Ketika Pisang Menjadi Cerita: Malang Berjaya, Bojonegoro yang Lelah

oleh 2285 Dilihat
oleh
Produksi pisang jawa timur dan bojonegoro
(Ilustrasi by chatgpt)

damarinfo.com – Di tanah subur Jawa Timur, pisang bukan sekadar buah. Ia adalah bagian dari meja makan, pasar, hajatan, dan penghidupan ribuan keluarga. Namun, siapa sangka, di balik angka statistik yang tampak datar, tersembunyi kisah penuh drama: tentang kabupaten yang melambung tinggi, dan tentang wilayah yang mendadak kehilangan daya.

Malang: Sang Raja yang Tak Tertandingi

Tahun 2024, data resmi menyebut: produksi pisang Jawa Timur turun tipis—hanya 1,2% dari 2023. Tapi di balik angka itu, ada kabar luar biasa: Kabupaten Malang sendirian menghasilkan lebih dari separuh pisang Jawa Timur—sekitar 14,5 juta kuintal. Jumlah itu mengalahkan gabungan produksi dari 20 kabupaten lain.

Malang adalah raja. Ladang-ladang pisangnya tumbuh seperti pasukan yang tertata rapi. Petani di sana tersenyum, cuaca bersahabat, distribusi lancar, dan harga cukup stabil. Pisang di Malang dirawat seperti aset emas.

Bojonegoro: Dari Papan Atas ke Jurang Penurunan

Namun di sisi barat, Bojonegoro sedang lelah. Tahun 2023, Bojonegoro sempat menanjak ke jajaran lima besar produsen pisang Jatim. Tapi di 2024, ia tersungkur. Produksinya anjlok hingga 372 ribu kuintal. Penurunan setara 74 juta kilogram buah—jumlah yang tak bisa diabaikan.

Baca Juga :   Dinas Pertanian Bojonegoro Berupaya Rampungkan Kartu Tani

Apa yang terjadi?

Jawabannya bisa dimulai dari Kecamatan Kedungadem. Wilayah ini selama bertahun-tahun menjadi tulang punggung pisang Bojonegoro, menyumbang lebih dari 70% produksi kabupaten. Tapi tahun ini, ia goyah. Produksinya turun 19%. Bojonegoro, seperti tim sepak bola yang mengandalkan satu penyerang, langsung kehilangan taji ketika penyerang andalan cedera.

Krisis makin dalam ketika melihat Kapas dan Ngambon.

Kapas, yang tahun lalu menghasilkan 138 ribu kuintal, kini tinggal 4.460 kuintal. Turun 96%—seperti es batu meleleh di tengah panas ladang.

Ngambon pun tak jauh berbeda. Dari 63 ribu kuintal, kini hanya 6.326 kuintal. Penyebabnya diduga: alih fungsi lahan ke komoditas lain, atau serangan hama. Bahkan, data menunjukkan 60% petani pisang Kapas beralih ke jagung tahun lalu.

Oase Kecil: Margomulyo dan Temayang Mulai Tumbuh

Di selatan Bojonegoro, Margomulyo dan Temayang justru memperlihatkan sinyal kehidupan. Margomulyo melonjak 192%, dan Temayang 96%. Memang kontribusi mereka masih kecil, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa rebound bukan mustahil.

Baca Juga :   Harga Mahal, Camat Ngraho Imbau Petaninya Tanam Cabai

Ada beberapa akar masalah:

  • Ketergantungan berlebihan pada 1-2 kecamatan, yang menciptakan risiko sistemik tinggi.

  • Dampak iklim (misalnya El Niño 2023–2024) yang menghantam wilayah seperti Banyuwangi dan Bojonegoro.

  • Alih komoditas: banyak petani mengganti pisang dengan tanaman yang dinilai lebih menguntungkan seperti jagung.

Padahal, pasarnya tetap ada. Bojonegoro memiliki Pasar Pisang Terbesar di Jatim bagian barat. Bila produksi lokal bisa kembali meningkat, pasar tersebut bisa menyerap hasil panen sebelum perlu ekspor.

Pisang, Petani, dan Pilihan Masa Depan

Pisang memang tidak berbicara, tapi dari batangnya yang rebah dan buahnya yang mengecil, ia sedang menyampaikan pesan: bahwa ketahanan pertanian butuh inovasi, bukan sekadar mengulang pola lama.

Diversifikasi wilayah tanam, regenerasi petani muda, penggunaan bibit tahan hama, serta dukungan teknologi pertanian adalah kunci. Dan yang paling penting: keberanian untuk berubah, sebelum lahan berubah lebih dulu.

Penulis : Syafik

Sumber data : Jawa Timur dalam Angka tahun 2025, BPS Jawa Timur, Bojonegoro dalam Angka Tahun 2025, BPS Bojonegoro