Bojonegoro, damarinfo.com – Diskriminasi anggaran antara sekolah umum dan madrasah semakin menjadi sorotan berbagai pihak. Salah satu bentuk ketidakadilan yang dirasakan adalah dalam alokasi anggaran pendidikan.
Sekolah umum yang dikelola Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mendapat pendanaan ganda, yakni dari pemerintah pusat dan daerah. SD dan SMP memperoleh dana dari pusat serta kabupaten/kota, sementara SMA dan SMK dibiayai oleh pusat serta pemerintah provinsi. Sebaliknya, madrasah hanya mengandalkan dana dari pemerintah pusat, yang jumlahnya sangat terbatas dan sering kali tidak mencukupi.
Selain itu, lebih dari 90 persen madrasah di Indonesia adalah madrasah swasta, yang hanya mengandalkan pembiayaan pendidikan dari anggaran dari dana BOS dari pusat. Berdasarkan data EMIS Kementerian Agama, mayoritas madrasah di Indonesia merupakan lembaga swasta, yaitu:
- Madrasah Ibtidaiyah (MI): 93,5% swasta (24.792 madrasah) dan hanya 6,5% negeri (1.711 madrasah).
- Madrasah Tsanawiyah (MTs): 92% swasta (17.600 madrasah) dan 8% negeri (1.525 madrasah).
- Madrasah Aliyah (MA): 91,8% swasta (9.021 madrasah) dan hanya 8,2% negeri (810 madrasah).
Ketua Pengurus Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Hasan Bisri, menyesalkan kebijakan pemerintah yang tidak adil dalam pengelolaan pendidikan, karena ada dikotomi antara negeri dan swasta, terutama terhadap sekolah swasta berbasis keagamaan seperti madrasah.
“Negara tidak adil terhadap sekolah swasta, terutama madrasah.” Tegas Hasan Bisri
Menurutnya, negara seharusnya berterima kasih kepada madrasah swasta, karena telah berkontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka.
“Pemerintah harus hadir dan memberikan perhatian maksimal kepada sekolah swasta, terutama madrasah.” Ujar Pria asal Kabupaten Bojonegoro itu.
Sebagai solusi, Hasan Bisri mengusulkan agar pengelolaan pendidikan di Indonesia berada di bawah satu kementerian, tidak lagi terpecah antara Kemendikdasmen serta Kementerian Agama.
“Bila perlu, pendidikan cukup di bawah satu kementerian saja. Tidak perlu dualisme antara Kemendikdasmen dan Kemenag, agar terjadi keadilan bagi sekolah dan madrasah.”
Usulan ini menjadi penting di tengah polemik pemangkasan dana BOS untuk madrasah, yang semakin mempertegas ketimpangan dalam sistem pendidikan nasional. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, diharapkan madrasah tidak lagi menjadi “anak tiri” dalam kebijakan pendidikan negara.
Penulis : Syafik