Di Bulan Muharrom Marak Acara Santunan Bertajuk Anak Yatim, Siapa Yang di Katakan Anak Yatim?

oleh 134 Dilihat
oleh

Bojonegoro, damarinfo.com – Di bulan muharrom pemberian santunan kepada anak yatim yang ada di masyarakat biasa di lakukan, tentu hal ini sangat perlu untuk mengetahui siapa yang di maksud anak yatim sesuai sabda Rosulullah SAW.

Dalam hadits di sebutkan :

أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا ، وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ

 وَالْوُسْطَى وَفَرَّجَ بَيْنَهُمَا شَيْئًا

Artinya: “Dari Sahl bin Sa’ad RA, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.’ Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya”.

قوله صلى الله عليه وسلم: “لا يتم بعد الحلم

Artinya: “Tidak disebut yatim orang yang telah balig.” (HR Abu Daud)

Imam As-Syairazi As-Syafi’i (W 476 H), bahwa berpendapat Yatim adalah seorang yang tidak memiliki ayah sedang dia belum baligh. Setelah baligh maka orang itu tidak disebut yatim.”

Ada beberapa batasan seseorang masih disebut anak yatim atau bukan, yakni:

• Sudah ihtilam (bermimpi basah)
• Sudah berusia 15 tahun
• Sudah menstruasi

Dalam kajian Kitab Riyadus Solihin yang di kemas dalam istilah Jagong Rutin  pada sabtu pagi di Kantor PC NU Bojonegoro, Kiyai Ahmadi Ilyas selaku Pengasuh mengatakan jika anak yang di tinggal meninggal oleh ibunya maka tidak di namakan yatim, namun di indonesia di sebut piatu sehingga jika meninggal kedua orang tuanya maka di sebut yatim piatu.

“Sehingga jika melakukan santunan anak yatim, harus di sertakan dengan bahasa duafa’, karena seringkali anak yang di undang terkadang sudah baligh selain itu juga ada piatu (ibunya meninggal) apalagi menyangkut akad dengan pemberi santunan,” tutur kiyai alumni Ponpes Langitan ini.

Sementara apakah anak zina juga termasuk anak yatim dan bisa disantuni? menurut Kiyai Rifki Azmi salah satu jamaah kajian menuturkan, anak zina termasuk anak yatim, dan berhak mendapat santunan yang ditujukan untuk anak yatim.

Baca Juga :   Surat Redaksi NU, Khittah dan Kekuasaan

Mengacu pendapat yang termaktub dalam kitab إعانة الطالبين (2/ 207)

واليتيم هو الذي لا أب له وإن كان له جد ولو لم يكن من أولاد المرتزقة. ويدخل فيه ولد الزنا والمنفي لا اللقيط على الأوجه، لأنا لم نتحقق فقد أبيه على أنه غني بنفقته في بيت المال مثلا. وأما فاقد الأم فيقال له منقطع

“Anak zina tidak punya nasab ke ayah. Jadi tidak punya ayah di namakan yatim. Hal itu adalah pendapat  madzhab Syafi’i, Syaikh Abu Bakar Syato,” ungkap pria alumni Ponpes Sarang tersebut.

Terus bagaimana cara menyantuni anak yatim yang baik, salah satu jamaah kajian Kiyai Fathul Barri mengatakan jika yang terjadi di kebanyakan tempat anak yatim di undang untuk datang ke tempat yang telah di tentukan hal ini tentu panitia sudah sayogyanya memfasilitasi anak yatim tersebut saat menuju lokasi baik di jemput atau cara lainnya jangan sampai malah memberatkan meskipun nantinya di lokasi di berikan uang atau bingkisan.

“Sebenarnya lebih afdholnya di antar kerumah masing masing anak yatim namun jika mengundang dengan semangat syiar juga baik,” tandas alumni Takhossusiyah Ponpes Abu Dzarrin ini.

Lantas untuk mengusap kepala anak yatim saat menyantuni bagaimana? Dalam kitab Tanbih al-Ghafilin, H. 331 di sebutkan sebuah hadits :

من مسح يده على رأس يتيم يوم عاشوراء رفع الله تعالى بكل شعرة درجة

Baca Juga :   Polisi Bojonegoro Asuh 55 Anak yang Orang Tuanya Meninggal karena Covid-19

Artinya : Siapa yang mengusapkan tangannya kepada kepala anak yatim pada hari Asyura’, maka Allah akan tinggikan derajatnya setiap satu rambut satu derajat (Abu Al-Laits As-Samarqandi W. 373)

Namun, hadits ini dalam salah satu rawinya ada rawi yang bernama Habib bin Abi Habib, beliau oleh beberapa ahli hadits dituduh pernah berdusta.

Dalam salah satu riwayat Tabrani dari Abu Darda’ menyebutkan :

وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: «أَتَى النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم- رَجُلٌ يَشْكُو قَسْوَةَ قَلْبِهِ، قَالَ: ” أَتُحِبُّ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ وَتُدْرَكَ حَاجَتُكَ؟ ارْحَمِ الْيَتِيمَ، وَامْسَحْ رَأْسَهُ، وَأَطْعِمْهُ مِنْ طَعَامِكَ، يَلِنْ قَلْبُكَ وَتُدْرِكْ حَاجَتَكَ». رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ وَفِي إِسْنَادِهِ مَنْ لَمْ يُسَمَّ، وَبَقِيَّةُ: مُدَلِّسٌ

Artinya: Diriwayatkan dari Abi Darda’ , ia berkata, seorang laki-laki sowan Rasulullah mengeluhkan kekerasan hatinya, lalu Rasulullah berpesan: Apakah kamu ingin hatimu lembut dan hajatmu terkabul? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, berilah ia makan dari makananmu, maka hatimu akan lembut dan hajatmu akan terkabul. (HR. Tabrani, sanadnya ada yang tidak disebutkan dan sebagian mudallis).

Dalam hal ini, Kiyai Ahmadi selaku pengasuh kajian rutin kitab Riyadus Solihin sabtu pagi menegaskan, mengusap kepala anak yatim adalah bentuk kasih sayang. Sehingga dalam mengusap haruslah dengan lemah lembut.

“Biasanya dalam acara santunan, yang menyantuni di minta satu persatu maju untuk mengusap kepala anak yatim, dalam hal ini harus benar-benar lemah lembut dan tidak membuat anak tersebut malah risi atau lainnya,” pungkasnya sembari mengahiri acara kajian.

Penulis : Rozikin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *