damarinfo.com – Bagaimana kabar populasi kambing di Jawa Timur? Ada yang melejit, ada yang merosot, dan ada pula yang bertahan di tengah ketidakpastian. Data BPS Jawa Timur (2017 – 2024) membawa kita menelusuri dinamika peternakan kambing yang ternyata lebih menarik dari sekadar angka.
Jawa Timur: Lumbung Kambing yang Tak Pernah Sepi
Pada 2024, populasi kambing di Jawa Timur menembus 5 juta ekor—naik hampir 50% sejak 2017. Angka ini menjadikan provinsi ini sebagai salah satu pusat ternak kambing terbesar di Indonesia.
Namun, di balik lonjakan itu, tidak semua daerah berjalan seiring. Ada yang melesat seperti Ponorogo dan Malang, ada yang terjerembap seperti Sumenep dan Pamekasan. Di mana posisi Bojonegoro dan kabupaten-kabupaten di sekitarnya?
Bojonegoro: Si Tangguh yang Pernah Terpeleset
Sebagai salah satu daerah dengan tradisi peternakan kuat, Bojonegoro mencatat 145.698 ekor kambing pada 2024—menempatkannya di peringkat ke-14 se-Jawa Timur.
Perjalanan angkanya cukup berliku:
-
2017–2022: Stabil naik dari 129.503 ke hampir 160.000 ekor.
-
2023: Turun drastis 10%, diduga akibat wabah atau dampak cuaca ekstrem.
-
2024: Mulai bangkit, meski belum kembali ke puncak.
Bojonegoro seolah petinju yang sempat tersungkur, tapi terus berusaha berdiri. Bisakah ia kembali menjadi salah satu pusat kambing terkuat di Jawa Timur?
Tetangga-Tetangga Bojonegoro: Siapa yang Ngebut, Siapa yang Tertinggal?
1️⃣ Ngawi: Melaju Tanpa Tanding
-
Populasi 2024: 176.641 ekor (peringkat 9).
-
Pertumbuhan: Naik 121% sejak 2017.
Ngawi ibarat motor balap yang melaju kencang. Entah karena kebijakan pemerintah atau terobosan peternak lokal, pertumbuhannya paling mencolok di kawasan barat Jawa Timur.
2️⃣ Tuban: Stabil di Jalur Tengah
-
Populasi 2024: 153.379 ekor (peringkat 12).
-
Pertumbuhan: +17% sejak 2017.
Tuban mungkin bukan bintang, tapi juga bukan pecundang. Konsistensinya patut diapresiasi.
3️⃣ Lamongan: Tergeser dari Arena
-
Populasi 2024: 88.096 ekor (peringkat 24).
-
Performa: Turun 15% sejak 2017.
Lamongan seperti tim bola yang terus kalah bertanding. Apakah karena lemahnya dukungan? Atau ada faktor lain yang belum terjawab?
4️⃣ Nganjuk: Kalah Sebelum Finish
-
Populasi 2024: 103.754 ekor (peringkat 20).
-
Performa: Turun 16%, bahkan datanya sempat hilang di 2023.
Nganjuk bagai pelari yang kehabisan napas di tengah lomba. Bangkit? Bisa. Tapi jelas butuh strategi baru.
Pelajaran dari Lintasan Kambing Jawa Timur
Apa yang bisa kita pelajari dari angka-angka ini? Bahwa konsistensi lebih berharga daripada kejutan sesaat. Ngawi dan Tuban membuktikan, naik perlahan tapi pasti bisa membawa daerah bertahan di puncak.
Resiliensi adalah kunci. Bojonegoro, meski sempat terpukul, menunjukkan bahwa jatuh bukan berarti kalah. Justru dari pukulan itu, kemampuan untuk bangkit menjadi nilai lebih yang menentukan.
Sementara itu, Lamongan dan Nganjuk adalah alarm peringatan. Mereka mengingatkan kita bahwa tanpa dukungan, inovasi, dan perhatian serius, sektor peternakan bisa tergelincir kapan saja.
Karena Setiap Kambing Memiliki Cerita
Di balik setiap angka populasi kambing, ada cerita tentang petani yang berjuang di tengah cuaca yang tak menentu. Ada keluarga yang menggantungkan hidup dari hasil ternak, dan ada desa-desa yang mencoba bertahan di tengah arus perubahan zaman.
Bojonegoro, Ngawi, Tuban, Lamongan, Nganjuk—semuanya berbagi panggung dalam peta besar ketahanan pangan Jawa Timur. Ada yang berlari kencang, ada yang bertahan dengan napas panjang, dan ada pula yang tertinggal di lintasan. Tapi mereka semua mengajarkan satu hal: peternakan bukan sekadar soal untung-rugi, melainkan tentang ketekunan, resiliensi, dan harapan.
Peternak tidak butuh pujian, mereka butuh dukungan nyata—vaksinasi yang tepat waktu, pasar yang adil, dan akses permodalan yang masuk akal. Pemerintah, petani, dan kita sebagai konsumen, semua punya peran. Karena saat kita membeli produk lokal, kita sesungguhnya sedang menjaga denyut hidup ekonomi rakyat.
Jawa Timur memang punya potensi menjadi lumbung kambing nasional. Tapi jalan ke sana bukan ditentukan oleh angka-angka di atas kertas. Ia ditentukan oleh tangan-tangan yang tak pernah lelah di kandang, oleh keputusan-keputusan kecil di rapat desa, dan oleh kesadaran kita semua untuk tak melupakan produk lokal di pasar-pasar kita.
Penulis : Syafik
Sumber data : BPS Jawa Timur