Innalilahi wa innailaihi roojiun. Artinya, Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah, dan kepada Allah jualah kami kembali. Potongan ayat dari Surah Al Baqarah itu, ramai menghiasi halaman media massa dan juga media sosial.
Ucapan untuk KH Solahuddin Wahid alis Gus Solah,77 tahun yang wafat di rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta pada Ahad malam 2-2-2020. Adik Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini, meninggal akibat sakit yang diidap cukup lama.
Semasa hidupnya, putra dari mantan Menteri Agama RI, KH Wahid Hasyim ini, punya sederet jabatan menarik yang jauh dari ilmu dasarnya, yaitu insinyur lulusan Institut Teknologi Bandung. Lahir di kota santri Jombang, pada Jumat 11 September 1942, Gus Solah pernah menjadi Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tahun 2002.
Gus Solah juga salah satu tokoh Islam yang tidak terima dengan anggapan banyak ustaz mengajarkan radikalisme. Makanya anggapan ‘miring itulah yang diperjuangkan dan diluruskan akan tudingan itu, dengan caranya. Terutama memberikan pemahaman ke anak-anak muda, para cendikia, tentang pemahaman salah soal jihad.
Dalam catatan politik, Gus Solah pernah mencalonkan sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2002 bersama Wiranto ketika itu. Namun langkahnya terhenti pada putaran pertama karena menempati urutan ketiga ketika itu.
Juga pernah menjadi calon kuat Ketua Umum PB NU ke 33 yang digelar di Alun-alun Jombang pada awal bulan Agustus 2015 silam. Tentu banyak jabatan yang diembannya termasuk pernah menjadi dewan penasehat Ikatan Cendiakawan Muslim Indonesia, Ketua PB NU hingga menjadi anggota dewan pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Setelah menduduki sejumlah jabatan penting, Gus Solah menjadi pemangku Pondok Pesantren Tebu Ireng, yang didirikan kakeknya, yaitu KH Hasyim As’ari, pendiri NU di daerah Cukir, Jombang. Gus Solah meneruskan posisi pamannya, yaitu KH Yusuf Hasyim, yang meninggal pada 14 Januari 2007 silam.
Selama menjadi pemangku Pondok Pesantren Tebu Ireng, Gus Solah juga sangat terbuka untuk urusan pelbagai hal. Tentang keagamaan, pemberdayaan ekonomi masyarakat, masalah sosial dan tentu saja masalah keumatan.
Misalnya program menarik satu tahun ini yang didukung Gus Solah. Yaitu kerjasama Pengurus Pusat Muhammadiyah dengan pengurus Pondok Pesantren Tebu Irang. Kedua membuat film dengan judul ‘Jejak Langkah 2 Ulama.” Film berisi tentang kisah KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah dan KH Hasyim Asyari pendiri NU ini dikerjakan pada pertengahan tahun 2019 silam. Kerjasamanya ditandatangani Gus Solah bersama Ketua PP Muhammadiyah KH Haedar Nasir.
Pesan dari film ini, disasarkan kepada generasi muda. Yaitu agar mereka mengetahui peran KH Dahlan dan KH Hasyim dalam berdakwah dan mendirikan Muhammadiyah serta NU. Ide pembuatan film ini berawal dari kegelisahan melihat kondisi Indonesia, di mana sering terjadi konflik dengan beratasnamakan Islam. Sementara pendiri Muhammadiyah dan NU malah pernah belajar bersama.
Film bergenre religi yang digarap Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah dengan Pondok Pesantren Tebu Ireng ini, dijadwalkan tayang pada Januari-Februari 2020 ini. Sayang, sebelum film direlease, Gus Solah meninggal lebih dahulu.
Seorang jurnalis di Jombang mengaku merasa senang dengan keberadaan Gus Solah sebagai pemangku Pondok Pesantren Tebu Ireng. Sosoknya menjadi magnet dan yang paling penting, mudah meringankan tugas-tugas kejurnalistikan. Gus Solah mudah ditelepon jika ada sesuatu yang mesti dikonfirmasi. Padahal sekelas beliau,” tegas Ishomuddin, jurnalis media yang terbit di Jakarta ini.
Kini, Gus Solah telah pergi. Tak hanya keluarga besar NU tetapi juga organisasi kemasyarakatan lainnya. Sosok idealis, peduli umat dan penjaga keseimbangan umat. Sugeng tindak Gus Solah.
Penulis : Sujatmiko