Blora-Bupati Blora Djoko Nugroho menegaskan bantuan langsung tunai (BLT) dari dana desa (DD) hanya diperuntukan bagi warga miskin terdampak pandemi virus korona (Covid-19).
Menurutnya, semua orang saat ini terdampak Covid-19. Namun, kata bupati, bukan berarti semuanya bisa mendapatkan bantuan sosial (bansos). Sesuai peraturan menteri desa, BLT DD itu hanya diperuntukkan kepada masyarakat miskin non DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang terdampak Covid-19. Jadi, kalau ada yang bilang semua yang terdampak dapat bantuan, itu salah.
“Kalau masalah terdampak, semuanya terdampak termasuk pertokoan besar. Apa pertokoan itu juga diberi bantuan? Kan tidak,’’ tegas Bupati Djoko Nugroho di hadapan sejumlah kepala desa (kades) yang mengikuti rapat evaluasi pencegahan dan penanganan Covid-19 tingkat desa di pendopo rumah dinas bupati, Senin 8-6-2020.
Bupati Djoko Nugroho memimpin rapat evaluasi yang dihadiri unsur forkopimda, seluruh camat dan perwakilan kades se Kabupaten Blora. Bupati mengemukakan, salah satu tanggung jawab desa saat pandemi Covid-19 adalah penyaluran BLT yang dianggarkan dari dana desa. Menurut bupati ada beberapa kades yang kerap didatangi LSM untuk mempertanyakan penyaluran BLT DD yang nominalnya Rp 600 ribu selama tiga bulan mulai Mei hingga Juli. ‘’Ketika telah disepakati siapa-siapa saja yang berhak, baru dihitung jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan dana desa. Jika ini sudah dilakukan, saya jamin kades aman,’’ tandasnya.
Aturan
Djoko Nugroho yang pernah menjabat komandan Kodim Rembang menjelaskan, sesuai peraturan menteri desa apabila sebuah desa memiliki dana desa dibawah Rp 800 juta maka wajib mengalokasikan BLT DD maksimal 25 persen. Apabila dana desanya Rp 800 juta hingga Rp 1,2 miliar maka BLT DD maksimal 30 persen, dan jika dana desanya di atas Rp 1,2 miliar maka BLT DD maksimal 35 persen. ‘’Itu maksimal, jadi tidak harus dihabiskan. Misalnya desa A punya dana desa Rp 800 juta maka wajib mengalokasikan BLT DD maksimal 25 persennya yakni Rp 200 juta. Padahal berdasarkan musdes yang disepakati hanya ada 75 KK penerima (non DTKS), yang hanya butuh anggaran Rp 135 juta. Sehingga ada sisa Rp 65 juta, maka ini tidak boleh lantas dibagikan lagi, namun tetap masuk kas desa sebagai silpa,” jelas bupati.
Dikatakan bupati, jika jumlah penerima yang disepakati musdes melebihi kuota kemampuan anggaran BLT DD, maka sisa data yang belum tercover BLT DD bisa diserahkan ke kabupaten untuk dicover dengan bantuan pemkab. Misal musdesnya menetapkan ada 75 KK non DTKS yang layak menerima BLT DD, namun kemampuan DD hanya mampu menangani 70 KK, maka sisanya ada 5 KK laporkan ke pemkab melalui Dinsos P3A agar bisa ditutup dengan bantuan pemkab. Namun nominalnya berbeda, Rp 200 ribu per bulannya selama tiga bulan. Beda dengan BLT DD.
Jika masih ada warga miskin non DTKS belum masuk sebagai penerima BLT DD, Bupati Djoko Nugroho mempersilahkan agar segera dilakukan musdes dan revisi peraturan kades sehingga di bulan kedua pertengahan Juni ini bisa masuk sebagai penerima. Jadi, jika ada penerima baru di bulan kedua, maka yang diterimakan hanya jatah bulan kedua dan selanjutnya. Tidak bisa merapel dengan bulan pertama kemarin. “Jujur saja ke wargamu kalau bulan kemarin terlewat dan minta maaf,’’ kata bupati di hadapan para kades.
Bupati mengatakan, sumber bantuan terdampak Covid-19 di Kabupaten Blora itu ada banyak. Total sekitar 150 ribu KK yang menerima, terdiri dari bantuan BST Kemensos, bantuan Presiden perluasan sembako BPNT (keduanya berdasarkan DTKS Kemensos), BLT DD (data non DTKS yang ditetapkan desa) dan JPS Pemkab Blora untuk warga Kelurahan dan warga Desa non DTKS yang tak tercover BLT Dana Desa. Belum lagi ada JPS Pemprov Jateng sekitar 6000 KK.
‘’Totalnya ada sekitar 156 ribu KK warga miskin terdampak Covid-19 yang menerima bantuan. Sedangkan jumlah KK di Blora sekitar 300 ribu sekian KK. Sehingga sudah hampir 50 persen KK di Blora dapat bantuan. Jangan sampai ada yang dobel, jika ada yang dobel maka harus ada salah satu yang dicoret,’’ tegasnya Bupati Djoko Nugroho.
Penulis : Ais
Editor : Sujatmiko