KAHMI Minta Pasal Pidana di Raperda Pendidikan Dihapus

oleh -15 Dilihat
Bupati Bojonegoro Anna Muawanah dan Ketua DPRD Bojonegoro Imam Solihin, dalam rapat paripurna membahas soal enam Raperda, di Kantor DPRD Bojonegoro, Senin 17-2-2020.Foto/Rozikin

Bojonegoro- Pembahasan soal sanksi pidana dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan di Kabupaten Bojonegoro memunculkan polemik. Salah satu Raperda tahun 2020 itu kini tengah digarap Pemerintah Bojonegoro dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Adalah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Bojonegoro yang tegas meminta Pemerintah Bojonegoro dan DPRD menghapus pasal sanksi pidana pada Raperda Penyelenggaraan Pendidikan dihapus. Terutama pada pasal 41 ayat (1), yaitu bagi penyelenggara pendidikan yang membebani biaya terhadap peserta didik tidak mampu secara ekonomi dan bagi setiap orang tua tidak mengikutsertakan anaknya pada program Wajardikdas 9 (sembilan) tahun dan pendidikan menengah universal diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Baca Juga :   Soal Batching Plant di Sukowati, Forum CSR: Perlu Ada Mediasi

Koordinator Presidium KAHMI Bojonegoro Yazid Mar’i menilai, pasal tersebut tidak perlu alasan dari sisi ekonomi : Beberapa orang harus mengizinkan anaknya untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup orang tua karena himpitan ekonomi.

Dari sisi pasar : Sekolah tidak dan atau pemerintah tidak memberikan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan setelah sekolah, sehingga mendapatkan pekerjaan menjadi lebih penting dari sekolah. “Sing (yang) korupsi ae ra dipidana, mosok anak bantu memenuhi kebutuhan keluarga, kok pak bokke dihukum. Sadis,” kata Yazid-panggilanya.

Baca Juga :   Teror Kobra Berlanjut di Bojonegoro

Yazid berharap pemerintah lebih arif jika melibatkan stake holder yang ada untuk realisasi program. Mulai dari dewan pendidikan yang telah dibentuk, melibatkan organisasi sosial kemasyarakatan, organisasi pemerintahan desa, kecamatan. Melihat faktor budaya dan faktor ekonomi khususnya masyarakat desa.

Sebelumnya Ketua Komisi C DPRD Bojonegoro, Mochlasin Affan mengatakan, bahwa sanksi dalam sebuah Peraturan Daerah dibutuhkan agar sebuah peraturan itu dapat berjalan efektif. Namun menurutnya tentang perlu atau tidaknya sanksi pidana, pihaknya menerima masukan dari semua pihak.”Kita perlu ada masukan,” ujar anggota Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyelenggaraan Pendidikan ini.

Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *