damarinfo.com – Ketika Tekanan di Makkah Memuncak. Setelah lebih dari sepuluh tahun berdakwah, Rasulullah ﷺ dan para sahabat menghadapi tekanan yang semakin keras dari kaum Quraisy. Penyiksaan, boikot, hingga ancaman pembunuhan terus meningkat. Hingga akhirnya, pada tahun ke-13 kenabian, datanglah kabar gembira: penduduk Yatsrib (Madinah) siap menerima Islam dan melindungi Rasulullah serta kaum Muslimin.
Sebelumnya, sekelompok penduduk Yatsrib dari suku Aus dan Khazraj telah berbaiat kepada Rasulullah dalam Baiat Aqabah Pertama dan Kedua, seperti disebutkan dalam “Sirah Ibnu Hisyam”. Mereka berjanji akan membela Islam sebagaimana mereka membela keluarga sendiri. Dengan dukungan ini, perintah hijrah pun turun, dan kaum Muslimin mulai berpindah ke Madinah secara diam-diam.
Malam yang Mencekam: Rencana Pembunuhan Rasulullah
Kepergian kaum Muslimin membuat Quraisy geram. Mereka khawatir Rasulullah akan membangun kekuatan baru di Madinah. Dalam sebuah pertemuan di Darun Nadwah, mereka memutuskan untuk membunuh Nabi Muhammad secara bersamaan dengan melibatkan perwakilan dari berbagai suku, agar tanggung jawabnya tersebar dan tak bisa dibalas.
Jibril datang memperingatkan Rasulullah agar segera berhijrah. Malam itu, Rasulullah meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidurnya, menggunakan selimut hijau miliknya. Saat para pembunuh mengepung rumahnya, Rasulullah membaca Surah Yasin ayat 9, lalu berjalan keluar tanpa terlihat oleh mereka. Seperti yang disebutkan dalam “Ar-Rahiq Al-Makhtum”, Allah menutup pandangan mereka, dan Rasulullah berhasil lolos.
Perjalanan Penuh Rintangan ke Madinah
Ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq, Rasulullah berangkat ke arah Gua Tsur, bukan langsung ke Madinah. Ini adalah strategi cerdas untuk mengelabui Quraisy. Mereka bersembunyi di sana selama tiga hari. Saat pasukan Quraisy sampai di depan gua, Abu Bakar berbisik ketakutan, “Ya Rasulullah, jika mereka menundukkan kepala, mereka akan melihat kita!”
Namun, Rasulullah menenangkan sahabatnya, “Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” (QS. At-Taubah: 40). Seperti disebutkan dalam “Shahih Al-Bukhari”, Allah mengirim laba-laba yang menenun sarang di pintu gua dan burung merpati yang bersarang, sehingga para pencari jejak mengira gua itu kosong.
Suraqah bin Malik dan Janji Mahkota Raja Persia
Dalam perjalanan ke Madinah, Suraqah bin Malik, seorang pemburu hadiah Quraisy, mengejar Rasulullah untuk mendapatkan imbalan besar. Namun, setiap kali mendekat, kudanya terperosok ke dalam pasir. Ia akhirnya menyerah dan meminta jaminan keamanan dari Rasulullah. Suraqah pun masuk Islam, dan Rasulullah menjanjikan kepadanya mahkota Raja Persia, yang kelak benar-benar terjadi di masa Khalifah Umar bin Khattab.
Tiba di Madinah: Sambutan Penuh Cinta
Setelah perjalanan yang penuh bahaya, Rasulullah akhirnya tiba di Quba, sebuah desa di pinggiran Madinah. Di sana, beliau mendirikan Masjid Quba, masjid pertama dalam Islam. Setelah beberapa hari, beliau memasuki Madinah dengan sambutan luar biasa dari penduduk. Anak-anak dan orang dewasa menyanyikan “Thala’al Badru ‘Alayna”, ungkapan cinta mereka kepada Nabi yang mereka nantikan.
Seperti disebutkan dalam “Sirah Ibnu Hisyam”, hijrah ini bukan sekadar pindah tempat, melainkan pindah dari keterpurukan menuju kemenangan, dari keterasingan menuju kejayaan Islam.
Hijrah: Simbol Perjuangan dan Awal Peradaban Islam
Hijrah bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi juga tonggak awal terbentuknya masyarakat Islam yang berdaulat. Di Madinah, Rasulullah membangun negara Islam pertama, menetapkan Piagam Madinah, dan mengembangkan Islam dengan lebih kuat.
Peristiwa ini juga menjadi dasar penanggalan Islam, sebagaimana diresmikan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Hijrah mengajarkan bahwa perubahan besar butuh pengorbanan, strategi, dan ketawakalan kepada Allah.
Penulis : Syafik