Jawa Timur Semakin Produktif, Tapi Mengapa Perempuan Bojonegoro Masih Tertinggal?

oleh 93 Dilihat
oleh
(Grafik by grok.com)

damarinfo.com – Bayangkan Jawa Timur sebagai kapal besar yang melaju, dengan 33,19 juta orang usia kerja pada Agustus 2024, naik 297,96 ribu jiwa dari tahun sebelumnya. Dengan **Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai 73,45%, provinsi ini menunjukkan semangat kerja yang kian membara. Tapi, di balik angka-angka yang berkilau, ada paradoks: laki-laki melaju kencang di lintasan kerja, sementara perempuan masih berjalan pelan, terutama di Kabupaten Bojonegoro. Meski Bojonegoro punya TPAK di atas rata-rata provinsi, kesenjangan gender tetap jadi batu sandungan. Mari kita bedah kondisi Jawa Timur, posisi Bojonegoro di peta kerja provinsi, dan apa yang membuat “Tanah Para Begawan” ini istimewa sekaligus tertantang.

Mesin Tenaga Kerja Jawa Timur: Semakin Kencang, Tapi Tak Merata

Data dari BPS Jawa Timur menunjukkan TPAK Jawa Timur naik dari 71,23% pada 2022 menjadi 73,45% pada 2024. Dari 24,38 juta angkatan kerja, 23,36 juta orang bekerja, meningkat 2,90% dari Agustus 2023. Kabupaten Pacitan memimpin dengan TPAK tertinggi (86,62% pada 2024), sementara Kota Malang terpuruk di posisi terbawah (67,52%).

Namun, ada kontras mencolok: TPAK laki-laki rata-rata di atas 80%, dengan puncak di Pacitan (90,3%), sementara TPAK perempuan hanya 60,64%, dengan titik terendah di Kabupaten Lumajang (53,91%). Ini seperti lomba lari estafet: laki-laki sudah jauh di depan, tapi perempuan masih berjuang mengejar. Menurut laporan BPS “Keadaan Angkatan Kerja Jawa Timur Agustus 2024,” sektor pertanian mendominasi dengan menyerap 7,35 juta pekerja (31,46%), sedangkan real estat hanya 0,19% (45,55 ribu orang). Pekerja informal mendominasi (61,49%, 14,37 juta orang), dan 40,47% pekerja hanya berpendidikan SD ke bawah, menunjukkan tantangan keterampilan.

**Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun dari 4,88% (2023) menjadi 4,19% (2024), tapi lulusan SMK justru punya TPT tertinggi (6,81%). Ini paradoks: pendidikan kejuruan yang seharusnya jadi tiket masuk dunia kerja malah membuat banyak anak muda terjebak di bangku pengangguran.

Posisi Bojonegoro di Peta Jawa Timur

Bojonegoro, kabupaten agraris di barat laut Jawa Timur, berbatasan dengan Tuban di utara, Lamongan di timur, Jombang, Nganjuk, Madiun, dan Ngawi di selatan, serta Blora (Jawa Tengah) di barat. Dengan luas 2.307,06 km² dan penduduk 1,363,058 jiwa (2023), Bojonegoro dikenal sebagai lumbung padi dan rumah Blok Cepu, salah satu sumber minyak terbesar di Indonesia.

Baca Juga :   Surat Redaksi Hari Buruh dan Pengangguran di Bojonegoro

Peringkat TPAK Bojonegoro: Dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, Bojonegoro berada di peringkat ke-14 dengan TPAK 73,86% pada 2024, sedikit di atas rata-rata provinsi (73,45%). Berikut perbandingan dengan kabupaten tetangga:

  • Lamongan: 74,80% (peringkat ke-10, laki-laki: 89,00%, perempuan: 60,78%).

  • Tuban: 74,55% (peringkat ke-12, laki-laki: 89,92%, perempuan: 59,41%).

  • Ngawi: 75,73% (peringkat ke-8, laki-laki: 86,19%, perempuan: 65,64%).

  • Nganjuk: 69,79% (peringkat ke-34, laki-laki: 84,35%, perempuan: 55,22%).

Analisis Perbandingan:

  • Bojonegoro kalah dari Ngawi, Lamongan, dan Tuban, tapi unggul jauh atas Nganjuk, yang terpuruk di posisi bawah. Ngawi menonjol dengan TPAK perempuan tertinggi (65,64%), mungkin karena keterlibatan perempuan di sektor pertanian lebih kuat.

  • TPAK laki-laki Bojonegoro (88,26%) kompetitif, hanya kalah dari Tuban (89,92%) dan Lamongan (89,00%). Namun, TPAK perempuan (59,53%) lebih rendah dari Ngawi dan Lamongan, tapi lebih baik dari Tuban dan Nganjuk.

  • Lamongan diuntungkan oleh kedekatan dengan kawasan metropolitan Gerbangkertosusila, sementara Tuban dan Bojonegoro didorong oleh migas dan pertanian. Nganjuk tertinggal, mungkin karena minimnya diversifikasi ekonomi.

(Grafik by grok.com)

Zoom In: Bojonegoro, Antara Potensi dan Kesenjangan Gender

TPAK Bojonegoro: Cerita Dua Sisi
Bojonegoro mencatat TPAK 73,86% pada 2024, naik dari 72,16% (2022), meski sedikit turun dari 74,29% (2023). Peringkat ke-14 di Jawa Timur menunjukkan posisi yang solid, tapi kesenjangan gender mencolok. TPAK laki-laki stabil di 88,26%, didorong oleh sektor pertanian dan migas, sementara TPAK perempuan hanya 59,53%, di bawah rata-rata provinsi (60,64%). Ini seperti dua sisi Sungai Bengawan Solo: laki-laki melaju kencang, tapi perempuan masih mencari jembatan untuk menyeberang.

Struktur Pekerjaan: Informal dan Agraris
Sektor pertanian, yang menyerap 31,46% pekerja Jawa Timur, kemungkinan besar mendominasi Bojonegoro, dengan sawah (32,58% wilayah) dan tembakau sebagai andalan. Sekitar 61,49% pekerja provinsi berada di sektor informal, dan Bojonegoro mengikuti pola ini—petani, pekerja harian, dan pengrajin kayu jati di Sukorejo jadi tulang punggung. Sektor migas (Blok Cepu) menyerap tenaga kerja terampil, tapi dengan 40,47% pekerja provinsi berpendidikan SD ke bawah, akses ke pekerjaan formal terbatas.

Baca Juga :   Tingkat Pengangguran Terbuka Bojonegoro Belum Penuhi Target RPJMD

Kesenjangan Gender: Hambatan di Tanah Begawan
TPAK perempuan Bojonegoro meningkat dari 56,77% (2022) ke 59,53% (2024), tapi masih tertinggal dibandingkan Ngawi (65,64%) atau Pacitan (82,93%). Norma sosial, tanggung jawab domestik, atau minimnya lapangan kerja ramah perempuan jadi penyebab. Sektor migas cenderung didominasi laki-laki, sedangkan peluang di UMKM atau jasa masih terbatas. Program seperti pelatihan wirausaha atau koperasi perempuan bisa menutup celah ini.

(Grafik by grok.com)

Potensi Ekonomi Bojonegoro
Blok Cepu menarik investasi dari ExxonMobil dan perusahaan China, tapi manfaatnya belum merata—banyak proyek pengembangan masyarakat berfokus pada infrastruktur seperti sekolah, bukan lapangan kerja formal. Pertanian (padi dan tembakau) tetap jadi andalan, tapi ketergantungan pada sektor informal membuat pekerja rentan. Industri kayu jati dan pariwisata budaya (misalnya, desa Kauman) punya potensi, tapi belum tergarap maksimal.

Apa yang Bisa Dilakukan di Bojonegoro?

  1. Pemberdayaan Perempuan: Dorong TPAK perempuan melalui pelatihan pengolahan produk pertanian atau kerajinan, serta akses modal untuk UMKM. Koperasi perempuan bisa jadi solusi.

  2. Penyelarasan Pendidikan: Kurikulum SMK harus selaras dengan kebutuhan migas atau agroindustri. Kerjasama dengan Pertamina atau ExxonMobil untuk magang bisa menekan TPT lulusan SMK.

  3. Diversifikasi Ekonomi: Kembangkan pariwisata budaya atau industri pengolahan kayu jati untuk ciptakan lapangan kerja baru, kurangi ketergantungan pada pertanian.

  4. Manfaatkan Digitalisasi: Bojonegoro masuk 10 besar SPBE Jawa Timur. Gunakan platform digital untuk pelatihan kerja atau informasi pasar kerja.

Bojonegoro, Saatnya Semua Ikut Berlayar

Jawa Timur ibarat kapal besar yang melaju, dengan Bojonegoro sebagai salah satu dayungnya, kokoh di peringkat 14. TPAK 73,86% menunjukkan semangat kerja yang kuat, tapi kesenjangan gender dan dominasi pekerja informal mengingatkan kita bahwa perjalanan belum usai. Bojonegoro, dengan migas dan sawahnya, punya potensi jadi mesin ekonomi yang lebih inklusif. Tapi, pertanyaannya: akankah kita biarkan perempuan dan lulusan SMK tertinggal di dermaga? Atau, akankah kita mengayuh bersama agar semua bisa ikut berlayar? Saatnya Bojonegoro tak hanya dikenal sebagai “Tanah Para Begawan,” tapi juga tanah kesempatan untuk semua.

Penulis ; Syafik

Sumber Data : BPS Jawa Timur dan laporan “Keadaan Angkatan Kerja Jawa Timur Agustus 2024.”