Pelantikan Bupati Bojonegoro 1937: Simbol Perubahan di Tengah Bayang-Bayang Korupsi Masa Lalu

oleh 126 Dilihat
oleh
Ilustrasi Pelantikan bupati bojonegoro jaman penjajahan belanda
(Ilustrasi by chatgpt.com)

damarinfo.com – Pada pagi cerah tanggal 23 Juni 1937 , sebuah upacara pelantikan digelar di pendopo Kabupaten Bojonegoro. Ini bukan hanya seremoni biasa—di tengah deretan tamu Eropa dan priyayi Jawa, serta dentuman salvo kehormatan, sebuah era baru dimulai. Raden Toemenggoeng Prawirosudjono , mantan Patih Sidoarjo, secara resmi dilantik sebagai Bupati Bojonegoro yang baru.

Momen ini dicatat dalam terbitan koran Soerabaijasch Handelsblad edisi 23 Juni 1937 , yang memberikan gambaran mendetail tentang suasana acara, termasuk pidato-pidato penting yang disampaikan oleh pejabat tinggi Belanda dan tokoh lokal.

Bayangan Masa Lalu yang Masih Menggema

Dalam pidatonya, Gubernur Jawa Timur , Tuan Sonneveldt, dengan tegas menggambarkan kondisi Bojonegoro selama masa kepemimpinan bupati sebelumnya:

“De schaduw van het verleden waarde rond.”
Artinya: “Bayangan masa lalu masih membayangi.”

Ia menyebut bahwa daerah ini sempat dirusak oleh korupsi yang merembes hingga ke desa-desa:

“Het begon in de kaboepaten, het vrat door naar omlaag.”
Artinya: “Korupsi dimulai di tingkat kabupaten, lalu menjalar ke bawah.”

Sonneveldt menegaskan bahwa masa kelam itu harus berakhir. Ia menyerukan perlunya pembaruan total (‘een algeheele en zeer grondige saneeringsarbeid’) agar pemerintahan baru dapat membersihkan jejak buruk tersebut.

Bupati Baru: Harapan untuk Perubahan Nyata

Untuk pertama kalinya, pemerintah kolonial memilih seorang bupati bukan dari keturunan bangsawan kerajaan lokal, melainkan dari kalangan birokrat profesional. Raden Toemenggoeng Prawirosudjono , seorang pegawai sipil dengan karier panjang selama 35 tahun, dinilai memiliki integritas dan pengalaman yang cukup untuk memperbaiki situasi.

Baca Juga :   Seabad Lebih Berdiri: Jejak Perjuangan Kebun Binatang Surabaya Sejak Masa Kolonial

Dalam pidato pelantikannya, ia menyampaikan janji sakral:

“Ik geef U de plechtige verzekering, dat ik met al wat in mij is, met taai volharding en zonder ophouden, de zeer voorname verplichting tot bescherming van de bevolking zal nakomen.”
Artinya: “Saya memberikan kepada Anda jaminan sakral bahwa saya akan melaksanakan kewajiban mulia ini dengan segala kemampuan saya, dengan ketekunan yang gigih dan tanpa henti.”

Janji itu menjadi dasar bagi reformasi pemerintahan yang lebih transparan dan adil.

Simbol Harmoni antara Tradisi dan Administrasi Modern

Upacara pelantikan ini juga mencerminkan perpaduan antara tradisi Jawa dan sistem administrasi modern ala kolonial. Di satu sisi, tetap dijaga protokol feodal seperti penyambutan dengan ekseskusi sumpah menghadap ke timur. Di sisi lain, hadir para pejabat Eropa, dokter, insinyur, dan birokrat yang mewakili kekuatan administratif Hindia Belanda.

Residen Nieuwenhuyzen, mantan rekan Prawirosudjono di Sidoarjo, dalam pidatonya menyampaikan kenangannya:

“Ik heb gehoord dat u lastig bent… Ik ben zelf ook lastig.”
Artinya: “Saya dengar Anda orangnya sulit… Saya sendiri juga sulit.”

Melalui hubungan kerja yang awalnya tegang namun akhirnya harmonis, ia yakin bahwa kerja sama antara bupati dan aparat Eropa akan menjadi modal utama dalam pembangunan daerah.

(Tangkan Layar salah satu artikel Koran Soerabaijasch Handelsblad edisi 23 Juni 1937.)

Harapan untuk Rakyat Bojonegoro

Di tengah cuaca yang hangat dan angin sepoi-sepoi dari arah timur, rakyat Bojonegoro menyambut harapan baru. Setelah gagal panen padi dan menunggu musim kering untuk menanam tembakau dan jagung, warga pun menyambut pelantikan ini dengan optimisme.

Baca Juga :   Bertahan di Musim Kemarau: Kearifan Masyarakat Bojonegoro Menyimpan Air di Masa Hindia Belanda

Pidato yang disampaikan tidak hanya merupakan formalitas politik, tetapi juga pesan moral yang ingin mengembalikan martabat pemerintahan. Nilai-nilai luhur Jawa seperti toto tentrem dan kerto rahardjo digunakan sebagai landasan untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan bersama.

Awal Babak Baru dalam Sejarah Bojonegoro

Pelantikan Raden Toemenggoeng Prawirosudjono sebagai Bupati Bojonegoro pada tahun 1937 bukan hanya sekadar pergantian jabatan. Ini adalah langkah awal menuju pemulihan daerah dari masa kelam, serta komitmen pemerintah kolonial untuk menempatkan kapabilitas di atas keturunan , dan integritas di atas tradisi .

Melalui kutipan-kutipan dalam bahasa Belanda yang tercatat dalam Soerabaijasch Handelsblad , kita bisa merasakan nuansa zaman kolonial yang khas, dengan gaya retorika yang khas pula—formal, tegas, namun sarat makna.

Bojonegoro siap menulis babak barunya. Dan dalam lembaran sejarah ini, tercatatlah momen di mana harapan bertemu dengan tanggung jawab , dan reformasi dimulai dari niat baik dan tekad kuat .

Penulis : Syafik

Sumber : (koran Soerabaijasch Handelsblad edisi 23 Juni 1937, diunduh dari delpher.nl, diterjemahkan dengan chat.qwen.ai)

Catatan : Nama Bupati Tumenggung Prawiro sudjono tidak tertulis dalam catatan resmi pemerintah kabupaten bojonegoro. Tumenggung Prawiro sudjono adalah pengganti dari Bupati R.A.A Koesoemo Adinegoro. Perlu penelitian lebih lanjut tentang hal ini.