damarinfo.com – Setiap kali bulan Ramadan tiba, banyak ulama salaf meningkatkan ibadah mereka dengan berbagai cara. Salah satu kisah inspiratif datang dari Imam Malik bin Anas, pendiri mazhab Maliki. Imam Malik dikenal sebagai ulama besar yang selalu mengajar ilmu hadits dan fiqh kepada murid-muridnya. Namun, ketika bulan Ramadan datang, beliau melakukan sesuatu yang mengejutkan—menutup majelis ilmunya dan fokus hanya pada Al-Qur’an.
Imam Malik memahami bahwa Ramadan bukan hanya sekadar bulan puasa, tetapi juga bulan diturunkannya Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah: 185). Oleh karena itu, beliau lebih memilih untuk menghentikan kajian hadits dan fiqh sementara waktu dan mengalihkan perhatiannya sepenuhnya kepada tilawah serta tadabbur Al-Qur’an. Dalam kitab Tartib Al-Madarik wa Taqrib Al-Masalik, Ibn Farhun mencatat bahwa Imam Malik berkata, “Ini adalah bulan Al-Qur’an, bukan bulan fiqh.”
Keputusan ini tentu bukan karena beliau meremehkan ilmu fiqh atau hadits, tetapi lebih kepada kesadaran bahwa Ramadan memiliki keistimewaan tersendiri. Dalam kitab Siyar A’lam An-Nubala’, Imam Adz-Dzahabi menjelaskan bahwa Imam Malik percaya membaca, merenungkan, dan memahami Al-Qur’an adalah ibadah yang paling utama di bulan Ramadan. Beliau ingin sepenuhnya menghidupkan bulan suci ini dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai fokus utama.
Kebiasaan Imam Malik ini sejalan dengan apa yang dilakukan oleh banyak ulama salaf lainnya. Mereka memahami bahwa Ramadan adalah waktu terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memperbanyak membaca, mendengar, dan merenungkan ayat-ayat suci-Nya. Hikmah dari kisah ini mengajarkan kita bahwa ibadah di bulan Ramadan bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, tetapi juga soal meningkatkan hubungan dengan Al-Qur’an.
Pelajaran dari Imam Malik ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat mulai dengan meluangkan lebih banyak waktu untuk membaca Al-Qur’an, mengurangi aktivitas yang bisa mengalihkan fokus dari ibadah, dan berusaha memahami makna ayat-ayat yang kita baca. Dengan demikian, Ramadan menjadi lebih bermakna dan memberikan pengaruh spiritual yang mendalam dalam kehidupan kita.
Kisah ini juga menjadi pengingat bahwa di 10 malam terakhir Ramadan, kita perlu lebih bersungguh-sungguh dalam mencari keberkahan dan rahmat Allah. Salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan menghidupkan malam-malam tersebut dengan membaca Al-Qur’an, merenungkannya, dan mengamalkan isinya dalam kehidupan. Imam Malik telah memberikan contoh bagaimana seharusnya seorang Muslim memanfaatkan bulan Ramadan dengan sebaik-baiknya.
Dengan memahami dan meneladani kisah ini, semoga kita semakin terdorong untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai bagian utama dari ibadah kita di bulan suci ini. Ramadan bukan hanya tentang menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga tentang memperbaiki diri, mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Semoga kita bisa mengisi 10 hari terakhir Ramadan dengan lebih banyak interaksi dengan Al-Qur’an, sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama salaf terdahulu.
Penulis : Syafik