Bojonegoro, damarinfo.com – Dana transfer dari Pemerintah Pusat ke Kabupaten Bojonegoro tahun 2026 dipangkas drastis. Pemotongan ini membuat Transfer Keuangan Daerah (TKD) Bojonegoro merosot ke Rp3,35 triliun, jauh di bawah proyeksi KUA-PPAS 2026 sebesar Rp4,51 triliun. Angka tersebut sekaligus menjadi yang terendah dalam sepuluh tahun terakhir. DPRD Bojonegoro pun memperingatkan bahwa guncangan fiskal bisa semakin terasa pada APBD 2027 jika tren pemotongan berlanjut.
Penurunan DBH SDA dan Total DBH
Pemangkasan paling tajam terjadi pada Dana Bagi Hasil (DBH) dari sektor Sumber Daya Alam (SDA). Pada 2026, DBH SDA hanya ditetapkan Rp942,9 miliar, turun lebih dari separuh dibanding tahun 2025 yang mencapai Rp1,95 triliun. Penurunan absolutnya mencapai Rp1 triliun atau merosot 51,6 persen.
Kondisi serupa juga dialami Total DBH, yang jatuh dari Rp2,80 triliun pada 2025 menjadi Rp1,24 triliun pada 2026. Penyusutan Rp1,56 triliun itu berarti kontraksi hingga 55,6 persen hanya dalam satu tahun anggaran.
Sikap DPRD Bojonegoro
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Bojonegoro, Lasuri, menilai pemotongan dana transfer pusat sebesar 30 persen di 2026 memang mengguncang postur APBD. Meski begitu, ia menyebut masih ada ruang untuk menutupinya menggunakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (Silpa) 2025.
Namun, ia mengingatkan bahwa jika pemangkasan ini berlanjut pada tahun berikutnya, efeknya bisa lebih serius. APBD 2027 berpotensi terguncang lebih dalam dan mengganggu pembiayaan pembangunan. Karena itu, menurutnya Pemkab perlu sejak awal menyiapkan strategi antisipatif: mengefisienkan belanja yang bersifat protokoler dan seremonial, serta mengevaluasi sementara besaran Dana Abadi Pendidikan agar keseimbangan fiskal tetap terjaga.
“Jika pemotongan ini berlanjut pada APBD 2027 maka guncangan fiskal Bojonegoro akan sangat terasa,” tegas Lasuri.
Tren Historis 2017–2025
Dalam satu dekade terakhir, penerimaan DBH SDA Bojonegoro bergerak sangat fluktuatif.
-
Pada 2017–2019, DBH SDA melonjak dan bahkan mendominasi lebih dari 90 persen total DBH.
-
Tahun 2020, pandemi COVID-19 membuat penerimaan anjlok ke Rp1,1 triliun, dengan porsi hanya 69 persen dari total DBH.
-
Masa pemulihan terjadi di 2021–2022, ketika DBH SDA kembali menanjak, bahkan sempat menyentuh Rp2,6 triliun.
-
Memasuki 2023–2025, penerimaan relatif stabil di kisaran Rp1,8–2,2 triliun.
Namun, penurunan pada 2026 menjadi anomali besar. Kontraksi lebih dari separuh nilai DBH SDA dan Total DBH dalam satu tahun menandai titik terendah sepanjang satu dekade terakhir.
Jalan ke Depan
Ketergantungan Bojonegoro pada DBH SDA migas terbukti menjadi kelemahan serius dalam menghadapi kebijakan fiskal pusat. Dengan TKD 2026 yang dipangkas tajam, ruang fiskal daerah semakin terbatas, berpotensi menekan belanja pembangunan maupun pelayanan publik.
Kondisi ini menjadi sinyal penting bagi Pemkab Bojonegoro untuk segera mendiversifikasi sumber pendapatan, memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan mengelola belanja daerah dengan lebih disiplin. Tanpa strategi matang, penurunan 2026 bisa menjadi pukulan awal menuju krisis fiskal yang lebih berat di 2027.
Penulis ; Syafik