Jawa Timur dalam Cermin Angka
Jawa Timur ibarat sebuah orkestra besar, di mana setiap kabupaten dan kota memainkan nada pembangunan keluarganya masing-masing. Dari Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) 2024, provinsi ini mencatat skor rata-rata 62,67—masih dalam kategori “Berkembang”. Namun, di balik angka itu, terlihat irama yang timpang: wilayah perkotaan dan eks-Madiun mendendangkan nada tinggi, sementara Madura dan Tapal Kuda masih berjuang dengan nada rendah.
Kota Madiun (70,55) dan Kota Mojokerto (66,99) mengisi posisi terdepan, sementara Bangkalan (55,70) dan Sumenep (57,44) tertatih di barisan bawah. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa pembangunan keluarga bukan sekadar urusan ekonomi, melainkan juga soal tata kelola, prioritas kebijakan, dan budaya sosial yang melingkupinya.
Bojonegoro: Pemain Regional dengan Modal Migas
Di antara riuhnya data, Kabupaten Bojonegoro muncul sebagai salah satu “pemain regional” dengan skor 64,78 (peringkat 9 Jatim). Sebagai daerah penghasil migas, Bojonegoro kerap dilihat punya keunggulan ekonomi. Namun, ketika cermin iBangga dihadapkan, hasilnya tidak selalu segemerlap kilau minyak.
Arena Perbandingan: Bojonegoro dan Para Tetangga
Jika dibandingkan dengan tetangganya—Lamongan, Tuban, Ngawi, dan Nganjuk—posisi Bojonegoro menampilkan cerita berlapis.
Kabupaten | Nilai iBangga 2024 | Peringkat Jatim | Kategori | Selisih dengan Bojonegoro |
---|---|---|---|---|
Nganjuk | 65,94 | 5 | Berkembang (Tinggi) | +1,16 |
Bojonegoro | 64,78 | 9 | Berkembang (Tinggi) | – |
Lamongan | 64,56 | 11 | Berkembang (Tinggi) | -0,22 |
Tuban | 63,55 | 16 | Berkembang | -1,23 |
Ngawi | 62,79 | 20 | Berkembang | -1,99 |
-
Bojonegoro vs Lamongan & Tuban: Bojonegoro sedikit unggul dari Lamongan (+0,22) dan cukup jauh dari Tuban (+1,23). Keunggulan ini bisa dibaca sebagai “bonus” migas yang mendorong perbaikan indikator dasar. Namun, tipisnya selisih dengan Lamongan—yang basis ekonominya lebih pada perdagangan dan jasa—menunjukkan bahwa uang bukan satu-satunya kunci.
-
Bojonegoro vs Ngawi: Selisih hampir 2 poin mengindikasikan fondasi keluarga Bojonegoro relatif lebih kuat dalam aspek legalitas dan pemenuhan kebutuhan dasar.
Apa itu iBangga?
iBangga (Indeks Pembangunan Keluarga) adalah alat ukur komprehensif yang digunakan untuk menilai kualitas kehidupan keluarga di Indonesia.
iBangga menilai keluarga dari tiga dimensi utama:
-
Ketenteraman → keluarga yang aman, harmonis, legalitas jelas, dan bebas dari konflik berat.
-
Kemandirian → kemampuan keluarga memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan bergizi, rumah layak huni, pendidikan, kesehatan, dan tabungan.
-
Kebahagiaan → interaksi positif, waktu berkualitas, pengasuhan bersama, serta partisipasi sosial.
Rentang skor iBangga:
-
<40 = Rentan (Kurang Baik)
-
40–70 = Berkembang (Cukup Baik)
-
>70 = Tangguh (Baik)
Dengan alat ini, pembangunan keluarga tidak lagi hanya berbicara soal ekonomi, tetapi juga harmoni, kemandirian, dan kebahagiaan.
Duel Data: Bojonegoro vs Nganjuk
Jika skor iBangga adalah panggung, maka duel Bojonegoro–Nganjuk ibarat dua aktor utama dengan karakter berbeda: satu berbekal migas, satu lagi mengandalkan tata kelola. Mari kita bedah indikator pentingnya.
1. Stunting
-
Bojonegoro: penurunan konsisten dari 32,48% (2019) → 12% (2024).
-
Nganjuk: sempat membaik hingga 17,1% (2023), namun naik lagi ke 22,8% (2024).
👉 Di meja gizi, Bojonegoro lebih piawai menyiapkan masa depan anak-anaknya.
2. Pendidikan
-
Bojonegoro: rata-rata lama sekolah 7,59 tahun (2024).
-
Nganjuk: lebih tinggi, 8,25 tahun (2024).
👉 Nganjuk menanam investasi lebih kokoh di bangku sekolah.
3. Ekonomi & Pengangguran
-
Bojonegoro: pengangguran 4,42%, kemiskinan 11,69%.
-
Nganjuk: lebih rendah, pengangguran 3,87%, kemiskinan 10,17%.
👉 Nganjuk lebih stabil dalam menciptakan kesejahteraan merata.
4. Rumah Layak Huni
-
Bojonegoro: 67,01% (2024).
-
Nganjuk: melesat hingga 83,04% (2024).
👉 Nganjuk lebih berhasil menjadikan rumah bukan sekadar tempat tinggal, melainkan pondasi kesejahteraan.
5. Gender & Partisipasi Perempuan
-
Bojonegoro: IPG 92,22, perempuan di parlemen 18%.
-
Nganjuk: IPG 94,92, perempuan di parlemen 22% (bahkan sempat 32% pada 2023).
👉 Di panggung politik, Nganjuk lebih memberi ruang bagi perempuan.

Cahaya & Bayangan
-
Bojonegoro: Cahaya terbesar ada pada penurunan stunting yang impresif. Bayangan masih membayangi di pendidikan, kualitas rumah, dan peran perempuan.
-
Nganjuk: Cahaya terletak pada pendidikan, ekonomi, rumah layak huni, dan gender. Namun, bayangannya adalah lonjakan kembali angka stunting—bom waktu yang bisa menggerus generasi emas.
Kesimpulan: Migas vs Governance
Kisah Bojonegoro dan Nganjuk memberi pelajaran penting: kekayaan sumber daya alam tidak otomatis menjelma kesejahteraan keluarga. Bojonegoro, dengan migasnya, tetap tertinggal dari Nganjuk yang “hanya” mengandalkan tata kelola dan program pembangunan yang berkesinambungan.
Pembangunan keluarga ibarat menanam pohon: minyak bisa menjadi pupuk, tetapi tanpa perawatan dan konsistensi, pohon tidak akan tumbuh rindang. Nganjuk menunjukkan bahwa governance yang solid bisa mengalahkan keunggulan migas.
Bagi Bojonegoro, cermin iBangga 2024 menghadirkan tantangan sekaligus peluang: bagaimana modal besar dari migas bisa ditransformasikan menjadi kualitas keluarga yang lebih bahagia, tenteram, dan tangguh di masa depan.
Penulis : Syafik
Sumber data : Sistem Informasi Peringatan Dini Pengendalian Penduduk (SiPerindu) BKKBN