Bojonegoro,damarinfo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 telah mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perlindungan Perempuan dan Anak. Usulan Raperda ini salah satunya mengangkat isu pernikahan anak atau pernikahan dini.
Ketua Komis C DPRD Bojonegoro Muchlasin Affan menyampaikan terkait dengan pernikahan dini pihaknya sudah memasukan pasal-pasal terkait pencegahan pernikahan dini.
“Kita sudah inisiasi, di tahun 2021 tidak selesai dan dilanjutkan di tahun 2022,” kata pria yang juga Sekretaris Partai Demokrat Kabupaten Bojonegoro.
Lanjut Afan-panggilanya, pihak DPRD menggandeng Universitas Bojonegoro (Unigoro) untuk penyusunan naskah akademik dari Raperda tersebut.
Salah satu Dosen yang menyusun Naskah Akademik Ahmad Taufiq menyampaikan dalam naskah akademik terdapat banyak hal terkait dengan perlindungan anak, tetapi tidak bisa spesifik menyasar tentang perlindungan anak dalam rangka pencegahan pernikahan dini. Namun demikian sudah ada cantolan hukumnya jika Pemkab Bojonegoro akan membuat peraturan bupati yang khusus menyasar pencegahan pernikahan dini.
“Akan lebih bagus jika pencegahan pernikahan dini ini dibuat Perda tersendiri, sehingga lebih fokus,” kata dosen Ilmu Komunikasi Unigoro ini.
Salah satu pasal dalam perda yang kaitanya dengan Pencegahan perlindungan anak , kata pria yang pernah menjadi jurnalis ini, adalah memberikan penyadaran terhadap sekelompok masyarakat. Terutama yang memiliki tradisi memungkinkan terjadinya kekerasan pada anak dan perkawinan anak untuk turut serta mencegahnya. Misalnya, tradisi ngebruk yang masih terjadi di desa- desa. Gerakan ini dilakukan oleh berbagai Satuan Kerja (Satker) yang komprehensif, sehingga dapat mencegah perkawinan anak.
Hal lain adalah realisasi Kabupaten Layak Anak, yang salah satu indikatornya adalah semakin meningkatnya angka perkawinan di atas 18 tahun, yang berarti kian berkurang perkawinan anak.
Taufiq-panggilanya, juga menyampaikan bahwa kemiskinan adalah salah satu pemicu terjadinya pernikahan dini . Namun Raperda hanya mengatur bagaimana antisipasi terjadinya pernikahan dini.
Menurut pria yang sedang menyelesaikan program doktoralnya ini, untuk masalah kemiskinan tidak bisa dengan memberikan sesuatu, misalnya santunan. Namun harus dibangun sistem dalam menyelesaikan permasalahan pernikahan dini.
Misalnya dengan gerakan wajib belajar 12 tahun (sampai SLTA/Sederajat).
“Bahkan, di Perda juga diatur agar pemda mendorong pemenuhan pendidikan hingga perguruan tinggi,” pungkas Taufiq
Penulis : Syafik