Bojonegoro, damarinfo.com — Polemik seputar debat terbuka Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bojonegoro hingga kini belum mencapai titik terang. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bojonegoro belum memutuskan jadwal dan format debat terbuka berikutnya.
Persoalan ini bermula dari Berita Acara (BA) Kesepakatan Nomor 312/PL.02.04-BA/3522/2024 yang ditandatangani oleh empat komisioner KPU, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta perwakilan pasangan calon (Paslon) 01 dan Paslon 02 pada 24 September 2024.
Paslon nomor urut 01, Teguh Haryono – Farida Hidayati, meminta perubahan atas kesepakatan tersebut dengan alasan bahwa BA tersebut melanggar Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 serta Keputusan KPU Nomor 1363 Tahun 2024 yang mengatur teknis kampanye Pilkada. Namun, permintaan ini ditolak oleh Paslon 02, Setyo Wahono – Nurul Azizah.
Bagaimana Kedudukan Hukum Kesepakatan Ini?
Praktisi hukum Agus Susanto Rismanto menjelaskan bahwa sebuah kesepakatan memiliki kekuatan hukum setara dengan undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
“Pembatalan sebuah kesepakatan hanya bisa dilakukan melalui keputusan hakim,” jelas Agus, yang pernah menjabat sebagai anggota Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro.
Agus, yang akrab disapa Gus Ris, menambahkan bahwa Berita Acara yang dibuat ini adalah akta otentik karena ditandatangani oleh otoritas (KPU dan Bawaslu) serta pihak-pihak yang sah (narahubung Paslon 01 dan Paslon 02).
Sebagai tambahan, Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan kesepakatan kedua belah pihak atau alasan-alasan yang ditentukan undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”
Selain itu, Pasal 1266 KUHPerdata juga mengatur syarat batal dalam kesepakatan timbal balik. Apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, persetujuan tidak batal secara otomatis, tetapi pembatalan harus dimohonkan melalui pengadilan. Hakim, dengan mempertimbangkan keadaan, dapat memberikan jangka waktu bagi pihak yang tidak memenuhi kewajiban untuk melaksanakannya, yang tidak boleh lebih dari satu bulan.
Penulis : Syafik