Kapan Sebenarnya Kadipaten Jipang Pindah ke Rajekwesi?

oleh 130 Dilihat
oleh
(Ilustrasi by Grok.com)

Damarinfo.com – Sejarah memang tidak selalu jelas hitam-putih. Apalagi kalau sumbernya datang dari campuran tradisi lisan, babad, dan catatan kolonial. Salah satu teka-teki yang masih menyisakan ruang tanya adalah: kapan sebenarnya pusat pemerintahan Kadipaten Jipang pindah dari Padangan ke Rajekwesi?

Kalau bicara soal versi umum, kebanyakan menyebut tahun 1725, tepat saat Susuhunan Pakubuwana II naik tahta. Tapi ternyata, arsip kolonial Belanda justru menunjukkan cerita yang tidak sepenuhnya sejalan. Di sinilah letak kontroversinya.

Versi Tradisi: Perintah dari Susuhunan

Versi yang banyak beredar di kalangan lokal menyebut, ketika Pakubuwana II naik tahta, ia memerintahkan Raden Tumenggung Haria Matahun I, Bupati Jipang ke-3, untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Padangan ke Rajekwesi.

Alasannya tidak dijelaskan secara rinci. Tapi konon, perpindahan ini adalah bagian dari strategi penataan wilayah dan penguatan kontrol pemerintahan. Mungkin juga karena faktor keamanan, atau karena Rajekwesi dianggap punya potensi wilayah yang lebih luas dan strategis saat itu.

Bukti Kolonial: Masih Djipang di Tahun 1820?

Namun ketika kita menengok ke arsip koran Belanda Middelburgsche Courant, edisi 16 September 1820, muncul pertanyaan besar. Dalam laporan itu disebutkan adanya wabah penyakit di distrik Rajakwesi, kadipaten Djipang Artinya, di tahun 1820, Rajekwesi masih dianggap bagian dari Kadipaten Djipang, bukan sebagai entitas yang berdiri sendiri.

Baca Juga :   Dari Djipang ke Radjakwesi: Jejak Perpindahan Ibu Kota dan Intrik di Baliknya

Laporan itu menuliskan:

“Di distrik Rajakwesi, dalam wilayah Kabupaten Djipang, dalam kurun 18 hari, tercatat 62 orang, 72 ekor kerbau, dan 49 ekor kuda menjadi korban penyakit ini…”

Lho, kalau benar sudah pindah sejak 1725, kenapa hampir seabad kemudian, status Rajekwesi masih dianggap sebagai bagian dari Djipang? Apakah perpindahan itu tidak langsung? Atau hanya bersifat administratif saja?

(Tangkapan Layar Potongan Koran Middelburgsche courant edisi 16-09-1820. diunduh dari delpher.nl)

Apakah Rajekwesi Hanya Pusat Administrasi Sementara?

Bisa jadi, perpindahan ke Rajekwesi bukan serta-merta menghapus nama Djipang. Dalam sistem pemerintahan Jawa masa itu, nama kadipaten bisa tetap digunakan meski pusatnya sudah bergeser. Jadi, Rajekwesi menjadi “ibukota baru” dari Djipang, bukan wilayah baru yang berdiri sendiri.

Ini menjelaskan kenapa pada 1820, dalam catatan Belanda, nama Djipang tetap muncul, dengan Rajekwesi sebagai distrik di dalamnya.

Catatan Lapangan: Rajekwesi Sudah Dibuka Sejak 1680-an?

Tambahan menarik lainnya datang dari artikel sebelumnya tentang Nalla Singa, seorang sersan Jawa yang tinggal di wilayah yang disebut Bagar Bessie (Radjek Wesi yang masih masuk wilayah Kadipaten Djipang) sejak 1686. Ia bahkan minta izin kepada Kompeni untuk mengelola hutan dan membuka lahan di sana bersama puluhan orang.

Baca Juga :   Mitos dan Fakta Gerakan Samin: Kesalahpahaman Sejarah tentang Perlawanan Rakyat

Jadi, lebih dari 30 tahun sebelum perpindahan resmi yang disebutkan dalam tradisi lokal, Rajekwesi sudah dihuni dan dibuka sebagai wilayah produktif.

Simpulan Sementara: Pindah, tapi Kapan Pastinya?

Kita bisa menyimpulkan beberapa hal sementara:

  1. Rajekwesi sudah dihuni dan dikelola sejak akhir abad ke-17 (berdasarkan arsip Belanda).
  2. Tradisi menyebut perpindahan pusat pemerintahan Jipang ke Rajekwesi terjadi tahun 1725, tapi tidak ada dokumen resmi dari era Jawa atau Belanda yang memastikan tahun tersebut.
  3. Pada 1820, Rajekwesi masih disebut sebagai bagian dari Kabupaten Djipang dalam laporan resmi Belanda.

Dengan kata lain, perpindahan ini mungkin bersifat bertahap, tidak langsung disertai perubahan nama administratif, dan masih menyimpan banyak celah penelitian lebih lanjut.

Masih Banyak yang Bisa Digali

Sejarah memang bukan matematika. Sering kali, jawaban dari satu pertanyaan justru membuka banyak pertanyaan baru. Tapi dari serpihan cerita ini, kita tahu satu hal: Rajekwesi bukan wilayah sembarangan. Ia adalah bagian penting dari transformasi Djipang dan cikal bakal Bojonegoro.

Mungkin, sudah waktunya para peneliti muda dan sejarawan lokal menggali lebih dalam arsip-arsip kolonial, naskah babad, hingga sumber-sumber lisan, untuk menyusun kembali mozaik sejarah yang masih bolong-bolong ini

Disclaimer : “Tulisan ini perlu penelitian lebih lanjut, karena bersumber dari satu sumber dokumen belanda

Penulis : Syafik

Sumber : Middelburgsche courant edisi 16-09-1820

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *