Tanpa Dana Cadangan, Awan Berat Menggantung di Atas APBD Bojonegoro 2027
Damarinfo.com — “Kalau Bojonegoro punya Rp3 triliun lebih di bank lalu tidak dibelanjakan, mau diapakan? Uang itu bukan untuk ditabung, tapi untuk memakmurkan rakyat,” ujar Menteri Keuangan Purbaya Yudhisadewa.
Kalimat itu seperti cambuk yang menyentak perhatian publik. Bojonegoro tiba-tiba menjadi sorotan nasional. Namun di balik pernyataan yang tampak tegas itu, tersembunyi cerita fiskal yang jauh lebih kompleks — kisah tentang bagaimana sebuah daerah berusaha menapaki jalan sempit antara menjaga ekonomi tetap hidup dan memastikan kas daerah tidak kosong tahun depan.
APBD 2025: Angka Besar, Ruang Sempit
Tahun 2025, APBD Bojonegoro setelah perubahan mencapai Rp8,3 triliun, terdiri dari Belanja Daerah Rp7,8 triliun dan Pengeluaran Pembiayaan Rp500 miliar.
Anggota Badan Anggaran DPRD Bojonegoro Lasuri menjelaskan, APBD itu disahkan di masa Pj Bupati Adriyanto, sehingga setelah kepala daerah definitif dilantik, perlu ada penyesuaian program prioritas. Namun waktu yang tersisa dalam tahun anggaran membuat realisasi belanja tak bisa maksimal.
Dengan kondisi itu, sebagian anggaran pun mengendap di bank. Bukan karena niat menabung, tapi karena proses birokrasi dan transisi yang menahan percepatan belanja.
Rasionalisasi TKD: Akar dari Kekhawatiran Fiskal
Pemerintah pusat memutuskan untuk memangkas Transfer Keuangan Daerah (TKD) lebih dari Rp1 triliun pada tahun 2026. Pemangkasan ini menjadi gelombang besar yang mengguncang ketenangan fiskal Bojonegoro.
Pendapatan daerah dalam KUA-PPAS 2026 turun dari Rp5,72 triliun menjadi Rp4,56 triliun, sedangkan belanja daerah ikut menurun dari Rp7,85 triliun menjadi Rp6,78 triliun.
Meski begitu, Bojonegoro masih punya “bantal penyelamat” berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2025 senilai Rp2,73 triliun. Sebagian digunakan untuk dana abadi Rp500 miliar dan penyertaan modal Rp12,85 miliar. Dengan SILPA itu, tahun 2026 ibarat perahu yang masih bisa melaju meski ombaknya mulai tinggi.
2027: Tahun Berat di Ujung Jalur Fiskal
Namun, di ujung perjalanan, awan mendung sudah tampak. Tahun 2027 bisa menjadi musim fiskal yang paling berat bagi Bojonegoro jika tidak ada langkah penghematan di 2026.
Simulasi menunjukkan, jika pendapatan 2027 tetap di angka Rp4,56 triliun, sementara belanja dan pengeluaran pembiayaan tetap seperti 2026 — masing-masing Rp6,78 triliun dan Rp500 miliar — maka defisit mencapai Rp2,27 triliun.
Asumsikan pula realisasi belanja 2026 hanya 80%, maka SILPA 2026 sekitar Rp1,35 triliun. Jika digunakan menutup defisit, Bojonegoro masih kekurangan Rp1,36 triliun. Ibarat seseorang yang masih harus menempuh satu kilometer lagi, padahal bahan bakar di tangki sudah tinggal setengah liter.
Tahun | Pendapatan Daerah (Rp Triliun) | Belanja Daerah (Rp Triliun) | Pengeluaran Pembiayaan (Rp Miliar) | SILPA (Rp Triliun) | Defisit (Rp Triliun) |
---|---|---|---|---|---|
2025 | 5,72 | 7,80 | 500 | 2,73 | – |
2026 | 4,56 | 6,78 | 500 | 1,35 (perkiraan) | 2,27 |
2027* | 4,56 (asumsi) | 6,78 (asumsi) | 500 | 1,35 (asumsi) | 1,36 (setelah SILPA) |
*2027 = proyeksi berdasarkan asumsi realisasi dan efisiensi 2026.
Belanja Wajib, Ruang Semakin Menyempit
Dengan total APBD sekitar Rp5,91 triliun di 2027, beban belanja wajib mengikat sudah menyerap sebagian besar ruang fiskal:
-
Belanja Pegawai: Rp2,29 triliun
-
Dana Abadi: Rp500 miliar
-
BPJS Kesehatan: Rp222,23 miliar
-
BLUD: Rp518,83 miliar
-
Dana Desa: Rp342,2 miliar (*berdasar Dana Desa tahun 2026)
-
ADD: Rp248,7 miliar (*berdasarkan perkiraan karena penurunan DBH Migas)
Komponen Belanja | Nilai (Rp Miliar) | Persentase dari Total Belanja (%) |
---|---|---|
Belanja Pegawai | 2.290 | 38% |
Dana Abadi | 500 | 8% |
BPJS Kesehatan | 222 | 4% |
BLUD | 519 | 9% |
Dana Desa | 342 | 6% |
ADD | 249 | 4% |
Totalnya mencapai Rp4,12 triliun, menyisakan Rp1,79 triliun untuk belanja lain. Padahal belanja rutin barang dan jasa saja mencapai Rp1,4 triliun (Data tahun 2026), sehingga ruang sisa hanya sekitar Rp300 miliar — angka yang sangat tipis untuk belanja modal, belanja transfer dan kebutuhan tak terduga.
Menjaga Neraca Seperti Menjaga Nyala Lampu
Maka benar adanya, uang di kas daerah bukan untuk ditimbun. Tetapi dalam konteks Bojonegoro, menahan belanja bukan berarti menahan kesejahteraan. Ini tentang menjaga agar nyala lampu fiskal tidak padam sebelum akhir tahun.
Jika 2026 dijalankan tanpa strategi penghematan dan efisiensi, 2027 akan menjadi tahun berat. Bukan hanya bagi pemerintah daerah, tapi juga bagi masyarakat yang menggantungkan harapan pada anggaran itu.
Mengelola fiskal Bojonegoro kini seperti meniti jembatan bambu di atas arus deras — salah langkah sedikit, keseimbangannya bisa runtuh.
Penulis: Syafik
Catatan : Angka-angka APBD di tahun 2027 berdasarkan asumsi, jadi perlu perhitungan lebih mendalam.