Bojonegoro,damarinfo.com – Kajian Sor Keres kali ini Selasa 19-7-2022, ada tiga yang istimewa, yang pertama adalah narasumbernya, yang kedua adalah hiburannya dan yang ketiga adalah sajiannya.
Narasumbernya istimewa karena dihadiri oleh tokoh senior sastra jawa FX Huri atau biasa disebut Mbah Huri, juga ada Mas Jonatan Raharjo, ada juga Kang Germo Sandur Agus Sighro Budiono, juga hadir Ketua Pokok Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Didik Wahyudi, ada juga pemilik Hak Cipta Oklik Mas Darminto, Seniman serba bisa Yanto Munyuk, juga penyair Gampang Prawoto serta para pelaku seni serta warga Warung Bu Tyo (WBT).
Hiburannya juga istimewa karena menghadirkan sindir dingklik yang cocok dengan tema pada Kajian yang digelar setiap Selasa tersebut yakni Jengker Budaya. Jika biasanya sajiannya hanya kopi dan gorengan, namun kali ini ada kambing guling.
Mbah Huri dengan runtut menyajikan tentang kebudayaan Jawa, sejak zaman kolonial sampai era saat ini. Pada zaman belanda sudah pernah digelar konferensi kebudayaan Jawa, namun tidak ada tindak lanjut, selanjutnya tidak pernah di gagas lagi Konferensi Kebudayaan Jawa hingga saat sudah merdeka. Dan pada tahun 2014 dilaksanakan Konferensi Budaya Jawa yang melahirkan tujuh rekomendasi yang disebut Sapta Gathi. Mbah Huri juga menyampaikan soal kebudayaan di Bojonegoro. dia merasa dalam lima tahun terakhir tidak ada kegiatan kebudayaan di Bojonegoro.
“ini memprihatinkan “ Kata Mbah Huri
Mbah Huri selanjutnya berpesan kepada para seniman dan pelaku kebudayaan agar tetap mandiri tidak perlu menengadahkan tangan kepada penguasa.
Ketua PPKD Didik Wahyudi menyanggah yang disampaikan oleh Mbah Huri dengan menyebut beberapa kegiatan yang salah satunya adalah seminar tentang jejak Majapahit di Bojonegoro yang mendatangkan Profesor Aris Munandar. Didik juga menyampaikan soal upaya PPKD dalam mengajukan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas kesenian tradisional Oklik dan beberapa kesenian tradisional yang lain.
“kita akan melakukan untuk kesenian tradisional lainya meski tanpa ada dana dari Pemerintah” Kata Didik.

Pegiat seni lainya Agus Sighro menyampaikan bahwa para seniman memang harus mandiri, karena yang terpenting adalah karya. Meski tanpa dukungan dari penguasa
“seniman itu berkarya, biarlah masyarakat yang memberi apresiasi” Kata Agus Sighro.
Selanjutnya Yanto Munyuk menyampaikan keprihatinanya atas nasib seniman di Bojonegoro baik saat Pandemi dan pasca pandemi. Padahal sehatusnya menjadi tugas Dinas Pariwisata dan Kebudayaan untuk memperhatikan nasib para seniman, untuk melakukan pembinaan dan pelestarian.
“Perda Pelestarian Kesenian Tradisional nyatanya tidak memberikan manfaat apapaun untuk kesenian dan para seniman” tegas pria yang juga pernah bekerja di Dinas Pariwisata dan Kebuyaan ini.
Lanjut Pria yang tinggal di Sugihwaras ini, dirinya sangat prihatin dengan dipindahkanya peralatan gamelan yang berada di Pendopo Malowopati Bojonegoro. Menurutnya pemindahan itu sebagai bukti lain ketidak pedulian penguasa atas kebudayaan di Bojonegoro.
Saat diskusi sudah mulai hangat, Mbah Huri memotong dengan menyampaikan kabar duka atas kepergian tokoh Seniman Bojonegoro “Jayus Pete”. Diskuis pun dihentikan sejenak untuk mengheningkan cipta sebagai penghormatan atas kepergian Seniman sastra Jawa yang telah mengharumkan nama Bojonegoro di kancah sastra Nasional dan Internasional ini.
Diskusipun berlanjut, para peserta terus menyampaikan unek-unek, harapan,gagasan untuk memajukan kebudayaan di Bojonegoro. Burhanudin Joe berharap Pemerintah Kabupaten Bojonegoro lebih memberikan perhatian tentang sejarah Bengawan Solo yang pernah menjadi jalur transportasi utama antara Jawa Tengah dan jawa Timur. Gampang Prawoto berharap Kabupaten Bojonegoro membangun Museum sebagai upaya untuk melestarikan kebudayaan di Bojonegoro agar jejak sejarah Bojonegoro bisa langgeng.
“sejarah Bojonegoro ini kan seperti napak Tilas tanpo Tilasan (menjari jejak yang tak ada jejaknya)” Kata Seniman Bojonegoro yang terkenal dengan Puisi-puisinya ini.
Hari semakin siang, waktu sudah menunjukan pukul 12.30, Kambing Guling pun sudah siap untuk disajikan, para sinden pun sudah selesai berdandan. Diskusi yang hangat ini akhirnya harus diakhiri dengan menyantap sajian yang tersedia di iringi oleh para waranggono dan sinden dengan suara khasnya. Suasana masa lalu semakin terasa saat mendengar alunan gending dari Speaker Toa yang ditali di pohon mangga.

Beberapa peserta yang sudah selesai menikmati sajian ikut menari bersama para sinden, sebuah tampilan yang jarang terjadi di Pusat Kota Bojonegoro ini. Meski gerakannya kaku namun para peserta sangat menikmati gelaran sinden dingkilik ini.
Acara kajian yang digelar Selasa 19-7-2020 seperti biasa dibiayai oleh para penghuni Sor Keres di Warungnya Bu Tyo, sebagai upaya menjaga independensi Kajian ini agar tetap bisa obyektif dalam membahas isu dan memberikan rekomendasi untuk Kabupaten Bojonegoro tercinta ini.
Penulis : Syafik