Tak Banyak yang Tahu, Ada Bule Penyokong Bung Tomo. Siapa Dia?

oleh
(K'tut Tantri, wanita berdarah Viking, kelahiran Skotlandia, pejuang kemerdekaan Indonesia (IG#ktuttantri)

Damarinfo.com  – 10 November diperingati sebagai hari pahlawan, rujukanya adalah peristiwa perlawanan Arek-arek Suroboyo kepada pasukan inggris yang akan menduduki Kota Surabaya. Tokoh sentral dalam peristiwa yang menawaskan Jendral Mallaby dari Inggris adalah Bung Tomo. Namun masih banyak tokoh-tokoh lain yang berjasa dalam peristiwa tersebut, salah satunya adalah perempuan bule asal Amerika Serikat, namanya K’tut Tantri yang bernama asli Muriel Stuart Walker.

Apa Peran Bule yang lahir di Skotlandia, Britania Raya ini?

Di Surabaya ia dikenal sebagai penyiar dari radio yang dioperasikan para pejuang arek-arek Suroboyo pimpinan Bung Tomo. Ketika di Surabaya pecah pertempuran November yang gila-gilaan dan tak seimbang itu, ia berada di tengah para pejuang Indonesia yang sedang kerasukan semangat kemerdekaan.

Perkenalan K’tut Tantri dengan para pejuang kemerdekaan di Surabaya saat dia dirawat oleh Dokter Indoensia , setelah mampu melepaskan diri dari siksaan di penjara pada saat kedatangan jepang. Setelah cukup sehat, dokter dari Indonesia ini memperkenalkan empat orang pejuang gerilya pimpinan Bung Tomo, yakni Pito, Kapten Bustami Letnan Satu Efendi dan Letnan Dua Adi.

Pito yang sudah dikenalnya lebih dahulu menyampaikan dua usulan kepada K’tut Tantri, yang pertama adalah keinginan para pejuang gerilya untuk mengantarkan K’tut Tantri ke kedutaan Amerika di Batavia dan yang kedua adalah permintaan kepada K’tut Tantri menjadi bagian perjuangan untuk revolusi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

“Take me with you, gentle Pito, for now I shall be your eyes and your tongue. I shall help get you the right change, and i’ll show you the road. Or I will die in the attempt (Bawalah saya bersama mu, Bapak Pito, mulai sekarang aku akan menjadi mata dan lidahmu, say aakan membantu mendapatka peluang yang tepat dan saya akan tunjukan jalanya atau saya akan mati dalam usaha itu)” Jawab K;tut Tantri seperti ditulisnya dalam buku berjudul “Revolt In Paradise” yang ditulis tahun 1960 dan diterbitkan di New York Amerika Serikat.

Begitulah, K’tut Tantri, lebih memilih berjuang dengan pejuang revolusi daripada kembali ke Amerika, padahal di Amerika K’tut dipastikan akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Dan memilih berjuang dengan resiko penderitaan bahkan kematian.

Baca Juga :   10 Masjid Tertua di Indonesia. Di Kota Mana Saja?

Garis perjuangan yang dipilih K’tut Tantri adalah melalui siaran radio bawah tanah yang disebut sebagai Radio Pemberontakan milik para pejuang Revolusi yang dipimpin oleh Bung Tomo. Tugas K’tut Tantri adalah menyampaikan berita tentang perjuangan rakyat Indonesia ke luar negeri dengan bahasa Inggris.

“The English-speaking world must hear the truth of our struggle and must be brought to understand that this is not a social revolution nor a Japanese puppet government” he said. It is the straggle of seventy million Indonesians to free themselves from all foreign domination (Dunia Berbahasa Inggris harus mendengar kebenaran tentang perjuangan kami dan harus memahami bahwa perjuangan ini bukan revolusi sosial, juga bukan pemerintah boneka jepang” katanya “ini adalah perjuangan dari 70 juta rakyat Indonesia untuk memerdekakan dirinya dari seluruh dominasi orang asing) Tulis K’tut Tantri mengutip Dokter yang pernah merawat K’tut Tantri yang ternyata dokter tersebut juga anggota pasukan perjuangan pimpinan Bung Tomo

(K’tut Tantri Bertemu Presiden Sukarno)

Berkat siaran tersebut koresponden koran dan majalah asing yang berada di Batavia (Jakarta) mulai menulis tentang perjuangan rakyat Indonesia dengan judul “ The Voice of Free Indonesia”. Dokter yang selama ini bersama K’tut Tanri menyarankan K’tut tantri menulis untuk koran dan majalah asing tersebut.

K’tut Tantri bertemu dengan Bung Tomo juga terjadi di Stasiun Rahasia tersebut, menurut K’tut Tantri Bung tomo adalah sosok Ganteng, berperawakan langsing, sederhan dan tulus, sorot matanya tajam dan menyimpan semangat membara dalam jiwanya.  dalam usia tidak lebih dari 26 tahun dia punya kemampuan berpidato seperti Presiden Soekarno.

Siaran dari K’tut Tantri pertama adalah membuka kedok Tentara Sekutu  yang menyusupkan  Tentara Blanda ke Indonesia termasuk Surabaya. Sebelum mengudara, K’tut Tantri memastikan kebenaran informasi tersebut. K’tut Tantri pun memaksa menemui tiga tentara sekutu yang ditawan oleh para pejuang, dua tentara ghurka tidak bisa berbahasa Inggris namun satu tentara bisa berbahas inggris yang ternyata tentara belanda.

Baca Juga :   Proses Penetapan Soeharto Sebagai Bapak Pembangunan. Tak Semudah yang Dibayangkan

Setelah mengetahui kebenaran tersebut K’tut Tantri baru menyiarkan bahwa tentara sekutu yang seharusnya hanya bertugas membebaskan tawanan perang jepangf, melucuti senjata tentara jepang dan memulangkanya, ternyata menyusupkan pasukan belanda untuk dapat kembali menguasai Indonesia.

Berita tentang keberadaan tentara belanda dalam rombongan tentara sekutu mengubah peta perang pada saat itu. Rakyat Surabaya marah, merekapun melakukan perlawanan kepada pasukan sekutu, hingga peristiwa tewasnya Jendral Mallaby terjadi. Peristiwa kematian Mallaby memicu kemarahan tentara inggris, dan meminta kepada Indonesia untuk menyerahkan para pelaku pembunuhan jendral dari inggris itu. Jika tidak maka Tentara Inggris akan melakukan serangan darat udara dan laut untuk mencari para pelaku. Dan itu dilakukan oleh Tentara inggris, bom-bom dijatuhkan di wilayah Surabaya, semua fasiltias umum hancur termasuk rumah sakit, mayat-mayat bergelimpangan, laki-laki, perempuan dan anak-anak di sudut-sudut kampung di Surabaya. Temasuk Stasiun Radio Surabaya juga tak luput dari bom tentara inggris.

Di sinilah peran K’tut Tantri yang juga sangat penting, K’tut Tantri mengajak  beberapa diplomat dari konsulat asing yang ada di Surabaya untuk memprotes pengeboman membabi buta yang dilakukan oleh Tentara Inggris Diantaranya Denmark, Swiss, Rusia dan Swedia. Siaran radio ini membawa pengaruh yang besar di Luar Negeri, Radio dan Koran-koran luar negeri ikut memberitakan dan menjadi tajuk utama tentang perang di Surabaya.

Bahkan belanda memberikan hadiah sebesar 50.000 gulden kepada siapapun yang dapat menyerahkan K’Tut Tantri kepada Belanda. Informasi ini didengar oleh K’tut Tantri dan para pejuang revolusi kemerdekaan dari Siaran Radio Resmi Belanda di Jakarta dan Bandung.

Itu hanya seklumit kisah dari banyak kisah perjuangan perempuan bule yang meninggal pada tahun 1997 lalu.

Apa yang aku lakukan untuk Indonesia mungkin tak tercatat di buku sejarah Indonesia,  mungkin Indonesia akan melupakan ku, namun indonesia adalah bagian hidup ku, jika aku mati tabur abu ku di pantai Bali” K’tut Tantri

Penulis : Syafik

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *