Damarinfo.com – setelah sebulan melaksanakan puasa di Bulan Ramadhan ummat muslim selanjutnya merayakan idul fitri atau lebaran.
Ternyata pada zaman penjajahan Belanda perayaan idul fitri dilangsungkan sangat meriah, terutama di lingkungan kabupaten atau pejabat negara waktu itu. Salah satunya yang dicacat oleh koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië edisi 30-11-1937. Koran berbahasa belanda ini menyajikan berita dengan judul “FEESTELIJKHEDEN” (Perayaan). Dalam isi beritanya menyampaikan agenda kegiatan perayaan hari tahun baru pribumi (begitu orang belanda menyebut hari raya idul fitri).
Di antara acara-acara perayaan idul fitri yang jatuh pada tanggal 5 Desember tahun 1937 itu adalah Resepsi yang digelar pagi hari pada pukul 09.00 – 10.00 pagi di Pendopo kabupaten Nganjuk yang dilanjutkan dengan acara “alal bahalal” (Begitu kata untuk menyebut halal bihalal) dengan masyarakat, bisa jadi sekarang disebut dengan open house.
Masyarakat Kabupaten Nganjuk pada waktu itu juga dapat menikmati permainan rakyat dan lomba bulu tangkis di alun-alun Kota Nganjuk. Malam harinya masyarakat dapat menikmati pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk yang digelar di paseban pendopo Kabupaten Nganjuk
Kemeriahan perayaan idul fitri seperti di Kabupaten Nganjuk ini juga diselenggarakan di banyak Kabupaten dengan kemeriahan yang hampir sama, banyak hiburan di berikan gratis oleh Pemerintah Kabupaten pada zaman belanda itu. Bahkan tradisi sekali setahun ini pernah usulkan untuk dilarang oleh Pemerintah Belanda, pasalnya dianggap pemborosan.
Sayangnya kemeriahan seperti kemeriahan perayaan idul fitri pada zaman belanda yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten sudah tidak ada lagi di Indonesia saat ini.
Penulis : syafik