Mentjari Indonesia
Tradisi Maleman Zaman Penjajahan di Tahun 1915. Lebih Meriah Rupanya..

oleh 67 Dilihat
oleh
(Tangkapan Layar “De Preanger-bode” edisi 20-07-1915 diunduh dari laman https://www.delpher.nl/)

Damarinfo.com – Tradisi maleman yakni tanggal-tanggal  ganjil di bulan Ramadhan, menjadi tradisi turun temurun di Indonesia khususnya di Jawa, tentu pada zaman penjajahan tradisi tersebut sudah ada. Bentuk perayaannya ternyata jauh berbeda yang ada sekarang.  Sebuah koran berbahasa belanda “De Preanger-bode” edisi 20-07-1915. Menulis artikel tentang maleman  dengan judul “ HET VIEREN DER MALEMANS” (Merayakan Maleman).

Dalam koran tersebut dituliskan bahwa ada Seorang pegawai di Jawa Tengah menulis kepada Redaksi Koran tersebut tentang Perayaan Maleman (pada halaman 2 kolom ke 2 ) Dalam surat tersebut dituliskan  tentang perayaan maleman di Kerajaan (Tidak dijelaskan Keraton Yogyakarta atau Surakarta).

Di dalam tulisan tersebut dijelaskan perayaan “Malemans”  yakni  5 malam di hari ganjil, antara tanggal 20 dan 30 bulan itu; jadi tanggal 21 (malem selikur), tanggal 23 t (malem telu), tanggal 25 (malem selawé), tanggal 27 (malem pitoe) dan tanggal 29 (malem songo).

(Tangkapan Layar Potongan Artikel dalam “De Preanger-bode” edisi 20-07-1915 diunduh dari laman https://www.delpher.nl/)

Perayaan  maleman pertama , di malem selikur, dirayakan oleh semua orang  di aloon-aloon dengan menikmati hidangan  yang disiapkan untuk maleman malam itu. Orang-orang tidak mengeluarkan biaya karena semua ditanggung oleh para pangeran.

Baca Juga :   Pemuda Ka’bah Bojonegoro Berbagi di Bulan Suci

Pada empat maleman berikutnya, yaitu. tanggal 23, 25, 27 dan 29, yang dirayakan di Kraton. Semua pejabat sultan yang memiliki gaji lebih dari 5 gulden sebulan, wajib pergi ke Kraton dan mengikuti maleman.

Baca Juga :   Inilah 10 Potret Jadul Gedung Zaman  Kolonial di Indonesia. Bangunanya Keren-Keren...

Namun dalam tulisan tersebut disebutkan bahwa besarnya biaya yang harus ditanggung oleh para pejabat keraton yang bergaji rendah tersebut menyebabkan para pejabat yang bergaji rendah harus berhutang agar tidak malu.

Juga ditulis harapan si pembuat surat yakni agar pemerintah  mengubah perayaan maleman, sehingga para pejabat  tidak lagi menanggung  beban yang terlalu berat

Penulis : syafik

Sumber: Koran “De Preanger-bode” edisi 20-07-1915 diunduh dari laman https://www.delpher.nl/ (Jum’at 14-4-2023)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *