damarinfo.com – Masjid Wisata Religi di Desa Sumberjo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, resmi dibuka dengan sholat Jumat perdana pada 27 Desember 2024. Keindahannya langsung viral di media sosial, terutama di TikTok, menarik banyak pengunjung dari berbagai daerah. Namun, di balik kemegahan dan pesonanya, masjid ini menyimpan cerita panjang penuh kontroversi, mulai dari anggaran fantastis, proses pembangunan, hingga polemik penamaan.
Pesona yang Viral, Tapi Ada Kekurangan
Masjid ini menjadi destinasi wisata religi baru dengan desain yang menakjubkan. Namun, beberapa pengunjung mengeluhkan minimnya air bersih, kebutuhan dasar untuk sebuah masjid, seperti wudhu dan kebersihan.
- Kontroversi Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah masjid dianggarkan melalui APBD 2020 sebesar Rp 15 miliar untuk lahan seluas 20.000 meter persegi (Rp 750.000/m²). Harga ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama karena lokasi berada di desa dengan populasi rendah.
Anggota Banggar DPRD, Lasuri, menegaskan bahwa pembangunan masjid ini tidak termasuk dalam kategori “kepentingan umum” menurut UU No. 2 Tahun 2012 dan PP No. 19 Tahun 2021.
Sementara itu, Agus Susanto Rismanto (Gus Ris), mantan anggota DPRD Bojonegoro, mengkritik penentuan appraisal tanah yang dianggap tidak wajar. Ia menyoroti disparitas harga tanah di sekitar lokasi, dengan NJOP rata-rata hanya Rp 50.000-75.000/m², jauh di bawah harga pengadaan yang dianggarkan.
- Proses Pembangunan yang Dipertanyakan
Pembangunan masjid ini dilakukan selama tiga tahun (2021-2023) dengan total anggaran lebih dari Rp 110 miliar, tanpa menggunakan mekanisme tahun jamak (multiyears). Sebaliknya, proyek ini dipecah per tahun:
- 2021: Rp 24,9 miliar (kontrak Rp 22,9 miliar) oleh PT Jaya Etika Beton.
- 2022: Rp 44 miliar (kontrak Rp 43,1 miliar) oleh PT Cipta Karya Multi Teknik.
- 2023: Rp 43,6 miliar (kontrak Rp 43,648 miliar) kembali oleh PT Jaya Etika Beton.
Menurut Gus Ris, cara ini menyalahi aturan, karena proyek besar seperti ini seharusnya menggunakan sistem multiyears untuk memastikan perencanaan matang, menghindari pembengkakan biaya, dan meminimalkan potensi kerugian negara.

- Keterlambatan Peresmian
Proyek ini seharusnya selesai pada akhir 2023, tetapi baru diresmikan setahun kemudian, Desember 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas dan pengelolaan proyek besar seperti ini.
- Polemik Penamaan Masjid
Nama masjid sempat muncul sebagai “An Nadla” dalam undangan sholat Jumat perdana. Namun, Pj. Bupati Adriyanto menyatakan bahwa nama resmi belum ditetapkan.
Spekulasi mencuat bahwa nama ini adalah “titipan” mantan Bupati Anna Mu’awanah, yang sebelumnya sering menggunakan nama-nama terkait dirinya untuk proyek daerah, seperti:
- Graha Buana (gedung Pemkab Bojonegoro).
- Pasar Burung Buana Lestari (pusat penjualan burung di Banjarejo).
- Tirta Buana (nama PDAM Kabupaten Bojonegoro).
Polemik ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di grup WhatsApp. Gugatan soal penamaan ini bahkan pernah diajukan oleh warga Bojonegoro, Anwar Sholeh, ke Pengadilan Negeri, meski akhirnya tidak diterima hakim.
Pelajaran Berharga untuk Masa Depan
Meski megah dan viral, Masjid Wisata Religi Margomulyo menyisakan banyak pertanyaan. Apakah anggaran besar ini sepadan dengan manfaat yang diberikan? Hanya waktu yang akan menjawab.
Semoga masjid ini tidak hanya menjadi simbol kebanggaan, tetapi juga benar-benar memberikan manfaat besar bagi masyarakat Bojonegoro dan menjadi pelajaran penting dalam perencanaan pembangunan yang transparan, efisien, dan bermanfaat.
Penulis: Syafik