Bojonegoro, damarinfo.com – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro Lasuri menegaskan bahwa dana pemerintah daerah yang masih tersimpan di bank bukan bentuk penimbunan uang. Menurutnya, kondisi tersebut terjadi karena adanya transisi kepemimpinan dan kebijakan fiskal yang perlu dijaga agar tetap sehat pada tahun anggaran berikutnya.
Lasuri menjelaskan, pada 2025 terjadi pergantian kepemimpinan dari Penjabat (Pj) Bupati Adriyanto ke Bupati dan Wakil Bupati definitif Setyo Wahono–Nurul Azizah. Perubahan ini membuat pemerintah daerah harus menyesuaikan arah kebijakan dan program dengan visi-misi kepala daerah baru.
“Pergantian kepala daerah di tengah tahun mengharuskan adanya sinkronisasi kebijakan. Proses itu tentu berdampak pada pelaksanaan dan realisasi anggaran,” ujar Lasuri, Senin (20/10/2025).
Transisi Kebijakan Pengaruhi Serapan Anggaran
Menurut Lasuri, APBD 2025 disahkan bersama oleh DPRD dan Pj Bupati Adriyanto. Setelah kepala daerah definitif dilantik, mereka perlu menyelaraskan program prioritas dengan dokumen anggaran yang sudah ditetapkan sebelumnya. Waktu yang tersisa dalam tahun anggaran menjadi sangat terbatas, sehingga realisasi anggaran tidak bisa optimal.
“Sisa waktu yang pendek membuat sebagian kegiatan belum bisa dijalankan. Jadi, dana yang tersimpan bukan karena ingin menabung, melainkan karena kami memastikan serapan tetap terarah untuk memacu ekonomi daerah,” jelasnya.
Ia menambahkan, DPRD terus mendorong pemerintah daerah agar mempercepat pelaksanaan program sejak awal tahun anggaran. Dengan perencanaan yang matang, dana APBD bisa segera berputar di masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal.
Antisipasi Defisit Tahun Anggaran 2026
Lasuri juga mengungkapkan bahwa pemerintah pusat melakukan rasionalisasi anggaran dengan memangkas Transfer ke Daerah (TKD) lebih dari Rp1 triliun pada tahun 2026. Kondisi itu membuat Pemkab Bojonegoro perlu menyiapkan strategi untuk menjaga keseimbangan fiskal daerah.
“Intinya, defisit APBD 2026 tidak boleh ditutup dengan utang. Dana yang tersisa di bank menjadi bantalan fiskal agar Bojonegoro tetap stabil secara keuangan,” tegasnya.
Menurutnya, langkah tersebut merupakan bentuk kehati-hatian dalam mengelola keuangan daerah, bukan penundaan belanja. DPRD bersama pemerintah daerah, lanjut Lasuri, tetap berkomitmen memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara efektif dan memberi dampak langsung bagi masyarakat.
Latar: Sorotan Menkeu terhadap Dana Daerah Mengendap
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa masih banyak dana pemerintah daerah yang mengendap di bank. Salah satu daerah yang disorot adalah Kabupaten Bojonegoro, dengan saldo mencapai Rp3,6 triliun, tertinggi di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 yang digelar Kemendagri dan disiarkan melalui kanal YouTube resmi Kemendagri RI pada Senin (20/10/2025).
Menteri Keuangan Purbaya Yudhisadewa kemudian menegaskan agar pemerintah daerah tidak menahan belanja tanpa alasan jelas.
“Kalau Bojonegoro punya Rp3 triliun lebih di bank lalu tidak dibelanjakan, mau diapakan? Uang itu bukan untuk ditabung, tapi untuk memakmurkan rakyat,” ujarnya.
Purbaya menekankan bahwa pemerintah daerah harus menjadi penggerak ekonomi lokal. Menurutnya, perputaran anggaran sejak awal tahun jauh lebih efektif dibandingkan dengan menumpuk dana dan membelanjakannya di akhir tahun.
DPRD Dorong Sinergi Pusat dan Daerah
Menutup penjelasannya, Lasuri menilai kritik pemerintah pusat sebagai masukan yang konstruktif. Ia berharap sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan DPRD semakin kuat dalam memperbaiki tata kelola anggaran.
“Kami sejalan dengan arahan pusat. Uang daerah harus bergerak, tapi juga harus menjaga keseimbangan fiskal agar pembangunan berkelanjutan,” tutupnya.
Penulis: Syafik