sempat menjadi andalan, menunjukkan tren penurunan kontribusi dari 21,06% pada 2019 menjadi 19,61% pada 2023.
Industri pengolahan juga perlahan bangkit setelah mengalami kontraksi pada 2020, dengan pertumbuhan sebesar 5,26% pada 2023. Namun, kontribusinya terhadap PDRB hanya meningkat tipis dari 11,87% menjadi 11,93%.

Pemerintah Harus Bertindak
Untuk menghadapi situasi ini, pemerintah daerah Bojonegoro harus mengambil langkah-langkah konkret. Penyerapan APBD yang masih menyisakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tinggi, dengan Rp 3,22 triliun tidak terserap pada tahun 2022, perlu segera dioptimalkan. Dana ini seharusnya digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mendiversifikasi ekonomi, agar ketergantungan terhadap migas bisa dikurangi.
Diversifikasi ekonomi dengan pengembangan sektor-sektor seperti industri pengolahan, pertanian, dan pariwisata menjadi langkah penting untuk mengurangi dampak negatif penurunan produksi migas. Selain itu, pemberdayaan UMKM dapat menjadi tulang punggung ekonomi lokal yang lebih tahan terhadap gejolak sektor pertambangan.
Bojonegoro berada di persimpangan kritis. Penurunan produksi migas tidak hanya menjadi ancaman ekonomi, tetapi juga sinyal bahwa sudah saatnya daerah ini melepaskan ketergantungan yang berlebihan pada satu sektor. Optimalisasi sektor-sektor lain yang memiliki potensi besar, seperti pertanian, industri pengolahan, dan pariwisata, harus menjadi prioritas ke depan.
Pilkada 2024 menawarkan harapan baru bagi masyarakat Bojonegoro. Para calon bupati dan wakil bupati yang akan bertarung harus mampu menghadirkan visi yang jelas untuk diversifikasi ekonomi daerah ini. Lebih dari sekadar janji politik, mereka diharapkan mampu mengakselerasi pembangunan yang berkelanjutan dan memastikan bahwa anggaran daerah benar-benar terserap untuk kesejahteraan masyarakat. Bojonegoro membutuhkan pemimpin yang berani mengambil langkah nyata dalam mengurangi ketergantungan pada migas dan menciptakan peluang ekonomi baru bagi generasi mendatang.
Pemimpin Bojonegoro berikutnya haruslah sosok yang mampu membawa perubahan, memastikan bahwa ekonomi daerah tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan bertransformasi untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Masyarakat menunggu gebrakan nyata dari para calon untuk mewujudkan masa depan yang lebih sejahtera dan berkeadilan bagi semua.
penulis :: Syafik