damarinfo.com – Di bawah langit pagi Bojonegoro, Kang Ratno berdiri di tepi sawahnya di Desa Sugihwaras, Kecamatan Sugihwaras. Cangkul di tangannya terasa berat, sementara matanya menatap ke langit, mencari tanda-tanda hujan. Sawahnya bergantung sepenuhnya pada tadah hujan, tanpa aliran irigasi yang melewati desanya. Ia tahu, saat musim tanam kedua—atau yang dikenal dengan musim walikan—tiba, kekurangan air akan kembali menghantui, mengancam benih padi yang baru ditanam.
Kisah Kang Ratno adalah cermin perjuangan ribuan petani di Bojonegoro. Di kabupaten ini, sekitar 43,5% penduduk bergantung pada pertanian untuk menghidupi keluarga mereka. Bagi mereka, air bukan sekadar kebutuhan, melainkan napas kehidupan. Air menyuburkan sawah, menyangga ekonomi keluarga, dan menjaga harapan tetap menyala. Namun kini, krisis ketersediaan air mengancam fondasi harapan tersebut.
“Air adalah napas kehidupan bagi petani Bojonegoro. Tanpa pengairan yang memadai, pertanian bisa runtuh, membawa banyak keluarga ke jurang kemiskinan.”
Pertanian: Jantung Kehidupan Bojonegoro
Bojonegoro adalah salah satu lumbung pangan utama Jawa Timur, dengan lahan padi mencapai 131.220 hektare pada 2024. Pertanian di sini bukan sekadar pekerjaan, melainkan jaring pengaman sosial bagi rakyat kecil.
Pada 2024, sekitar 33,22% penduduk miskin di Bojonegoro bekerja di sektor pertanian, turun sedikit dari 35,26% pada 2023. Meski ada perbaikan, angka ini menegaskan betapa krusialnya pertanian dalam menopang kesejahteraan masyarakat.
Sementara itu, tingkat kemiskinan sektor non-pertanian melonjak dari 19,92% pada 2023 menjadi 33,91% pada 2024. Ketika sektor lain melemah, pertanian menjadi tumpuan utama. Tapi tanpa pasokan air yang memadai, tumpuan ini bisa runtuh.
“Ketika sektor lain rapuh, pertanian Bojonegoro menjadi satu-satunya tumpuan harapan.”
Krisis Air: Tantangan yang Tak Terbantahkan
Untuk setiap hektare lahan padi, dibutuhkan sekitar 12.500 meter kubik air per musim tanam. Dengan total lahan 131.220 hektare, kebutuhan air tahunan Bojonegoro mencapai 1,64 miliar meter kubik.
Namun realitanya, pada 2023, sumber air baku hanya tersedia 55 juta meter kubik, kurang dari 3,5% dari kebutuhan. Jurang kebutuhan air sebesar 1,585 miliar meter kubik menjadi tantangan yang tak terbantahkan.
Meski ada upaya pembangunan:
- Embung tanah desa bertambah dari 348 menjadi 373 lokasi.
- Embung perhutani melonjak dari 2 menjadi 29 lokasi.
- Bendung/check dam naik dari 348 menjadi 378 lokasi.
Namun, waduk, sebagai penyumbang utama, mengalami fluktuasi volume yang cukup tajam.
“Ketersediaan air yang minim membuat musim tanam kedua seperti berjudi dengan harapan.”

Infrastruktur yang Rapuh
Kondisi infrastruktur irigasi di Bojonegoro:
- Saluran primer: 45% berfungsi baik.
- Saluran sekunder: 33% optimal.
- Saluran tersier: 60% layak digunakan.
Kerusakan ini menyebabkan air yang sudah minim menjadi sia-sia, terutama di daerah terpencil.

Master Plan Pengairan: Fondasi Harapan
Bojonegoro memerlukan Master Plan Sistem Pengairan yang komprehensif, bukan sekadar membangun waduk atau embung baru, tapi juga memastikan distribusi air yang adil dan efisien.
Manfaat Master Plan:
- Menjaga kehidupan petani: Tanaman tetap tumbuh meski cuaca tak bersahabat.
- Mencegah kemiskinan: Hasil panen stabil mendukung kesejahteraan.
- Menjamin ketahanan pangan: Menopang kebutuhan Jawa Timur.
- Meningkatkan efisiensi air: Mengadopsi irigasi modern.
Langkah strategis:
- Pemetaan sumber daya air
- Pembangunan infrastruktur baru
- Rehabilitasi saluran rusak
- Adopsi teknologi irigasi hemat air
- Manajemen distribusi berbasis data
“Master Plan Pengairan adalah fondasi untuk menyelamatkan masa depan pertanian Bojonegoro.”
Menyiram Harapan di Ladang Bojonegoro
Di setiap tetes air yang mengalir di sawah Bojonegoro, ada cerita kehidupan, harapan, dan masa depan. Dengan Master Plan Pengairan yang tepat, Bojonegoro tidak hanya mempertahankan posisinya sebagai lumbung pangan, tetapi juga menjadi teladan dalam pengelolaan air yang berkelanjutan.
Mari jaga fondasi harapan ini. Sebab, di ladang-ladang Bojonegoro, setiap aliran air adalah denyut kehidupan yang tidak boleh berhenti.
Kini saatnya bertindak. Bojonegoro membutuhkan Master Plan Pengairan yang nyata dan berpihak pada petani. Kita semua bisa menjadi bagian dari perubahan ini—dengan mendorong, mendukung, dan mengawal setiap langkahnya.
Penulis : Syafik