damarinfo.com – “Tak dikenal berarti tak disayang,” tulis seorang koresponden Java-Bode dengan nada getir. Rembang—yang kala itu mencakup wilayah Bojonegoro dan Tuban—meski kaya akan keunikan, seolah hidup dalam bayang-bayang ketidakpedulian. Padahal, setiap jengkal tanahnya menyimpan kisah: dari fosil hewan purba raksasa di Padangan, sungai misterius yang muncul dari celah batu di Rèngel, hingga gua-gua stalaktit dengan lorong-lorong menyerupai labirin.
Yang menarik, masyarakat lokal telah lama memanfaatkan kekayaan alam dengan kearifan yang luar biasa. Jauh sebelum ilmu pengetahuan modern mengakui manfaat minyak bumi, warga Ngoempak telah menggunakannya sebagai penerangan. Begitu pula mata air panas bitumen di Singgahan yang dipercaya memiliki khasiat pengobatan dan digunakan secara turun-temurun.
Air Terjun Nglirip: Mahakarya Alam yang Membisu
Di antara semua keajaiban alam Rembang, Air Terjun Nglirip di Kabupaten Tuban merupakan salah satu mahakarya yang paling menakjubkan. Bayangkan, sebuah sungai kecil yang mengalir tenang tiba-tiba jatuh bebas dari ketinggian lebih dari 24 meter, membentuk air terjun yang dikelilingi tebing hijau nan subur.
Saat musim hujan, airnya berubah menjadi tirai cokelat yang deras; sementara di musim kemarau, alirannya terpecah menjadi tiga sulur keperakan yang memantulkan cahaya matahari seperti kristal.
“Sulit menentukan mana yang lebih memesona,” tulis sang koresponden, “air terjunnya, dinding jurang yang dipenuhi pakis raksasa, atau tebing batu yang menjadi latar gelap bagi tirai air putih ini.”
Bahkan fotografer kenamaan H. Veen—yang dikenal karena ketepatan dokumentasinya—disebut gagal menangkap seluruh kemegahan Nglirip dalam satu bidikan.
Lebih dari sekadar indah, Nglirip juga menyimpan nilai penting bagi kehidupan masyarakat. Airnya mengairi ribuan hektare sawah dan memungkinkan para petani di Pèngkol dan Mërgosono menanam padi dua kali dalam setahun—sebuah kemewahan di wilayah yang kerap dilanda kekeringan.
Konon, pada dekade 1870-an, seorang pengusaha Eropa sempat berencana membangun pabrik gula di sana, meski proyek tersebut akhirnya tidak terealisasi.
Jejak Sunan Bonang dan Kota yang Lahir dari Meteor
Di wilayah Bonang, Tuban—dekat Lasem—terdapat kisah yang tak kalah menarik. Legenda Sunan Bonang dan Raden Said (Sunan Kalijaga) masih hidup dalam ingatan kolektif masyarakat. Makam Sunan Bonang di Toeban dikelilingi cerita mistis, termasuk asal-usul nama “Toeban” yang diyakini berasal dari kata tiban—meteorit dalam bahasa Jawa kuno—yang merujuk pada batu langit yang jatuh di daerah ini.
Di Kabupaten Bojonegoro, terdapat pula patung phallus Kiai Dherpo di puncak Gunung Pandan dan gua pertapaan kuno di Soenggo, yang diyakini sebagai tempat meditasi para asketik.
“Sayangnya, banyak situs ini kini terlupakan,” tulis sang penulis, “sebagaimana industri kayu Rembang yang pernah jaya di masa kolonial namun kini hanya tinggal kenangan.”
Goewo-Teross: Kontras yang Menenangkan
Jika Nglirip menyuguhkan kemegahan yang bergemuruh, maka Goewo-teross—yang terletak beberapa kilometer ke hilir—adalah antitesisnya. Tempat ini menawarkan kedamaian. Di sini, air dan batu seolah berdamai, menciptakan lanskap sederhana namun menyentuh jiwa.
“Di Goewo-teross, alam berbicara dalam bahasa sunyi,” tulis sang koresponden. Ia mengajak pembaca untuk mengapresiasi keindahan yang tak selalu harus spektakuler—karena terkadang, justru kesederhanaanlah yang paling menggetarkan.
Warisan Alam dan Budaya yang Kaya
Catatan kolonial tahun 1879 juga mengungkap sejumlah kekayaan alam dan budaya lain dari Bojonegoro dan Tuban:
-
Sumber api abadi di Dander yang menyala dari dalam tanah
-
Sungai Rong yang mengalir dari celah batu di Rengel
-
Sungai bawah tanah di Jenu yang konon terhubung dengan sumber air tawar di pantai Tuban
-
Fosil hewan purba di Padangan
-
Mata air panas berbitumen di Singgahan yang digunakan untuk pengobatan
-
Pohon randu alas raksasa yang batangnya dipenuhi ukiran nama—di antaranya diduga milik tokoh-tokoh legendaris. Sayangnya, pohon tersebut telah tumbang beberapa tahun sebelum 1879.
Permata yang Tersembunyi
Laporan Java-Bode tahun 1879 mengingatkan kita bahwa Bojonegoro dan Tuban bukan sekadar wilayah pinggiran dalam peta sejarah kolonial. Di balik keterasingannya, daerah ini menyimpan kekayaan alam dan budaya yang luar biasa: dari pegunungan hingga mata air, dari gua sunyi hingga air terjun megah, dari cerita rakyat hingga jejak peradaban.
Kini, ketika geliat pariwisata mulai mengarah ke tempat-tempat yang autentik dan belum terjamah, barangkali sudah saatnya kita kembali menengok pesona Bojonegoro dan Tuban—dua wilayah yang sejak dahulu telah menyuguhkan keajaiban, namun masih menunggu untuk benar-benar dikenal dan disayangi.
Penulis : Syafik
Sumber : (Koran Java-bode edisi 14-03-1879, diterjemahkan dengan chatgpt.com)