damarinfo.com -Kabupaten Bojonegoro, meskipun memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mencapai Rp 8,7 triliun pada tahun 2023, terbesar kedua di Jawa Timur, masih dihadapkan pada persoalan mendasar: kemiskinan petani. Angka kemiskinan memang telah turun menjadi 11,69% pada Maret 2024, namun bagi para petani, kesejahteraan masih terasa seperti impian yang tak kunjung terwujud.
Ironisnya, dari 153.250 jiwa yang tergolong miskin pada tahun 2023, sepertiganya adalah petani. Padahal, sektor pertanian selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Bojonegoro. Ada ketidakberesan di sini, bukan?
Data tahun 2019 menunjukkan sektor pertanian menyumbang 21,1% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non-migas. Namun, angka ini terus menurun hingga 19,6% pada tahun 2023. Ini bukan hanya persoalan statistik, melainkan kisah pahit tentang semakin sulitnya petani bertahan hidup di tengah berbagai tantangan, mulai dari fluktuasi harga komoditas, keterbatasan pupuk, hingga kesulitan akses pasar.
Anggaran Pertanian yang Kian Menyusut
Lebih mengejutkan lagi, dalam lima tahun terakhir, anggaran untuk sektor pertanian selalu berada di bawah 2,5% dari total APBD. Pada tahun 2023, alokasi anggaran ini bahkan merosot tajam menjadi hanya 0,8%, setelah sebelumnya sempat mencapai 2,1% di tahun 2022. Ketidakstabilan anggaran ini tentu berdampak serius terhadap efektivitas program-program pertanian, mulai dari penyediaan pupuk bersubsidi hingga pembangunan infrastruktur irigasi.

Mengapa Petani Tetap Miskin?