Dosen FH Unigoro: Bojonegoro Telah Terapkan Semi-Karantina

oleh -18 Dilihat
Tim Covid-19 memeriksa suhu tubuh dengan thermo gun seorang pengguna jalan di perbatasan Bojonegoro-Ngawi, tepatnya di Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, pada Jumt 3--2020.Foto/dok.Humas Polres Bojonegoro

Bojonegoro – Dosen Fakultas Hukum Universitas Bojonegoro Mohammad Mansur mengatakan, sebenarnya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sudah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Semacam karantina tapi tidak full (semi-karantina). Masih ada akses dan kegiatan tertentu yang diperbolehkan,” kata Mansur, panggilanya pada damarinfo.com, Minggu 5-April-2020.

Penegasan Mansur ini merespon pernyataan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang menerbitkan Peraturan Presiden nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB. Kemudian Keputusan Presiden nomor 11 Tahun 2020 Tentang Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Untuk melaksanakan Perpres nomor 21 tahun 2020, Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (covid-19).

Baca Juga :   Tetap Jaga Jarak, Bupati Bojonegoro Lantik 84 Pejabat

Mansur kemudian mencontohkan, yaitu Pemerintah Bojonegoro meliburkan sekolah, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan resepsi pernikahan. Kemudian acara tahlilan, dan kegiatan-kegiatan yang bersifat mengumpulkan massa. Meski masih bersifat imbauan dengan skala kecil. “Jika Kabupaten Bojonegoro menerapkan PSBB maka sifatnya tidak imbauan lagi, tapi sudah penertiban dengan skala yang lebih besar, tegasnya.

Lanjut Mansur, dalam ketentuan PSBB ini negara tidak menjamin seluruh kebutuhan hidup dasar masyarakat tetapi hanya sebagian. Kondisi ini berbeda jika pemerintah melaksanakan karantina atau biasa dikenal dengan istilah lockdown.

Baca Juga :   Kampung Tangguh Bojonegoro Jadi Role Model Nusantara

Sebelumnya, dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 9 tahun 2020, untuk melaksanakan PSBB, Gubernur/Bupati/Walikota mengajukan permohonan. Yitu kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan disertai lampiran-lampiran data yang diperlukan. Selanjutnya Tim yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan melakukan kajian berdasarkan data yang disampaikan dan paling lama satu hari dari pengajuan permohonan penetapan. Selanjutnya, tim menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Kesehatan.

Pihak Menteri Kesehatan RI diberikan waktu paling lama dua hari sejak permohonan penetapan, untuk menetapkan dikabulknya permohonan PSBB dari Gubernur/Bupati/Walikota tersebut. Tentu saja dengan memperhatikan pertimbangan dari Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Penulis : Syafik
Editor : Sujatmiko

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *