“Rekayasa” Pemberitaan vs Realitas Data: Pesantren adalah Pilar Utama Pendidikan Indonesia

oleh 37 Dilihat
oleh
(Pintu Gerbang Pondok Pesantren Lirboyo. foto : lirboyo.net)

Gerbong Pengetahuan dari Nusantara

damarinfo.com- Gerbong-gerbong kereta api yang melintasi Nusantara, dari ujung Aceh hingga tanah Papua, mungkin tak lagi mengangkut rempah seperti berabad-abad silam. Kini, mereka membawa kargo yang tak kalah berharganya: puluhan ribu santri yang menempuh perjalanan menimba ilmu. Mereka adalah sungai-sungai manusia yang mengalir menuju lautan pengetahuan bernama Pondok Pesantren.

Belakangan, dunia pesantren kembali menjadi sorotan setelah tayangan di salah satu televisi swasta dinilai banyak pihak memberikan informasi yang tidak pantas tentang pesantren dan kiai. Salah satu pesantren legendaris, Lirboyo di Kediri, ikut terseret dalam arus pembicaraan publik tersebut.

Menanggapi hal ini, Ketua DPRD Bojonegoro Abdulloh Umar menegaskan bahwa lembaga penyiaran memiliki tanggung jawab moral dan profesional yang besar.

“Media wajib memastikan konten tidak menyinggung nilai agama, pesantren, atau ulama. Saya sangat menyayangkan bagaimana acara semacam itu bisa lolos tayang. Ini kelalaian serius yang mencederai marwah pesantren dan para kiai,” ujarnya.

Antara Sorotan Media dan Realitas Lapangan

Kekeliruan sebagian media dalam menggambarkan pesantren sering kali berakar dari jarak kultural dan perspektif urban. Banyak jurnalis dan produser konten tidak memahami ekosistem sosial pesantren yang khas: cara belajar yang kolektif, relasi guru-murid yang egaliter, serta disiplin moral yang berbasis spiritual. Akibatnya, pesantren kerap dipotret dalam bingkai hiburan atau sensasi, bukan sebagai lembaga pendidikan yang mencetak generasi bangsa.

Namun, ketika sorotan kamera terbatas pada satu sudut sempit, data justru membuka pandangan yang lebih luas tentang betapa vitalnya peran pesantren bagi negeri ini.

Nasional: Benua Santri dengan Sejuta Wajah

Bayangkan sebuah benua pendidikan. Di dalamnya terdapat 42.300 “negeri” (lembaga pesantren) yang dihuni oleh 3,2 juta “warga” (santri), dengan 236 ribu “pengajar bijak” (ustadz dan ustadzah) yang membimbing mereka. Itulah wajah pesantren Indonesia berdasarkan data EMIS Kemenag.

Dari keseluruhan pesantren itu, 60 persen masih menjaga khazanah klasik kitab kuning—bagai pepohonan tua yang akarnya menghunjam dalam—sementara 40 persen lainnya telah bertransformasi menjadi pesantren integratif yang memadukan ilmu agama dan pengetahuan umum.

Baca Juga :   Santri pun Dapat Beasiswa Kuliah S1 dan S2. Apa saja Syaratnya?

Sebaran pesantren di Indonesia tidak merata. Pulau Jawa menjadi episentrum, menampung 76,6% pesantren dan 59,4% total santri nasional. Di antara provinsi di pulau ini, Jawa Barat memiliki jumlah pesantren terbanyak (12.961), sedangkan Jawa Timur menjadi “ibu kota santri” dengan populasi mencapai 692.005 orang. Angka ini menunjukkan bahwa pesantren bukan lembaga pinggiran, melainkan arus utama pendidikan rakyat.

Jawa Timur: Samudera Santri yang Dinamis

Jika pesantren Indonesia adalah sebuah samudera, maka Jawa Timur adalah lautan terluas dan paling dinamis. Dengan lebih dari 692 ribu santri, provinsi ini menjadi pusat pendidikan Islam berbasis komunitas terbesar di Indonesia.

Menariknya, tren modernisasi justru menguat di sini. Lebih dari 54% pesantren di Jawa Timur telah bertransformasi menjadi model integratif yang mengajarkan kitab kuning sekaligus ilmu formal.

Dari 38 kabupaten/kota, arus santri terkonsentrasi di beberapa wilayah besar. Jember menjadi kabupaten dengan jaringan pesantren terpadat (773 lembaga). Sementara itu, Abdulloh Umar menegaskan bahwa pesantren besar seperti Lirboyo di Kediri memegang peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa.

“Oleh karena itu, pesantren tidak pantas dijadikan bahan olok-olok atau narasi negatif,” tegasnya.

Kota-kota seperti Pasuruan, Ponorogo, Sumenep, dan Jember masing-masing menjadi sentra pendidikan dengan lebih dari 36.000 santri. Mereka bagai gugusan galaksi dalam semesta pesantren Jawa Timur. Namun, di antara semua galaksi itu, satu bintang bersinar paling terang: Kediri.

(Grafik by chatgpt)

Kediri: Dua Sisi Mata Uang yang Saling Melengkapi

Kisah Kediri dalam peta pesantren nasional adalah kisah tentang harmoni antara kota dan kabupaten—dua sisi yang berbeda namun saling menguatkan.

Kota Kediri: Oasis Ilmu yang Padat

Dengan hanya 57 lembaga pesantren, Kota Kediri menampung 50.042 santri. Rasio yang luar biasa padat ini menjadikannya wilayah dengan jumlah santri terbanyak se-Jawa Timur. Di sinilah metafora pesantren sebagai pabrik ilmu menemukan bentuk paling nyata, dengan Pondok Pesantren Lirboyo sebagai magnet utamanya.

Baca Juga :   Di Ponpes Al Fatimah, Kapolres Bojonegoro: Polri Rekrut Santri Jadi Polisi

Kabupaten Kediri: Hamparan Subur Ilmu

Sementara itu, Kabupaten Kediri memiliki 323 pesantren dengan 22.388 santri. Pola pengajarannya lebih berimbang antara kitab klasik dan pendidikan umum. Jika Kota Kediri adalah oasis yang padat, maka kabupatennya adalah hamparan kebun ilmu yang luas dan subur.

Berikut tabel 10 kabupaten/kota di Jawa Timur dengan jumlah santri terbanyak berdasarkan data EMIS Kemenag (2025):

Peringkat Kabupaten/Kota Jumlah Pesantren Jumlah Santri Keterangan Singkat
1 Kota Kediri 57 50.042 Kota santri terpadat di Jawa Timur, pusat Lirboyo.
2 Jember 773 45.100 Jaringan pesantren terbesar dan paling beragam.
3 Pasuruan 437 38.790 Basis pesantren tradisional dan integratif.
4 Ponorogo 353 37.250 Dikenal dengan pesantren modern Gontor.
5 Sumenep 388 36.880 Pusat pesantren Madura bagian timur.
6 Kabupaten Kediri 323 22.388 Kombinasi pesantren klasik dan integratif.
7 Probolinggo 401 21.470 Santri tersebar di wilayah pedesaan dan pesisir.
8 Tulungagung 254 19.620 Pertumbuhan pesantren integratif cukup cepat.
9 Bangkalan 335 18.950 Basis pesantren tradisional dengan jejaring kuat.
10 Lamongan 285 17.870 Dikenal dengan pesantren tahfidz dan pendidikan formal.

Menjaga Benteng Moral Bangsa

Ketika sebagian media terjebak dalam narasi sempit, data justru berbicara lantang. Kontroversi pemberitaan hanyalah riak kecil di permukaan. Di bawahnya, samudera besar pesantren terus mengalir, mencerdaskan dan memperkuat karakter bangsa.

Seperti ditegaskan kembali oleh Abdulloh Umar,

“Kiai dan pesantren adalah benteng moral bangsa. Jika ada tayangan yang menistakan, itu bukan sekadar kesalahan media, tetapi pelecehan terhadap nilai luhur yang menjaga Indonesia sejak lama.”

Dari angka-angka statistik itu, kita melihat bukti nyata: Jawa Timur adalah samudera santri, Kediri adalah bentengnya, dan 3,2 juta santri adalah penjaga masa depan negeri.

Alih-alih terpancing oleh narasi provokatif, sudah saatnya publik melihat pesantren sebagaimana adanya—pilar utama pendidikan dan karakter Indonesia.

Penulis : Syafik

Sumber data: Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI – EMIS Kemenag 2025
https://emis.kemenag.go.id/pontren/statistik/pontren