Rasa buah pare yang pahit di tangan Sutinah,38 tahun, mampu disulap menjadi camilan renyah, gurih dan bernilai ekonomis. Yang menarik keripik ini kini mampu menjadi lahan usaha bagi belasan perempuan di Desa Keting, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan.
Bermula dari keinginan Sutinah menciptakan kegiatan menguntungkan bagi para ibu-ibu di desanya. Yaitu coba-coba mengolah buah pare menjadi bentuk camilan. Apalagi sejak tiga bulan ini dia merupakan istri kepala desa yang nota bene juga ketua penggerak PKK Desa Keting, sehingga dituntut kreatif dalam pemberdayaan perempuan. “Kesibukan ibu-ibu di desa hanya ngurus rumah tangga dan momong anak selagi suami bekerja di sawah,” ujarnya pada damarinfo.com, Minggu 26-1-2020.
Dari situ Sutinah berpikir, jika ada usaha rumahan tentu ibu-ibu punya kegiatan positif yang bisa menambah penghasilan. Dirinya tertantang untuk menggali potensi desa khususnya memberdayakan kaum perempuan. Sutinah sendiri tercatat sebagai Istri Kepala Desa Keting.
Sutinah lalu mencari referensi cara membuat keripik pare dari pelbagai media. Teori yang didapat kemudian dipraktikkan bersama-sama anggota PKK di desanya. Kendala utama yang dialami selama uji coba adalah menghilangkan rasa pahit dan getir pada buah pare.
Namun dari serangkaian uji coba akhirnya ditemukan resep kripik pare yang renyah dan lezat tanpa ada rasa pahit. Untuk menghilangkan rasa pahit pada buah pare, resep yang digunakan ternyata cukup sederhana. Yaitu mencampurkan sedikit garam.
Membuat keripik pare sendiri tidaklah sulit. Tahapannya, pare yang telah dicuci bersih dipotong tipis-tipis dan irisan pare direndam sekitar empat jam. Untuk menghilangkan rasa pahit selama proses perendaman ditaburkan garam. Proses berikutnya, potongan pare dicelupkan dengan adonan tepung kanji dan tepung beras dengan bumbu kemiri, ketumbar, dan bawang putih. Lalu digoreng sampai kering dengan mencampurkan sedikit garam.
Produk camilan tersebut kemudian ditawarkan ke anggota PKK lainnya untuk mencicipi sekaligus membeli. Respon yang didapat cukup melegakan. Banyak yang suka keripik pare dengan rasa original tersebut.“Saat ini pemasarannya masih sebatas pesanan. Meski demikian sudah cukup kuwalahan,” cetusnya.
Karena dikerjakan secara keroyokan oleh anggota PKK, untuk memproduksi camilan pare dilakukan dua kali dalam satu pekan. Tempatnya di Kantor Polindes Desa Keting. Namun tidak menutup kemungkinan jika keripik pare berkembang bisa diproduksi setiap hari.
Untuk satu hari bisa memproduksi sedikitnya tujuh kilogram pare. Dikemas ukuran berat 70 gram seharga Rp 6 ribu perbungkus. “Sesuai dengan kesepakatan,intuk sementara hasil keuntungan dari keripik pare disimpan kas PKK,” cetus Sutinah.
Meski baru sekitar dua bulan berjalan, produksi keripik pare PKK Desa Keting sudah dikenal di wilayah Lamongan dan sekitarnya. Keripik pare yang menjadi produk unggulan Desa Keting selalu turut dalam setiap pameran di tingkat Kecamatan dan Kabupaten. “Melihat respon pasar yang bagus, keripik pare akan terus dikembangkan. Dalam waktu dekat akan dilengkapi dengan izin dari dinas kesehatan,” imbuh ibu berhijab ini.
Kepala Desa Keting Jauri mendukung penuh produksi kripik pare. Ke depan usaha ini akan dipacu perkembangannya dengan dimasukkan dalam unit usaha Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). “Usaha keripik pare diharapkan bisa menjadi sumber ekonomi keluarga. Ke depan tentu akan dikembangkan dengan produk camilan lainnya,” tandas kepala desa yang dilantik tanggal 7 November 2019 ini.
Penulis :Totok Martono
Editor : Sujatmiko