Dari Jaman Kolonial Belanda hingga Kini: Jalan Bojonegoro-Babat Sering Rusak

oleh 107 Dilihat
oleh
(Satlantas Polres Bojonegoro menandai Lubang di Jalan Poros Nasional Bojonegoro -Babat. Foto : Humas Polres Bojonegoro)

Damarinfo.com – Jika Anda sering melintasi Jalan Nasional Bojonegoro–Babat, tentu sudah hafal dengan lubang-lubang menganga yang kerap muncul walau baru saja diperbaiki. Jalan ini tak ubahnya langganan rusak, meskipun berstatus sebagai jalan poros nasional dan sering disentuh proyek perbaikan.

Tapi tahukah Anda, kerusakan jalan ini bukan cerita baru? Bahkan, keluhan tentang jalan ini sudah ditulis dalam koran berbahasa Belanda pada tahun 1929!

Keluhan Sejak Era Kolonial

Dalam Soerabaijasch Handelsblad edisi 27 Agustus 1929, seorang koresponden membuka laporannya dengan kalimat yang menggugah:

“Wij hebben reeds meermalen bericht over de onbillijke behandeling welke de onderafdeeling Bodjonegoro van het Gouvernement ontvangt.”
(Kami telah beberapa kali memberitakan tentang perlakuan tidak adil yang diterima oleh wilayah Bojonegoro dari Pemerintah.)

Pada waktu itu, Bojonegoro baru saja dipindahkan dari Karesidenan Rembang ke Provinsi Jawa Timur. Perubahan administratif ini berdampak langsung pada perhatian terhadap infrastruktur. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi memang sempat mengucurkan dana awal sebesar 2,5 ton gulden (kemungkinan setara 2.500 gulden) untuk perbaikan jalan. Namun, pemotongan anggaran sebesar 5.000 gulden tak lama kemudian menjadi pukulan telak.

Baca Juga :   Mentjari Bodjonegoro Siapa Boepati Bodjonegoro Tahun 1937?  R. Dradjat atau R.T. Prawirosoedjono?

Padahal, jalan poros dari Surabaya ke Bojonegoro sudah dalam kondisi rusak parah. Jalan Kapas–Bojonegoro sedang diperbaiki, dengan harapan sepanjang 8 pal (sekitar 12 km) bisa diaspal sebelum musim barat tiba.

Lalu Lintas Padat, Jalan Tak Terawat

Saat lalu lintas mulai padat, perawatan jalan malah dibatasi:

“Het onderhoud van het gedeelte van Soerabaja tot Kapas zal wegens de vermindering der begrooting wel op het strikt noodzakelijke worden beperkt.”
(Perawatan bagian jalan dari Surabaya hingga Kapas kemungkinan akan dibatasi seminimal mungkin karena pengurangan anggaran.)

Bahkan saat itu, menurut laporan koran:

  • 43 bus penumpang milik perusahaan otobus Pandowo melintasi Babat–Bojonegoro–Cepu setiap hari.

  • 12 bus tambahan milik Oei Twan Tik melayani rute Cepu–Bojonegoro.

  • Perusahaan Tan Luxe sedang menguji rute Surabaya–Bojonegoro–Baureno, yang jika menguntungkan, akan diperluas hingga Cepu.

Lalu lintas kian ramai, tapi kondisi jalan dari Kapas ke perbatasan Babat makin memburuk.

Peringatan yang Tak Didengar

Koresponden menutup laporannya dengan peringatan keras:

“Hoe dat weggedeelte zich in de a.s. Westmoesson zal houden, laat zich gissen. O.i. is het wel urgent den toestand onder de oogen te zien.”
(Bagaimana kondisi jalan tersebut nanti saat musim barat tiba, sulit diprediksi. Menurut kami, sangat mendesak untuk meninjau kembali situasi ini.)

Hampir satu abad lalu, suara itu sudah memperingatkan pentingnya perbaikan jalan Bojonegoro. Namun hari ini, kondisinya tak jauh berbeda.

Baca Juga :   Studi Tiru Zaman Kolonial: Petualangan Kades Bojonegoro ke Lampung

Refleksi: Sejarah yang Terulang

Kisah jalan Bojonegoro–Babat bukan hanya tentang lubang dan tambalan. Ini adalah cermin sejarah perencanaan infrastruktur yang timpang, dari era kolonial hingga sekarang.

Jika dulu jalan ini diabaikan karena birokrasi dan pengalihan kekuasaan, hari ini pun jalan ini terkesan “setengah hati” ditangani, meski sudah berstatus nasional.

Apakah kita akan terus mengulang kisah lama? Atau saatnya mengambil keputusan besar agar jalan ini benar-benar menjadi urat nadi ekonomi yang layak dan aman?

Penulis : Syafik

Sumber : Koran Soerabaijasch Handelsblad edisi 27 Agustus 1929, diunduh dari delpher.nl, diterjamhkan dengan chat.deepseek.com)