Mengungkap Realitas Pendidikan Bojonegoro: Perjuangan Guru dan Siswa di Balik Angka

oleh 144 Dilihat
oleh
(ilustrasi by grok.ai)

Di tengah hamparan sawah dan kehidupan pedesaan Bojonegoro, Jawa Timur, tersimpan sebuah kisah tentang pendidikan yang penuh dinamika. Data terkini dari Dapo Dikdasmen untuk semester genap tahun pelajaran 2024/2025 mengungkap cerita yang tak hanya tentang angka, tetapi juga tentang tantangan, ketimpangan, dan harapan. Dari dominasi guru perempuan hingga rasio guru-siswa yang bervariasi, Bojonegoro menawarkan cerminan kompleks tentang dunia pendidikan. Mari kita telusuri narasi di balik data ini, menyelami perjuangan para pendidik dan pelajar di 28 kecamatan.

Dominasi Guru Perempuan: Cerminan Tren atau Tantangan Baru?

Bayangkan sebuah ruang kelas di Bojonegoro, di mana suara lembut seorang guru perempuan menggema, memandu anak-anak membaca buku pelajaran. Data menunjukkan bahwa dari 11.923 guru di kabupaten ini, 69,14% di antaranya adalah perempuan (8.243 orang), sedangkan guru laki-laki hanya 30,86% (3.680 orang). Proporsi ini konsisten, dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah kejuruan (SMK). Di jenjang SD, misalnya, terdapat 3.723 guru perempuan berbanding 1.734 guru laki-laki. Begitu pula di SMP, SMA, dan SMK, di mana guru perempuan selalu unggul jumlahnya.

Ini bukan sekadar angka. Dominasi guru perempuan mencerminkan tren global di mana profesi pendidikan, terutama di jenjang dasar, sering diisi oleh kaum hawa. Namun, ketimpangan gender ini juga mengajukan pertanyaan: mengapa guru laki-laki begitu sedikit? Apakah ini soal stigma sosial, insentif yang kurang menarik, atau preferensi karier? Di Bojonegoro, ketimpangan ini bisa menjadi peluang untuk mendorong lebih banyak laki-laki terjun ke dunia pendidikan, menciptakan keseimbangan yang lebih harmonis bagi siswa yang membutuhkan panutan dari kedua gender.

Rasio Guru-Siswa: Siapa yang Paling Berat Membawa Beban?

Setiap pagi, guru-guru di Bojonegoro memulai hari dengan semangat mendidik. Namun, beban mereka berbeda-beda, tergantung jenjang pendidikan dan kecamatan tempat mereka mengajar. Data rasio guru-siswa memberikan gambaran jelas tentang tantangan ini:

  • SD: Dengan 66.479 siswa dan 5.457 guru, rasio rata-rata adalah 1:12,18. Ini adalah angka yang cukup ideal, memungkinkan guru memberikan perhatian lebih pada setiap anak.

  • SMP: Situasinya lebih berat, dengan 32.181 siswa dan hanya 1.849 guru, menghasilkan rasio 1:17,40. Bayangkan seorang guru SMP harus mengelola 17 siswa sekaligus, sebuah tugas yang menuntut energi ekstra.

  • SMA: Ada 17.660 siswa dan 1.075 guru, dengan rasio 1:16,43. Angka ini masih wajar, tetapi tetap menantang.

  • SMK: Dengan 23.313 siswa dan 1.485 guru, rasio mencapai 1:15,70, menunjukkan beban yang lebih ringan dibandingkan SMP, tetapi masih perlu perhatian.

Baca Juga :   Persentase Anggaran Pendidikan di Bojonegoro Tahun 2023,Terendah Se Jawa Timur

Rasio ini bukan sekadar statistik. Di baliknya, ada guru-guru yang berjuang menyeimbangkan waktu untuk mengajar, mengevaluasi, dan membimbing. Jenjang SMP, dengan rasio tertinggi, menjadi sorotan utama. Di kecamatan seperti Dander, seorang guru SMP bahkan harus menangani hingga 22,5 siswa rata-rata. Sementara itu, di SD, rasio yang lebih rendah memberikan ruang untuk pendekatan yang lebih personal, terutama penting untuk anak-anak di usia dini.

Peta Kecamatan: Di Mana Beban Guru Paling Berat?

Bojonegoro bukan hanya satu cerita, tetapi kumpulan 28 kisah dari masing-masing kecamatan. Data rasio guru-siswa per jenjang mengungkap kecamatan mana yang menghadapi tantangan terbesar dan mana yang berhasil menjaga keseimbangan. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut adalah tabel yang menunjukkan 10 kecamatan dengan rasio guru-siswa tertinggi untuk SD dan SMP, diurutkan dari tertinggi ke terendah, yang menggambarkan beban guru paling berat di masing-masing jenjang.

Tabel: 10 Kecamatan dengan Rasio Guru-Siswa Tertinggi untuk SD

No

Kecamatan

Siswa SD

Guru SD

Rasio Guru-Siswa SD

1

Purwosari

2,196 138 15.91
2

Gayam

1,816 115 15.79
3

Sekar

1,971 147 13.41
4

Trucuk

1,774 133 13.34
5

Kasiman

1,724 130 13.26
6

Gondang

1,554 127 12.24
7

Sukosewu

1,546 133 11.62
8

Margomulyo

1,354 124 10.92
9

Malo

1,776 174 10.21
10

Ngambon

739 75 9.85

Tabel: 10 Kecamatan dengan Rasio Guru-Siswa Tertinggi untuk SMP

No

Kecamatan

Siswa SMP

Guru SMP

Rasio Guru-Siswa SMP

1

Dander

2,408 107 22.50
2

Kasiman

1,106 51 21.69
3

Padangan

1,323 66 20.05
4

Kalitidu

1,465 74 19.80
5

Bojonegoro

6,348 325 19.53
6

Purwosari

1,160 63 18.41
7

Balen

1,471 90 16.34
8

Baureno

1,770 113 15.66
9

Sumberrejo

1,641 113 14.52
10

Kedungadem

1,475 111 13.29

Sekolah Dasar (SD): Tambakrejo Berjaya, Kasiman Tertantang

Di jenjang SD, Kecamatan Tambakrejo menjadi bintang dengan rasio 1:12,04 (3.251 siswa, 270 guru), menunjukkan distribusi guru yang efisien. Kedungadem juga unggul dengan rasio 1:11,07. Namun, seperti terlihat di tabel, Kecamatan Purwosari (15.91) dan Gayam (15.79) menghadapi beban lebih berat, kemungkinan karena jumlah siswa yang besar atau kekurangan guru. Ini adalah panggilan untuk menambah tenaga pendidik di kecamatan-kecamatan ini.

Sekolah Menengah Pertama (SMP): Dander dan Bojonegoro Butuh Perhatian

SMP menjadi jenjang dengan tantangan terbesar. Tabel menunjukkan Kecamatan Dander dengan rasio tertinggi 1:22,50 (2.408 siswa, 107 guru), diikuti Kasiman (21.69) dan Padangan (20.05). Bojonegoro juga memiliki beban berat dengan rasio 1:19,53 (6.348 siswa, 325 guru). Angka ini menunjukkan beban mengajar yang sangat berat. Sebaliknya, Ngambon (1:17,77) dan Margomulyo (1:16,54) berhasil menjaga rasio lebih rendah, menjadi contoh distribusi guru yang lebih baik.

Baca Juga :   Pendidikan Madrasah vs Sekolah Umum di Bojonegoro: Membaca Dinamika Guru dan Siswa 2025

Sekolah Menengah Atas (SMA): Anomali Kanor dan Harapan Gondang

Di jenjang SMA, Kecamatan Kanor mencatat rasio 1:9,50, tetapi dengan hanya 19 siswa dan 2 guru, angka ini tampak anomali dan perlu diverifikasi. Bojonegoro kembali menjadi sorotan dengan rasio 1:17,64 (4.375 siswa, 248 guru), menunjukkan tekanan besar pada guru. Di sisi lain, Gondang (1:17,27) dan Ngraho (1:20,63) menawarkan harapan dengan rasio yang lebih terkendali.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK): Kepohbaru Bersinar, Ngambon Berjuang

SMK menunjukkan variasi yang menarik. Kecamatan Kepohbaru menjadi teladan dengan rasio luar biasa 1:5,53 (83 siswa, 15 guru), diikuti Kalitidu (1:12,27). Namun, Ngambon (1:19,02) and Kasiman (1:19,48) menghadapi tantangan besar, dengan guru-guru yang harus menangani hampir 20 siswa per orang. Ini menandakan kebutuhan mendesak untuk tambahan guru di dua kecamatan ini.

Refleksi dan Langkah ke Depan

Di balik angka-angka ini, ada cerita tentang dedikasi guru yang tak kenal lelah, siswa yang bersemangat belajar, dan sistem pendidikan yang terus berbenah. Dominasi guru perempuan mengingatkan kita untuk menciptakan keseimbangan gender di dunia pendidikan. Rasio guru-siswa yang bervariasi antar jenjang dan kecamatan, seperti yang ditunjukkan dalam tabel, menjadi panggilan untuk redistribusi tenaga pendidik yang lebih adil. Kecamatan seperti Dander, Kasiman, Padangan, Bojonegoro, dan Purwosari membutuhkan perhatian khusus, sementara Kepohbaru dan Tambakrejo menjadi inspirasi.

Untuk masa depan, Bojonegoro perlu memprioritaskan perekrutan guru, terutama untuk SMP dan SD di kecamatan dengan rasio tinggi seperti Dander, Kasiman, dan Purwosari. Verifikasi data, seperti anomali di Kanor, juga penting untuk memastikan keakuratan perencanaan. Selain itu, insentif untuk menarik lebih banyak guru laki-laki bisa menjadi langkah strategis untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih beragam.

Pendidikan adalah jantung perkembangan sebuah daerah. Di Bojonegoro, setiap angka dalam data guru dan siswa adalah cerminan dari perjuangan dan harapan. Dengan langkah yang tepat, kabupaten ini bisa menulis babak baru dalam pendidikan, di mana setiap anak mendapat perhatian yang layak, dan setiap guru bisa mengajar dengan penuh dedikasi. Mari bersama menjaga api pendidikan tetap menyala di Bumi Angling Dharma ini.

Penulis : Syafik

Sumber data : dapodik dikdasmen