Setyo Wahono – Nurul Azizah dan Target 7% Kemiskinan di 2029: Realistiskah?

oleh 121 Dilihat
oleh
(Bupati dan Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Wahono - Nurul Azizah)

Kemiskinan, Masalah Lama yang Butuh Solusi Baru

Kemiskinan masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia, terutama di daerah berkembang seperti Bojonegoro. Meski berbagai program telah digelontorkan dengan anggaran besar, angka kemiskinan tetap sulit ditekan.

Secara sederhana, kemiskinan adalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan. Ketika penghasilan tidak mencukupi, akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja pun semakin terbatas. Akibatnya, kemiskinan terus berputar dalam lingkaran yang sulit diputus.

Bojonegoro dan Tantangan Mengurangi Kemiskinan

Sebagai kabupaten dengan APBD terbesar kedua di Jawa Timur, Bojonegoro memiliki kapasitas anggaran yang besar untuk menangani kemiskinan. Namun, efektivitas program masih menjadi tanda tanya, mengingat jumlah penduduk miskin justru bertambah di beberapa tahun terakhir.

Data menunjukkan bahwa Bojonegoro berada di peringkat ke-11 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur dalam hal angka kemiskinan. Meskipun berbagai program telah dijalankan dengan anggaran besar, hasilnya belum maksimal.

Salah satu fakta yang mengejutkan adalah laporan akhir Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah tahun 2021. Laporan ini menyebutkan bahwa anggaran pengentasan kemiskinan secara keseluruhan (tidak hanya bantuan sosial) mencapai Rp1,14 triliun, namun jumlah penduduk miskin justru bertambah 5.420 jiwa.

Pada tahun 2023, penurunan angka kemiskinan hanya mencapai 150 jiwa, dengan anggaran yang jika dihitung secara kasar (berdasarkan jumlah Bantuan Sosial yang direalisasikan) dibutuhkan biaya Rp842 juta untuk mengentaskan kemiskinan satu orang. Efektivitas penggunaan dana ini tentu menjadi pertanyaan besar.

APBD Bojonegoro: Besar Tapi Tidak Efektif?

Bojonegoro memiliki APBD terbesar kedua di Jawa Timur sejak tahun 2019, hanya kalah dari Surabaya. Anggaran yang terus meningkat seharusnya menjadi modal besar untuk menekan angka kemiskinan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Berikut perkembangan APBD Bojonegoro dan jumlah penduduk miskin dalam beberapa tahun terakhir:

(Tabel APBD, Jumlah Penduduk Miskin, Penurunan/kenaikan jumlah penduduk miskin. Data diolah)

Terlihat bahwa meskipun anggaran meningkat pesat, jumlah penduduk miskin tidak mengalami penurunan yang signifikan. Bahkan, pada tahun 2021, angka kemiskinan sempat meningkat meskipun APBD tetap tinggi.

(Grafik Kenaikan dan Penurunan Jumlah Penduduk Miskin di Bojonegoro, tahun 2019-2024. Data diolah)

Evaluasi Kinerja Pemkab Bojonegoro dalam Pengentasan Kemiskinan (2003-2024)

Jika melihat data penurunan kemiskinan berdasarkan periode kepemimpinan bupati, terlihat tren yang cukup mencolok:

Baca Juga :   Kabupaten Bojonegoro (Masih) Termiskin di antara Kabupaten/Kota Terkaya di Indonesia
(Tabel Bupati, APBD, jumlah Penduduk Miskin, Penurunan jumlah penduduk miskin. Data diolah)

Dari tabel ini, terlihat bahwa pertumbuhan APBD tidak selalu sebanding dengan efektivitas penurunan kemiskinan. Khususnya pada periode 2018-2023, kenaikan APBD mencapai 5,05 triliun, tetapi angka penurunan kemiskinan justru yang paling kecil dibandingkan periode sebelumnya.

Kini, kepemimpinan Setyo Wahono – Nurul Azizah dihadapkan pada PR besar: Apakah mereka mampu membalikkan tren penurunan efektivitas anggaran dalam mengatasi kemiskinan?

(Grafik Bupati, APBD, jumlah Penduduk Miskin, Penurunan jumlah penduduk miski. Data diolah)

Evaluasi dalam Pengelolaan Program

Dengan APBD terbesar kedua di Jawa Timur, seharusnya Bojonegoro memiliki daya ungkit yang lebih kuat dalam menekan angka kemiskinan. Namun, besarnya anggaran tidak serta-merta menghasilkan dampak signifikan, sebagaimana terlihat dari tren perlambatan penurunan angka kemiskinan dalam lima tahun terakhir.

1. Anggaran Besar, Hasil Tidak Signifikan

  • Tahun 2021, anggaran bantuan sosial mencapai Rp205 miliar, tetapi jumlah penduduk miskin justru bertambah 5.420 jiwa.
  • Tahun 2022, dengan anggaran Rp149 miliar, angka kemiskinan turun 13.120 jiwa, namun biaya yang dihabiskan per orang mencapai Rp11,4 juta.
  • Tahun 2023 menjadi yang paling mengecewakan: meskipun bantuan sosial mencapai Rp126 miliar, angka kemiskinan hanya turun 150 jiwa, dengan biaya fantastis Rp842 juta per orang.

2. Inkonsistensi dalam Tren Penurunan Kemiskinan

  • Pada 2019, Bojonegoro berhasil menurunkan angka kemiskinan 9.300 jiwa hanya dengan anggaran Rp18 miliar (Rp1,9 juta per orang).
  • Pada 2023, anggaran naik hampir tujuh kali lipat, tetapi hasilnya jauh lebih buruk.
  • Ini menunjukkan bahwa alokasi dana yang besar tidak otomatis menurunkan angka kemiskinan jika tidak dikelola dengan tepat.

3. Salah Sasaran dan Kurangnya Evaluasi Program

  • Bantuan sosial yang besar seharusnya disertai dengan program pemberdayaan berkelanjutan, bukan hanya bantuan tunai.
  • Kemungkinan salah sasaran dalam distribusi bantuan atau kurangnya pengawasan menyebabkan anggaran besar tidak berdampak maksimal.
  • Kurangnya transparansi dan evaluasi menyebabkan kesalahan yang sama terus berulang.

Apakah Target Angka Kemiskinan 7 persen Realistis?

Setyo Wahono dan Nurul Azizah memulai kepemimpinan mereka dengan target ambisius: menurunkan angka kemiskinan di Bojonegoro hingga 7% pada tahun 2029. Target ini tentu menjadi harapan besar bagi masyarakat, tetapi pertanyaannya, apakah ini benar-benar realistis?

Baca Juga :   Bahas Strategi Pengentasan Kemiskinan, Kemenko PMK Gelar Seminar Nasional di Unigoro

Jika melihat data terkini, jumlah penduduk miskin di Bojonegoro pada tahun 2024 tercatat sebanyak 147.300 jiwa, dengan persentase kemiskinan 11,69% dari total populasi sekitar 1,33 juta jiwa. Artinya, dalam lima tahun ke depan, jumlah penduduk miskin harus berkurang hingga 93.520 jiwa agar target 7% bisa tercapai. Secara matematis, ini berarti Bojonegoro harus mampu mengentaskan sekitar 10.756 jiwa dari kemiskinan setiap tahunnya.

Namun, jika melihat tren historis, pencapaian ini bukan perkara mudah. Pada periode 2003-2014, Bojonegoro memang pernah mencatat penurunan yang cukup signifikan, dengan rata-rata lebih dari 13.000 jiwa per tahun. Tetapi dalam satu dekade terakhir, laju penurunan jauh lebih lambat, bahkan di beberapa tahun angka kemiskinan justru meningkat.

Dengan demikian, target 7% bukan mustahil, tetapi membutuhkan strategi yang lebih inovatif dan efektif. Pemerintah daerah harus memastikan bahwa setiap rupiah dalam anggaran digunakan secara optimal, dengan program yang benar-benar berdampak bagi masyarakat miskin, bukan sekadar bantuan sosial yang bersifat sementara.

Saatnya Pemimpin Baru Bertindak!

Dengan APBD yang terus meningkat, kepemimpinan Setyo Wahono – Nurul Azizah harus memastikan bahwa anggaran benar-benar digunakan secara tepat sasaran, efisien, dan berdampak nyata bagi masyarakat miskin.

Agar target ambisius ini dapat diraih, Pemkab Bojonegoro perlu:

  1. Memperkuat Program Padat Karya untuk menciptakan lapangan kerja.
  2. Meningkatkan Akses Pendidikan dan Kesehatan bagi keluarga miskin.
  3. Optimalisasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) agar lebih tepat sasaran.
  4. Mendukung Sektor Pertanian dan UMKM dengan pelatihan dan akses modal.
  5. Memperbaiki Infrastruktur Dasar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
  6. Monitoring dan Evaluasi Ketat agar setiap rupiah benar-benar berdampak.

Kesimpulan: Bojonegoro Butuh Perubahan Nyata!

Pemkab Bojonegoro harus segera bertindak! Tidak cukup hanya mengguyur dana miliaran rupiah tanpa strategi yang jelas dan terukur. Program harus berbasis data, transparan, serta memiliki mekanisme evaluasi yang ketat agar setiap rupiah benar-benar berdampak.

Setyo Wahono – Nurul Azizah tidak boleh mengulang pola lama. Jika mereka tidak segera membuktikan gebrakan baru, maka lima tahun ke depan Bojonegoro akan tetap terjebak dalam masalah yang sama.

Kini, giliran Setyo Wahono – Nurul Azizah membuktikan bahwa mereka tidak hanya melanjutkan pola lama, tetapi membawa perubahan nyata bagi masyarakat Bojonegoro, untuk Bojonegoro Makmur dan Membanggakan.

Penulis : Syafik

Sumber data : Berita Resmi Statistik Nomor : 21/7/3522/Th. IV, 22 Juli 2024 BPS Bojonegoro, Laman BPKAD (bpkad.id)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *