Bojonegoro- Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat di Bojonegoro, Ahmad Muhajirin meminta Pemerintah Bojonegoro membatalkan kenaikan Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transportasi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.
Alasannya pemerintah dan semua pihak sedang bergotong-royong, berjibaku mengumpulkan sumber daya untuk melawan wabah virus corona atau Covid-19. “Kita minta untuk dibatalkan,” kata Koordinator Divisi Advokasi Kebijakan dan Lingkungan Institute Development For Society (IdFos) Bojonegoro ini.
Diakui Muhajirin, bahwa tunjangan-tunjangan anggota DPRD, termasuk kenaikanya merupakan hak dari para wakil rakyat. Namun di masa pandemi covid-19 kenaikan tunjangan itu kurang tepat.
Muhajirin lalu merujuk beberapa alasan kenapa kenaikan dirasa tidak tepat. Contoh; Provinsi Jawa Timur, termasuk Bojonegoro grafik kasus terkonfirmasi positif covid-19 terus naik. Artinya hal itu butuh effort (usaha) yang luar biasa untuk menanganinya. Seperti penggunaan sumber daya termasuk dana lebih banyak untuk dialokasikan. Apalagi pihaknya belum tahu kapan atau berapa lama wabah ini akan turun grafiknya. Sehingga dana kenaikan bisa dialokasikan untuk mitigasi dan pencegahan covid-19.
Sekarang ini, lanjut Muhajirin, Kabupaten Bojonegoro sedang mengalami defisit anggaran. Tentu menjadikan ruang fiskal tertekan karena Dana Bagi Hasil (DBH) menurun sebagai konsekuensi turunnya harga minyak dunia. Ruang fiskal menyempit menjadikan tidak banyak pilihan bagi Pemerintah Bojonegoro untuk merealokasi dananya penanganan kedaruratan covid-19. Untuk itu sebaiknya dana direalokasi untuk penanganan penyakit yang pertama muncul dari Kota Wuhan, Cina ini. Misalnya pemerintah yang sedang menjajaki kenormalan baru termasuk.

Sebagaimana kita tahu ekonomi Indonesia yang melemah ditandai dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi dipangkas menjadi 2,7 persen berpontensi menciptakan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara lapangan kerja juga berkurang. Dengan demikian anggaran kenaikan dapat digunakan untuk belanja padat karya sebagai penopang ekonomi masyarakat rentan tetap produktif.
Selain itu, lanjut Muhajirin, pemerintah sedang mengencangkan ikat pinggang dengan memangkas anggaran-anggaran yang penggunaannya kurang penting demi menjaga pertumbuhan ekonomi. Misalnya pemangkasan anggaran pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) (untuk eselon² tertentu) dan kenaikan gaji. Sehingga tidak etis, dan justru menimbulkan persepsi buruk bagi DPRD. Sebaiknya DPRD fokus untuk bantu Pemerintah Bojonegoro mengatasi covid-19.
Kenaikan tunjangan DPRD tersebut, mungkin rasionya terhadap total APBD tidak besar. Namun bukan besar kecilnya rasio yang jadi persoalan, akan tetapi bentuk dan sikap peduli DPRD nyata dimana saat ini perlu ditunjukkan dan dilakukan ke publik dalam penanganan covid-19. Karena penanganan bencana perlu tauladan dari para tokoh termasuk dari anggota DPRD.
Muhajirin menyatakan bahwa Bangsa Indonesia termasuk yang “bermadzab” mencontoh dalam bertindak. Artinya jangan sampai masyarakat nanti yang dapat Bantuan Langsung Tuna (BLT) juga Bantuan Sosial Tunai (BST) atau lainnya, dimarahi jika digunakan belanja di tengah pandemi wabah ini. “Karena mereka akan mengatakan tokoh-tokoh kami juga begitu kok.”
Untuk itu IdFos berkesimpulan bahwa kenaikan tunjangan anggota DPRD di tengah wabah covid-19 ini tidak tepat. Juga diharapkan tunjangan tidak dinaikan sebagai salah satu cara menjaga marwah (kehormatan) lembaga DPRD.
Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko