Bojonegoro, damarinfo.com – Pemerintah Pusat Republik Indonesia memutuskan memangkas Transfer Keuangan Daerah (TKD) hingga 30 persen untuk seluruh pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Bojonegoro.
Kebijakan ini membuat TKD Bojonegoro berkurang sekitar Rp1,67 triliun dari proyeksi semula sebesar Rp4,51 triliun. Pemangkasan terbesar berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam, yang turun hingga 51,5 persen. Akibatnya, pada tahun 2026, Bojonegoro hanya akan menerima Rp942,9 miliar dari rencana dalam KUA-PPAS sebesar Rp1,95 triliun.
Komponen paling besar dari penurunan itu adalah DBH Migas, yang dipangkas dari proyeksi Rp1,94 triliun menjadi hanya Rp941,03 miliar.
Untuk memastikan apakah pemangkasan tersebut dianggap sebagai kurang salur atau bukan, Pimpinan Komisi B dan Anggota Komisi B serta Pimpinan DPRD Bojonegoro bersama jajaran Pemkab Bojonegoro, mendatangi langsung Kementerian Keuangan RI di Jakarta pada Jumat 10-10-2025. Dari hasil penjelasan pihak kementerian, pemangkasan DBH 2026 bukan termasuk kategori kurang salur.
“DBH Migas itu sudah fix, hanya disalurkan 50 persen saja. Jadi tidak ada istilah kurang salur atau kurang bayar,”
ujar Lasuri, yang juga menjabat Ketua DPD PAN Bojonegoro.
Menurutnya, kondisi ini akan berdampak langsung pada APBD Bojonegoro tahun 2026 dan seterusnya. Karena proyeksi pendapatan daerah menurun, maka belanja daerah pun harus disesuaikan. Padahal, seluruh proyeksi pendapatan dan belanja sudah tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bojonegoro 2025–2029.
“Sebaiknya memang harus ada perubahan pada RPJMD, karena kondisi ini pasti berimbas pada capaian pembangunan yang sudah ditetapkan,” tegas Lasuri.
Sebagai contoh, RPJMD yang telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2025 mencantumkan proyeksi pendapatan daerah tahun 2026 sebesar Rp5,71 triliun. Dari jumlah itu, pendapatan transfer diproyeksikan mencapai Rp4,63 triliun. Namun kini, Kementerian Keuangan memastikan bahwa pendapatan transfer 2026 hanya akan mencapai Rp3,29 triliun.
Selain itu, lanjut Lasuri, proyeksi pendapatan transfer untuk tahun 2027 hingga 2030 dalam RPJMD juga masih di atas Rp4 triliun. Dengan kondisi fiskal saat ini, target tersebut dinilai sulit tercapai.
“Dengan realitas baru ini, perubahan RPJMD menjadi keharusan agar pelaksanaan pembangunan di Bojonegoro memiliki dasar hukum yang sesuai kondisi keuangan yang sebenarnya,” ujarnya menegaskan.
Dengan demikian, DPRD Bojonegoro menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap RPJMD 2025–2029, agar arah pembangunan tetap realistis dan berkesinambungan dengan kemampuan fiskal daerah.
Penulis: Syafik