Target Turun Drastis: Ambisi atau Ilusi?
Kabupaten Bojonegoro menetapkan target ambisius dalam Rancangan RPJMD 2025-2029 (Tabel 4.3, halaman 386): menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menjadi 3,63% pada tahun 2025. Dari sisi visi, ini tentu patut diapresiasi—sebuah cita-cita besar yang mencerminkan keinginan untuk membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih baik.
Namun, di balik angka itu, muncul satu pertanyaan besar: apakah target tersebut realistis, atau hanya sekadar angka manis di atas kertas? Sebab jika kita lihat lebih dalam, justru tahun 2025 menjadi lompatan penurunan terbesar dalam kurun lima tahun RPJMD, yakni sebesar 0,79 poin dari tahun sebelumnya. Sementara di tahun-tahun berikutnya, penurunan hanya dirancang 0,05–0,06 poin per tahun.
Apakah ini pertanda gebrakan besar? Atau justru gertakan politis yang kehilangan pijakan teknis?

Melihat Riwayat TPT Bojonegoro: Naik-Turun Seperti Ombak
Bojonegoro tidak punya riwayat pengangguran yang stabil. Data BPS Jawa Timur menunjukkan bahwa sejak 2006 hingga kini, TPT Bojonegoro cenderung fluktuatif.
Pada 2006, pengangguran terbuka sempat menyentuh 10,02%, angka yang sangat tinggi untuk ukuran daerah agraris. Kemudian turun drastis menjadi 3,21% pada 2014, namun kembali meningkat dan dalam beberapa tahun terakhir stabil di atas 4%.
Per Juli 2024, angka TPT Bojonegoro berada di 4,42%—setara dengan sekitar 37.400 orang yang menganggur. Maka, menurunkannya ke 3,63% hanya dalam waktu beberapa bulan bukan sekadar kerja keras biasa, tapi sebuah tantangan yang setara dengan lari maraton dalam tempo sprint.

Fakta APBD Perubahan dan Masalah Waktu Efektif
Masalah terbesar dari target ini bukan hanya besar-kecilnya angka, melainkan terbatasnya waktu pelaksanaan program yang tersedia.
Bupati dan Wakil Bupati hasil Pilkada baru bisa menjalankan program-program unggulannya setelah masuk ke dalam APBD Perubahan 2025. Dokumen itu baru disahkan akhir Juli dan saat ini masih menunggu revisi dari Gubernur Jawa Timur. Artinya, program-program baru tersebut belum bisa langsung dijalankan, dan kemungkinan baru efektif mulai Agustus atau September.
Jika dihitung, maka hanya tersisa sekitar 4 hingga 5 bulan efektif untuk menurunkan angka pengangguran sebesar hampir 0,8 poin—yang secara kasar berarti harus menciptakan hampir 7.000 lapangan kerja baru dalam waktu sangat singkat.
Realitas di Lapangan: Lapangan Kerja Tak Bisa Disulap
Lapangan kerja tidak muncul dalam semalam. Ia lahir dari serangkaian proses: mulai dari perencanaan, penganggaran, eksekusi proyek, hingga efek nyata di masyarakat.
Program padat karya, misalnya, membutuhkan waktu untuk persiapan teknis dan pelaksanaan fisik. Pelatihan vokasi tidak cukup dilakukan sekali dua kali pertemuan, apalagi jika sasarannya adalah kemandirian kerja. Investasi swasta pun tidak bisa dipaksa datang hanya untuk memenuhi target angka.
Di sinilah pentingnya logika pembangunan. Menurunkan angka pengangguran bukan sekadar menyusun program, tapi menciptakan ekosistem ekonomi yang sehat. Tanpa itu, target 3,63% hanya akan jadi hiasan dokumen—indah dipandang, tapi hampa substansi.
Perlu Revisi Target: Antara Mimpi dan Logika
Tak ada salahnya bermimpi besar. Namun mimpi tanpa peta jalan hanya akan menjadi fatamorgana.
Masih ada kesempatan bagiPemerintah Kabupaten Bojonegoro menyesuaikan target tersebut agar tetap menantang, tapi masuk akal dan bisa dicapai secara nyata. Karena saat ini RPJMD tersebut sedang dibahas di DPRD Bojonegoro. Misalnya, menurunkan target 2025 menjadi 4,10%. Angka ini tetap memberi tekanan kerja kepada birokrasi, namun memberi ruang logistik dan waktu yang lebih manusiawi.
Penurunan bertahap di angka 0,10–0,20 poin per tahun memberi ruang untuk:
-
Melakukan evaluasi berkala,
-
Menyusun kebijakan jangka menengah,
-
Membangun kepercayaan publik melalui pencapaian yang terukur.
Apalagi, Bojonegoro pernah mencapai TPT 3,21% di 2014—artinya bukan mustahil untuk kembali ke bawah 4%, tapi dibutuhkan kesinambungan kebijakan, bukan kecepatan dadakan.
Rakyat Tak Butuh Angka, Tapi Solusi Nyata
Pemerintahan yang hebat bukanlah yang paling banyak menjanjikan, tapi yang paling konsisten menepati. Masyarakat Bojonegoro tidak peduli apakah angka pengangguran turun 0,79 atau 0,19 persen. Yang mereka harapkan adalah kesempatan kerja yang nyata, pendapatan yang layak, dan masa depan yang pasti.
Daripada mengejar angka yang sulit dicapai, lebih baik fokus pada fondasi pembangunan yang kuat: perbaikan iklim investasi, pelatihan SDM berkelanjutan, dan penciptaan ekosistem ekonomi yang membuka banyak pintu kerja.
Karena pada akhirnya, pembangunan bukan soal angka dalam tabel, tapi nasib warga dalam kehidupan nyata.
Penulis : Syafik
Sumber data : BPS Jawa Timu , Dokumen Rancangan Akhir RPJMD Bojonegoro 2025-2029.





